17. Peran Sahabat

Mulai dari awal
                                    

"Tidak bisa kah kita melakukan nya lagi? Sekarang di bagian bawah tubuh Jagat sudah cukup lembut agar mudah dimasuki."

"Aku tidak mau mendengar lagi— cepat bangun karena sekarang sudah pagi. Kamu harus tetap sekolah."

Terima atau tidak, Jagat tetap pada pendiriannya. Hanya karena mereka menghabiskan waktu bersama bukan berarti Ikrar dapat seenaknya mengabaikan pendidikan yang harus diselesaikan. Apalagi saat ini pemuda itu berada di tingkatan akhir, merupakan waktu penting untuk memfokuskan nilai agar dapat meneruskan kuliah.

Jagat sudah mempersiapkan pula beberapa universitas ternama untuk Ikrar. Maka dari itu sang remaja harus rajin bersekolah demi bisa memenuhi persyaratan masuk ke sana.

Namun melihat tidak ada nya pergerakan yang dilakukan membuat Jagat mau tidak mau harus menggunakan bujukan baru sehingga Ikrar dapat menurut. Tidak ingin berlama-lama melihat sang remaja duduk cemberut hanya karena permintaan nya tidak dikabulkan.

"Kita bisa meneruskan nya nanti kalau kamu sudah pulang sekolah." katanya memberitahu yang sukses membuat wajah Ikrar menjadi senang dalam hitungan detik saja.

"Sungguh?"

"Ya."

"Kalau begitu aku akan bersiap-siap dulu."

Tanpa disuruh lagi, Ikrar segera bangkit dan membenahi celana milik nya yang berantakan. T-shirt hitam yang semula ia gunakan tidak lupa diambil dari lantai seraya memberikan kecupan singkat pada pipi Jagat. Kelewat bersemangat hendak pergi membersihkan diri dan berangkat.

Suasana ini tidaklah buruk, Jagat bahkan menyukai nya. Seraya berharap pula bahwa hubungan mereka berdua akan selalu baik-baik saja bahkan hingga kedepan nya.

***

Setelah Ikrar berangkat yang tentu nya harus diisi dengan drama pagi hari terlebih dahulu dimana sang remaja menolak melepaskan dan tidak henti mengatakan rindu, akhirnya Jagat bisa merasa tenang.

Keheningan kembali menyelimuti rumah besar. Namun perasaan itu tidak lah membebani Jagat, ada kalanya ia menginginkan ketenangan seraya mengistirahatkan tubuh sendiri.

Ini adalah hari pertama waktu kelahiran dimulai. Cepat atau lambat ia akan segera merasakan sensasi panas yang melanda tubuh dan membuat diri lebih sensitif dari biasanya.

Nafsu makan Jagat juga mulai menghilang, sehingga hanya bisa mengonsumsi buah serta roti sebagai pengganti. Memilih berbaring dalam keadaan masih mengenakan jubah mandi berwarna hitam panjang dengan helaian rambut hitam yang dibiarkan membasahi bantal.

Ada perasaan lelah tersendiri yang ia rasa dimana bila dituruti maka suasana hati nya akan terus memburuk dan tak tentu arah. Jadi ia putuskan untuk mengambil ponsel dan menghubungi Ega. Bertanya-tanya pula tentang keberadaan sahabat nya tersebut yang seperti tidak memiliki rasa kehilangan setelah cukup lama berpisah dengan rentang jarak tercipta.

Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya panggilan diangkat, memperdengarkan suara menyebalkan yang juga membuatnya merasa senang di saat yang sama.

"Ada apa tuan Shankara yang terhormat ini sampai menelpon lebih dulu? Rindu padaku?"

"Ya, aku rindu sekali memukul wajah mu dengan tumpukan berkas perusahaan. Kenapa kau tidak menghubungi ku lagi? Apa yang kau lakukan?"

"Aku kelelahan dan dipaksa bekerja seperti orang gila disini, kasihani lah aku yang bahkan tidak memiliki waktu bahkan untuk mencari pasangan." keluh sahabat bersurai pink salon tersebut meluapkan seluruh perasaan penat dalam hati nya.

"Lebih baik kau tidak memiliki nya, orang itu akan menderita karena kegilaan mu yang tiada henti."

"Aku tidak mau mendengar itu dari orang seperti mu. Kita berada di posisi yang sama, kau tahu."

Perfectly ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang