"Memang sih, aturannya gak ketat. Tapi dulu ketat banget loh aturannya. Rambut cowok gak boleh sampai kena kerah baju dan alis; atribut kayak badge sekolah, dasi, dan sabuk wajib dipakai; sering ada razia juga." balasnya. Jeda sejenak, lalu kemudian ia melanjutkan. "Dugaan aku nih ya..." Eka memajukan wajahnya mendekat, seolah ini adalah gosip yang panas. "... Gara-gara diberlakukan sistem zonasi jadi sekolah gak bisa seenaknya menyeleksi anak-anak yang mereka mau. Akhirnya anak-anak yang kurang berkualitas masuk dan kebebalan mereka ngerusak ketatnya aturan di sini. Soalnya di buku saku yang dikasih bersamaan seragam, semua aturan ketat itu masih tertulis." jelasnya dengan agak berbisik. Eka benar, aku ingat pernah membaca beberapa halaman dari buku saku itu. Meski begitu, sistem zonasi membantu para murid yang kurang mampu dan mendapat sekolah yang jaraknya dekat dari rumah.
"Tapi kamu senang, kan? Jadi bisa pakai make-up ke sekolah." tanyaku sepenuhnya yakin.
"Banget. Aku cuman kaget aja aku pikir kami bakal jawab pertanyaan aku tentang infrastruktur, pembelajarannya, atau gurunya." Eka mengayunkan tangannya saat berbicara, menghempaskan telapak tangannya sekali.
"Aku gak punya masalah sama infrastruktur, kalau sama gurunya mungkin ada soalnya ternyata mereka kebanyakan ngasih tugas doang." aku mendengus, mengingat bagaimana setiap malah aki tidur larut hanya untuk mengerjakan tugas-tugas yang mereka berikan, melewatkan bagian kewajiban mereka untuk menyampaikan materi alih-alih memberi tugas dan memerintahkan para murid untuk mencari jawabannya di mesin pencari.
Kurasakan ponselku bergetar, ada pesan masuk, aku langsung berdiri dibuatnya. Eka di sampingku juga ikut tersentak bingung.
"Aduh, Bu Yuli nyuruh aku ke ruang guru sekarang." ujarku sedikit panik. Aku baru ingat jika kemarin aku diminta mengumpulkan lembar kerja yang berisi tugas-tugas akuntansi. Aku panik karena Bu Yuli menyuruhku menyetorkannya hari ini tetapi belum seluruhnya mengumpulkan padaku.
"Aku disuruh ngumpulin tugas akuntansi yang kemarin, aku lupa! Mau ikut gak?" aku mengajak Eka yang sejak tadi menunggu penjelasanku. Melihatku yang panik dan terburu-buru, Eka membulatkan mulutnya lalu mepersilahkanku pergi lebih dahulu, ia akan menyusulku ke kelas. Jadi aku melambaikan tangan dan berjalan cepat nyaris berlari menjauhi kantin, memilih menyusuri bagian belakang gedung IPS yang dipenuhi rumput setinggi betis dan beberapa kayu bekas konstruksi.
Aku mengambil setumpuk kertas di dalam lemari, mengecek list orang-orang yang belum mengumpulkan tugas dan menodong oknumnya satu-persatu. Dari beberapa orang yang berada di kelas ini, aku berhasil mencoret empat dari tujuh orang yang berada di dalam list. Sambil mengabari kondiri terkiniku pada Bu Yuli, aku menelpon Reno yang aku tak tahu keberadaannya dan Azra. Aku bertaruh cowok itu masih tertidur di kamarnya.
Reno datang ke kelas setelah nyaris kuteriaki di telepon. Sedangkan Azra, sesuai dugaan ia bahkan tidak menjawab telepon dariku. Kakiku bergerak-gerak gelisah, selain karena Azra belum juga menjawab teleponku, Bu Yuli sejak tadi terus menerus mengirim spam yang memerintahkanku agar segera menemuinya di ruang guru. AH! Rasanya aku ingin berteleportasi ke rumah Azra dan menyiramnya dengan air es.
Setelah beberapa kali panggilan, akhirnya Azra mengangkat teleponnya dengan suara berat khas orang yang bangun tidur. Saat itu juga aku menyuruhnya langsung kenakan seragam dan berangkat ke sekolah sambil membawa lembar kerja yang Bu Yuli berikan.
"Gak usah mandi!" titahku di akhir sebelum Azra memutus sambungan. Di titik ini aku sudah tidak peduli jika dia kesal karena istirahatnya diganggu, lagipula ini kan kewajibannya. Akibat jarak rumah Azra yang jauh, aku jadi sangat molor dari waktu yang diminta Bu Yuli, aku tidak tahu harus memasang muka seperti apa saat menemuinya nanti. Aku tidak ingin ditandai oleh seorang guru hanya gara-gara hal ini. Uh, padahal kan aku ingin jadi siswi yang kurang dikenali guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roda Gigi Terkecil Sekalipun
Teen FictionR-15 Masa remaja khususnya SMA, adalah waktu dimana mereka dihadapkan dengan pilihan sulit, soal-soal sulit, bahkan penyesalan terbesar terkadang dimulai dari sini. Namun, faktanya banyak kisah pilu yang disembunyikan dibalik senyuman manis anak-ana...
2. Yuna: Air Mata Tersembunyi
Mulai dari awal