95

4.8K 601 36
                                    

Dunia fiksi

Dunia pararel

Dunia yang tidak kasat mata saat seseorang mengalami koma memang menjadi misteri bagi sebagian orang.

Akankah dunia itu nyata atau hanya mimpi?

Semua tidak ada yang tahu.

Thalia sudah kembali sehat, ia bisa melanjutkan rutinitasnya kembali. Perlahan-lahan ia melakukan operasi sesar dengan kasus ringan meskipun tetap didampingi oleh teman sejawatnya dokter Temmy spesialis kandungan.

Keputusan Thalia untuk kembali bekerja memang sangat ditentang oleh Nizzy-ibundanya. Bukan Thalia jika ia menjadi pribadi yang penurut, segala cara Thalia lakukan meskipun melakukan negosiasi dengan cara akan melakukan tindakan medis yang ringan-ringan saja.

"Beruntung aku hanya mengalami cidera ringan." Ujar Thalia saat menyantap makan siangnya.

Temmy melebarkan matanya gerah, "Gila kamu, Lia. Luka seperti itu dibilang cidera ringan. Kamu tahu saat sebelum kamu koma, dokter Nirwana melakukan operasi karena cidera yang kamu alami dikepala."

Thalia terkekeh. "Maksudku, beruntung aku tidak mengalami patah tulang. Kalau itu terjadi, aku pasti akan dilarang melakukan operasi."

"Bersyukurlah kamu tidak mengalami amnesia. Kalau ingat waktu datang ke UGD waktu itu, kondisimu sudah berdarah-darah. Harus transfusi juga." Temmy masih ngedumel kesal. "Asal kamu tahu, dokter Nirwana jadi heboh dan kalang kabut waktu itu."

Thalia terkekeh untuk kesekian kali. Dokter Nirwana memang begitu. Terlalu over kalau cemas sama orang." Jawabnya menghela nafas panjang. "Tapi terima kasih, usaha kalian saat menolongku memang terbaik." Balas Thalia dengan senyuman manisnya.

"Panjang umur, Lia. Dokter Nir datang tuh." Bisik Temmy. Thalia menoleh mengikuti arah pandang pria itu.

Sang dokter spesialis bedah berjalan mendekati tempat duduk Thalia dan Temmy dengan senyuman terukir diwajahnya. "Boleh bergabung." Tanya Nirwana.

Temmy dan Thalia saling memandang. Sontak Thalia mengangguk, "Tentu. Ayo, silahkan duduk saja." Sahutnya.

Nirwana segera mengambil tempat duduk disamping Temmy. Pemuda itu melirik sekilas kearah Temmy yang sibuk menyantap makanannya dan sesekali ia mengajak Thalia berbicara.

"Bagaimana kondisimu sekarang, Lia?" Tanya Nirwana saat Temmy sudah sibuk menyantap kembali makanannya.

"Sudah lebih baik, dok. Aku juga sudah mulai terjun mengoperasi pasien lagi, meskipun diawasi oleh Temmy." Jawab Thalia. Nirwana melirik Temmy tajam, sedangkan yang dilirik hanya memasang ekspresi tak acuh sambil menikmati makanannya.

"Jangan terlalu memaksakan diri. Bisa tidak optimal nanti penyembuhan lukanya!" Nirwana mengingatkan sambil menunjuk kekepalanya sendiri sebagai isyarat Thalia.

"Iya aku mengerti, dok. Terima kasih." Jawabnya tersenyum.

Mereka bertiga melanjutkan makan siang dengan damai tanpa ada yang berniat memecah keheningan.

Tubuh Thalia menegang, sontak ia meletakkan peralatan makannya dan segera berdiri dari tempat duduknya. Nirwana dan Temmy menatap penuh tanda tanya. Thalia berhambur meninggalkan mereka berdua dalam diam.

"Ace!" Panggil Thalia dan ia menarik tangan pria didepannya.

Seorang pria yang memiliki tinggi serupa dengan Ace sontak membalikkan tubuhnya-kaget. Tatapan mata kecoklatannya melihat ekspresi penuh kekecewaan terpancar jelas disorot mata gadis itu.

"Maaf, saya salah orang." Sesal Thalia, ia segera melepas tarikan tangannya.

Pria itu tersenyum, "Tidak apa-apa, nona. Saya permisi." Pamit pria itu.

I WANT YOU (END)Where stories live. Discover now