21. Pertemuan (Full 23+)

Mulai dari awal
                                    

Aku tidak bergeming, tidak mengindahkan erangannya. Aku terus sibuk menyesap dengan rakus seolah puting itu dapat mengeluarkan susu. Bahkan sesekali aku beri gigitan kecil dengan lidah yang turut bermain di dalam mulut menggesekkan benda tak bertulang itu untuk menggodanya agar birahinya semakin memuncak.

Aku beranikan diri mendongakan kepala untuk melihat ekspresinya. "Bagaimana? Apakah enak?" Tanyaku dengan tawa kecil, menggodanya.

Wajahnya bersemu merah. Aku yakin dia sangat menikmati segala sentuhan yang ku berikan.

"Apa anda akan memakan habis diriku?" Becca mengerucutkan bibir mungilnya. Aku tersenyum mengecupnya sembari memainkan puting miliknya, sesekali menarik dan mencubitnya pelan. Gemas.

"Sepertinya... " Jawabku dengan ekspresi nakal. "Kamu selalu menggodaku ketika aku berada di Wang Nam Khiao. Sekarang kamu ada dihadapanku. Tentu saja aku tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk memakanmu sampai habis."

"Tapi beberapa jam lalu, anda bahkan berpura-pura tidak melihatku. Itu menyakitkan. Anda sangat menyebalkan!" Becca masih terlihat masam.

Aku terkekeh.

"Aku juga berpikir anda melupakan janji untuk bertemu denganku. Atau bahkan, anda menganggap aku hanya seorang hostess club pada umumnya yang hanya bertugas untuk menghibur anda di saat kesepian. Setelah itu anda membuangku, melupakanku."

"Hey! Apa yang kamu katakan. Tentu saja tidak." Aku menarik tubuhku ke atas agar wajahku sejajar dengan wajahnya. "Kamu sangat berharga untukku. Semua perasaan yang aku katakan sebelumnya adalah kebenaran. Aku mencintaimu dan merindukanmu..." Ucapku mengungkapkan segala yang aku rasakan tanpa ragu sedikit pun. Aku mendekap tubuhnya erat.

Dia tersenyum sumringah mendengar pengakuanku. Dia benar-benar menggemaskan. Aku gesekan ujung hidungku dengan hidungnya kemudian mengecup kembali bibir ranum itu yang semakin lama menjadi pagutan rakus. Lidah kami bertemu kembali, saling mengecap, saling bertukar saliva.

"Bukankah di bawah sana sudah sangat basah? Sepertinya perlu untuk dipuaskan dengan jemariku. Ah tidak, maksudku dengan lidahku?" Kalimat vulgar itu terlontar dari mulutku begitu saja yang  membuat Becca terlihat sangat malu.

Tanpa menunggu persetujuannya, aku merayap ke bawah, sementara Becca secara naluriah menekuk kedua kaki dan melebarkan selangkangannya. Aku membungkuk tepat dihadapan selangkangannya lalu bergerak menuju titik intimnya. Aku meremas pelan betis mulus itu, melepaskan dengan segera celana dalam yang menutupi benda kenyal indah milik perempuan yang setengah mati ku cintai ini. Perlahan aku mendekati liang itu, menghirup aroma yang menyeruak dari dalam sana. Kini aku menjulurkan lidah dan menyapu bibir kenyal miliknya dengan pelan. Sementara si empu kemaluan hanya bisa menggigit bibirnya menahan desahan agar tidak keluar. Namun percuma. Sentuhan lidahku membuatnya melemah.

"Oh Fuck!" Pekiknya. "Aaahhh── Freen!"

Aku tertawa mengejek melihat dia semakin tersiksa. Rasa asin kini memenuhi indera pengecapku. Aku semakin bernafsu, birahiku memuncak. Aku mainkan lidahku pada titik sensitif miliknya, menggesekkan lidah tepat pada klitoris, aku memainkannya. Menggodanya agar dia semakin tersiksa.

Becca hanya bisa mengerang dengan tubuh yang bergetar hebat. Ku lirik sebentar, ku lihat dia memejamkan kedua matanya frustasi. Aku kembali dengan kesibukanku di bawah sana, menyesap seluruh cairan nikmat yang sedikit demi sedikit merembet keluar.

"Apakah ini sudah cukup?" Godaku dengan menjilati sisa cairan nikmatnya yang menempel pada bibirku. Seketika Becca membuka matanya dan mendelik marah padaku.

"Yak! Aku akan membunuhmu!" Teriaknya kesal, membuatku tertawa dalam hati.

"Katakan padaku dengan benar..." Suruhku dengan memasang ekspresi dingin dengan sengaja.

Dia menghela nafas, mengaturnya. "Lakukan padaku, aku membutuhkannya..." Ucapnya pelan dengan malu-malu.

"Tidak, ulangi. Bukan seperti itu." Kataku memancingnya agar dia tahu maksud ucapanku.

"Freeen..." Dia mulai merajuk, birahinya sudah sampai ubun-ubun.

"Katakan dengan benar sekali lagi." Suruhku setengah memaksa masih dengan ekspresi dingin.

Sekali lagi di menarik nafas, sepertinya tahu maksud perkataanku. "Freen, aku mohon lakukan itu padaku. Vaginaku sudah sangat gatal. Lakukan seperti tadi atau masukan jarimu. Mainkan di dalam vaginaku. Aku sangat membutuhkannya. Ahhh──!" Ucapnya dengan ekspresi sangat frustasi bercampur kesal. Aku tersenyum lebar mendengar dia memohon padaku untuk memuaskannya. Sangat manis dan membuat naluri liarku semakin menjadi-jadi.

"As your wish baby──" Ucapku dengan ekspresi seperti binatang buas yang menemukan mangsanya.

Kali ini jariku yang turut andil, menusuk liang perempuan yang ku cintai itu dengan jari tengah. Menerobos liang hangat miliknya. Mengaduknya dengan tempo pelan kemudian cepat.

"Aaahh aahh shit!" Pekik Becca keras.

Aku mengeluar-masukkan jariku secara brutal, sangat cepat hingga berkali-kali Becca memekik menahan sakit juga nikmat. Nafasku menderu berantakan sementara Becca meremas ujung bantal saat sensasi memuncak menggerayangi tubuh bagian bawahnya.

Semenit kemudian dia terkulai lemas, gemetar hebat setelah menerima sensasi dari perlakuanku. Aku mencabut jariku dari lubang licin dan sempit milik Becca kemudian mengeluarkan smirks sembari mengangkat jari tengah yang tadi mengobrak-abrik benda kenyal miliknya. Menjilati jari yang berlumuran cairan bening itu dengan ekspresi yang sensual.

To be continued...

THE HOSTESS (freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang