"TAPI GUE MASIH KESEL ANJIR!"

"Ini juga, harusnya si Shekala juga dapet karma gara-gara udah bunuh di Kaziva!"

"IH BEGO! KESEL BANGET GUE!"

"NIA! TURUN KAMU!BANTUIN MAMI!" teriakan menggelegar itu membuat Savania berdecak namun tak ayal ia turuti.

"Ya mi, bentar!"

"Ada apa mi"

"Ayo temenin mami ke pasar!"

"Aaaaa, gamau Nia di rumah aja deh, jagain rumah"

"Gaada penolakan pokoknya, cepetan" ucap sang mami seraya memukuli pantatnya membuatnya mengaduh.

"iya-iya, ini juga mau ambil tas bentar" ucapnya seraya berlalu menuju kamarnya kembali.

"Mami, ini seriusan mama mau aku temenin ke pasar?" tanyanya yang sebenarnya sangat malas pergi keluar.

"Iya lah, udah kan? ayo pergi"

"Tapi mami, aku tu lagi mager parah" ucapnya seraya mendudukkan dirinya di kursi.

"Loh papi? mami itu papi ada, kenapa gak ajak papi aja?"

"Males, papi kamu itu cerewet kalau udah belanja gak suka mami, lagian mami harus bawa kamu keluar biar kamu bisa tumbuh lebih besar"

"Dih lebay banget sih mi, sama papi aja ya mi? plisss" ucapnya seraya memohon yang sama sekali tidak di gubris sang mami.

"Papi, cuci semua piring kotor sana jangan lupa sapu rumah juga" ucapan sang mami membuat sang papi menegakkan tubuhnya.

"Kok papi sih mi?"

"Gaada bantahan, ayo kita Ke pasar" ucapnya seraya menyeret tangan sang anak keluar.

Sesaat sebelum pergi Savania sempat mengejek sang ayah dengan melambaikan tangannya seraya tertawa mengejek penderitaannya.

"Mi, kenapa kita ke pasar? biasanya juga mami beli di tukang sayur, dan papi kenapa mami suruh beres-beres rumah?"

"Karena keluarga papi kamu bakal dateng" ucapnya membuat Nia kaget.

"APA? SI KAMPRET ITU?" ucapnya membuat sang mami meringis malu.

"Kamu apa-apaan sih, gatau malu banget"

"Mami serius nih? berarti si eek kuda itu juga ikut?"

"Ya iyalah"

Eek kuda, atau Tante dari Savania ini memang memiliki mulut yang bau seperti eek kuda. Bukan, bukan cuman nafasnya yang bau, tapi setiap perkataannya menurut Nia seperti suara kuda, yang membuatnya menjuluki tantenya itu dengan sebutan eek kuda.

"Mami, aku gamau ketemu mereka ah, bosen"

"Jangan gitu, kamu harus lebih sopan sama mereka"

"Kalau mereka sopan aku juga bakal sopan kok"

"Kamu ini, udah ayo"

Malam hari telah tiba, kini semua keluarga papi nya itu sudah datang, makan malam pun sudah di lalui dengan damai, karena etiket di saat makan adalah diam. Kini tiba waktunya saat yang paling Savania benci, ketika keluarganya berkumpul dan saling berbicara.

"Tante denger kamu belum punya pacar ya Nia?" nah kan bener, dia sudah menduga pasti tante eek kuda nya ini akan bertanya padanya.

"Gak minat pacaran tante, hehe"

"Gak minat apa gak ada? Kevin juga gak minat dulunya, tapi sekarang banyak yang suka dia"

"Kevin kan suka tebar pesona di sekolah tante" ucapnya membuat wajah sang tante memerah.

"Lagian tante, standar Nia itu yang tinggi, bukan yang kayak Kevin"

"Berani kamu bandingin anak tante hah? pantes aja emang bukan kamu yang gak minat pacaran deh, tapi kayaknya emang gaada yang mau sama kamu"

"Kata siapa?" belum sempat Nia berbicara, sepupu yang lainnya, andraza namanya membuka suaranya.

Memang dibandingkan semua sepupu dari ayahnya, Andraza lah yang paling kalem dan ekhem tampan. Selain itu Andraza lah yang paling eling diantara semua sepupunya yang seperti orang gila itu.

"Maksud kamu apa Az?" tanya tante eek kuda.

"Saya permisi" Andraza menarik tangan Savania keluar dari tempat itu tanpa menghiraukan pertanyaan tante nya itu.

"Loh bang Andra ngapain bawa gue kesini?" ia membawa Nia ke halaman rumahnya yang cukup tinggi, karena bawahnya adalah taman dan garasi.

"Saya... saya mau bilang sesuatu sama kamu"

"Iya bilang aja" ucap Savania santai walau dalam hatinya ia sudah tidak karuan.

"Saya, Savania saya-" belum sempat ia berbicara Savania sudah memotong dulu pembicaraannya dan berlari saat melihat Darrel, anak bungsu dari Tante eek kuda nya itu akan meloncat dari ujung halaman itu.

"Darrel!" Savania menggendong Darrel, namun keseimbangannya tidak bisa ia kendalikan sehingga dengan terpaksa ia melemparkan Darrel pada Andra dan tubuhnya lah yang terjatuh ke bawah.

Mendengar teriakan Savania, keluarga besar itu segera menghampiri dan hanya bisa diam saja saat Darrel di lempar ke arah Andra dan melihat Savania yang terjatuh.

Sadar akan Savania, Andra segera berlari dan menemukan savania tergeletak dengan darah yang menggenangi tubuhnya.

"SAVANIA!" teriakan Andra terdengar memilukan saat melihat kondisi Savania.

"Savania nggak, nggak savania hey, Nia bangun nggak kamu jangan tinggalin saya. Savania hey" andra terus saja menggoyangkan badan savania berharap gadis itu membuka kembali matanya.

"B-bang Andra"

"Iya Savania, kamu bertahan ya, saya mohon" ucapnya frustasi seraya memeluk erat tubuh Savania.

"B-bang Andra"

"Nggak Savania, tolong jangan tinggalin saya, saya cinta sama kamu, kamu gak boleh tinggalin saya ya. Savania hey! liat saya Savania! sayang!" Andraza sangat panik saat nafas Savania mulai terengah-engah.

"Bang-" Ucapannya terhenti saat Savania menutup matanya membuat Andraza semakin kehilangan kewarasannya.

"SAVANIA NGGAK!"

"NIA, BANGUN NAK, Nia maafin mami Nia. Nia sayang kan sama mama? Nia bangun ya sayang"

"TELPON AMBULANCE SEKARANG!" ucap sang papi seraya menggendong tubuh anaknya dengan bergetar.

"Savania anak papi, kamu jagoan kan kamu harus bertahan sayang, kamu pasti kuat papi yakin sama kamu"

"Ini semua gara-gara kamu Tia! gara-gara anak kamu, savania harus kayak gini, kalau sampai ada apa-apa sama savania kamu yang harus bertanggungjawab" ucap sang mama dengan lirih.

"Mbak, maafin aku mbak aku minta maaf" ucap Tia dengan pelan, ia kembali melihat perlakuannya terhadap Nia, tetapi dia malah menyelamatkan anaknya itu.

Keadaan semakin kacau, tak terkecuali dengan Andra, pria itu terus saja menitikkan air matanya, bagaimana bisa, disaat dia akan menyatakan perasaan cintanya kepada sepupunya itu, disaat semua mimpi indah yang selama ini ia inginkan di depan mata, tetapi yang ia lihat hanyalah savania yang terbaring dengan genangan darahnya.

KAZIVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang