11: Canda dan Tawa

746 77 10
                                    

















Pagi tiba dengan tenang di kamar yang masih samar oleh sinar matahari. Gito yang biasanya sulit bangun sendiri tiba-tiba terusik dengan helaian rambut yang wangi menyentuh hidungnya. Ia merasa ada sesuatu yang menggelitik hidungnya, membuatnya mendengus dan mengira ibunya sedang membangunkannya. "Huh, apa ini! Buuuu, bentar 10 menit lagi..." gumamnya setengah sadar.

Namun, tak ada yang Gito dengar seperti biasanya-tidak ada tabokan, teriakan, atau tarikan selimut. Perlahan, ia teringat bahwa ia tidak tidur di rumahnya. Otaknya mulai mengumpulkan potongan-potongan memori malam sebelumnya, akhirnya membuka matanya dan melihat ranjang tidur yang sudah kosong di didepan pandangannya.

Pandangan Gito turun, dan ia melihat kepala berambut yang berada di dadanya. Belum menyadari siapa yang ada di sana, tanpa pikir panjang ia langsung memundurkan tubuhnya dan mendorong makhluk yang belum dikenalnya itu. "Ehhh....." teriak Gito sambil mendorong.

Seketika terdengar teriakan yang lebih kencang dari makhluk itu, "Aduh.... hmmmm, sakit." Suara seseorang yang memegangi bagian belakang kepalanya.

Suara itu membuat Gito sadar siapa yang ia dorong, meskipun wajah orang itu masih tertutup rambut. Panik, Gito langsung jongkok dan mengelus kepala seseorang yang baru saja ia sadari adalah Shani. "Shani, Shan, kamu nggak papa?"

"Gak papa gimana, sakit," jawab Shani yang sebelumnya tidak dikenali oleh Gito.

"Maaf-maaf, nggak tahu Shan, kalau itu kamu. Aku pikir hantu," bela Gito dengan gugup.

Shani, sambil menangis karena kesakitan, mengomeli Gito, "Hantu? Mana ada hantu pagi-pagi! Gak perasaan banget. Hik.. hik... sakit, kamu punya dendam ya sama aku?"

Gito yang panik terus mengusap kepala Shani, "Maaf ya Shan. Gak sengaja tadi."

Shani yang dramatis dalam kesakitannya, memerintahkan Gito untuk mengangkatnya. Setelah drama kesakitan tersebut, Shani teringat bahwa mereka harus pergi ke bandara jam 6 pagi. "Git, ini jam berapa?"

Gito sebenarnya heran, karena beberapa detik sebelumnya wanita di depannya itu menangis sam memeluknya tiba tiba berbicara dengan jelas dan seolah tak merasakan kesakitan. Gitoyang masih kebingungan, menjawab, "Jam? Bentar... jam setengah 6. Kenapa emang?"

Seketika Shani kaget, "Lupakan..." Pasrah Shani karena ia sadar tak mungkin mereka mengejar pesawat.

Gito sebenarnya penasaran, tapi ia memilih untuk tidak menanyakannya, "Yaudah, ..... dah sembuhkan kepalanya? Aku mandi dulu ya, Shan."

Gito pun berdiri dari sofa dan melangkah menuju toilet kamar Shani. Melihat Gito bangkit dan berjalan menjauh, Shani kesal dan kecewa dengan respons Gito, "Isss, gak pekaan banget. Dasar kulkas... lama-lama aku matiin tuh kulkas rese," pikir Shani dalam hati, namun ia tersenyum mengingat betapa nyamannya tidur bersama seseorang yang ia sayangi.

*
Saat didalam kamar mandi, Gito melihat wajahnya sendiri, sambil memegang dadanya, ia sangat bingung sekarang bagaimana bisa ia malah terasa nyaman saat tidur bersama orang yang ia sendiri berharap tak akan mengikut sertakan hati dalam perjanjian ini.

Tapi lama lama Gito sadar bahwa ia tak akan mampu mempertahankan prinsipnya, jikalau Shani lah yang memulainya.

Sampai Gito teringat janjinya ke Papanya Shani bahwa ia akan menjaga Shani bagaimanapun keadaannya. Dan ia ingin memegang janji itu..... Sampai....

Shani sendiri yang mengakhirinya.
*
*
*

Setelah mandi dan bersiap-siap, Gito kembali ke kamar. Shani sudah terlihat lebih baik, meski masih ada sedikit rasa kesal di wajahnya. "Shan, kita jadi ke Bali atau enggak?"

CERITA DIBALIK KONTRAK (GITSHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang