"Terus saya panggil apa?" Luna mendongak berpapasan dengan mata Banyu yang juga melihatnya.
"Banyu aja nggak papa."
"Eiy, nggak sopan sekali saya. Kalau kakak saja gimana?"
"Senyaman kamu aja." Senyum tipis itu timbul lagi di bibir Banyu. Luna mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.
Tak terasa mereka baru saja melewati rumah Bu Merry yang kelihatan sepi karena sedang menikmati weekend, hingga gerbang rumah Luna terlihat.
"Sudah sampai, pa- eh kak." Terang Luna sembari membuka gerbang rumahnya.
Banyu mengamati teras depan rumah Luna. Ada rumput yang terpotong rapi, bunga anggrek tertata di sepanjang tembok samping rumah, di sebelah kiri ada pos security yang TV nya menyala dan di belakangnya ada tangga menuju ke lantai dua.
"Di atas itu kosan, Lun?" Tanya Banyu.
"Iya, kok tahu?"
"Kelihatan kamar nya berjejer lima."
"Oh iya sih, itu kosan karyawan hotel." Terang Luna.
"Strategis ya, isinya siapa saja?" Luna menerka kemana arah pembicaraan Banyu ini.
"Memang kalau saya sebut bapak bakalan tahu?" Atensi Banyu saat ini 100% tertuju pada Luna, satu alisnya terangkat.
"Try me." Tantangnya.
"Ada kak Okki, Sania, Lili, Tara, dan Dara."
Sebut Luna satu persatu."Okki dan Sania anak front officer, Lili anak F&B, Tara Dara si kembar waitress restoran."
Jelas Banyu singkat, padat, jelas."Lho, kok pak Banyu tahu?" Luna terkejut, bagaimana bisa pria ini tahu di divisi mana mereka bekerja.
"Karena saya sering ke hotel untuk bertemu direksi, nama dan wajah mereka familiar."
'karena mereka agent saya.'
Perkataan tambahan itu hanya diucapkan Banyu dalam hatinya.
"Oh begitu,"
Pak Samad terlihat berlari kecil dari jauh, menghampiri Luna dan Banyu.
"Oh mbak Luna udah pulang, Bapak dari belakang mengembalikan tangga." Jelas Pak Samad sambil mengamati pria tinggi besar di belakang Luna itu.
"Buat apa pak?"
"Tadi dipinjam Pak Najib." Luna mengangguk mendengar jawaban Pak Samad.
"Oh iya pak, ini...teman Luna namanya kak Banyu, kak ini Pak Samad, satpam rumah aku." Jelas Luna memperkenalkan kedua pria berbeda generasi ini.
"Malam pak, saya Banyu." Banyu menjabat tangan Pak Samad sembari memberi senyum simpulnya.
"Iya Mas Banyu, saya Samad. Saya permisi ke pos dulu ya, tadi lagi nonton wayang, hehe."
"Iya pak, silahkan." Banyu kemudian mengarahkan pandangannya pada Luna.
"Mari masuk kak." Banyu tersenyum geli, Luna ini kadang konsisten memanggilnya kak, tapi kadang bisa kelepasan memanggil pak lagi.
"Ini sandal rumahnya." Luna memberikan sandal rumah puff empuk sebagai pengganti loafers Banyu.
"Terima kasih."
"Iya. Ini ruang tamu nya saya pakai jadi tempat bimbel, kita duduk di ruang keluarga aja." Luna menjelaskan dengan rinci tanpa ditanya Banyu.
"Lun."
"Iya?"
"Rendra pernah masuk kesini?" Tatapan Banyu penuh selidik.
"Nggak pernah, kenapa kak?" Luna memandang Banyu tanpa pikiran apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Please
RomanceAlunan suara merdu dari sang bulan yang memantulkan cahayanya di air memberi riak dan gejolak yang tak mudah. Intensitas nya meningkat seakan tak mau berhenti. Membangkitkan obsesi yang selama ini tenang tanpa arus, mengerti arti dari rasa haus. ...