"Pah!" Vina menegur Cakra karena menurutnya ini bukan situasi yang tepat setelah mereka tahu bahwa Lian sudah mempunyai kekasih.

Sedangkan Lian dan Alika saat ini hanya bisa memandang Cakra dengan tatapan penuh tanya.
"Papa apaan sih, kayak bocah aja pake dijodoh-jodohin" ucap Lian tak setuju dengan ide gila sang ayah itu.

"Iya Om, lagian Alika juga belom mau nikah sih" tambah Alika agar ayah sahabatnya itu mempertimbangkan lagi keputusan yang dibuat.

"Lian, usia kamu sekarang itu sudah siap untuk menikah. Lagian mau nunggu apa lagi" Cakra masih terus mempertahankan keputusannya.

"Dan untuk Alika, Om kemarin sudah menghubungi papi kamu di London dan dia juga setuju dengan perjodohan ini. Jadi apa lagi masalahnya?" tambahnya.

Lian menghembuskan napasnya kasar.
"Ya emang bener umur aku udah siap buat nikah, tapi bukan berarti aku mau buat dijodohin. Lagian kan tadi Lian udah bilang kalo Lian punya pacar" Lian sudah mulai tersulut emosi sekarang. Vina yang berada di sampingnya hanya bisa berusaha menenangkan putranya.

Cakra tertawa meremehkan.
"Emang kamu yakin kalo pacarmu itu mau diajak nikah cepet?"

Emosi Lian semakin tidak terkontrol. Sungguh ia tidak mengetahui kenapa sang ayah tiba-tiba mencampuri urusan mengenai siapa yang akan menjadi pasangannya.
"Siapa sih Pa yang mau nikah cepet tuh. Lian santai aja kok, gak nuntut pasangan Lian buat nikah secepatnya"

"Berarti itu tandanya kamu gak serius sama dia. Udah deh Li, kenapa sih gak nurut apa kata papa aja. Lagian selama ini keputusan yang papa ambil buat kamu juga berujung baik kan" ucap Cakra dengan menatap tajam kedua mata Lian.

"Kalo yang kamu permasalahin adalah cinta dan perasaan, semua itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Kalian berdua kan sahabatan juga, gak susah lah harusnya" tambahnya.

Rahang Lian sudah mengeras sekarang, urat-urat wajahnya mulai muncul, tangannya di bawah sana sudah mengepal dengan sempurna. Pria itu benar-benar menahan emosinya.
"Cukup ya, Pa! Gak semua permasalahan kayak gini tuh penyelesaiannya adalah dengan perjodohan. Terserah papa mau ngatur karir aku atau apapun itu, tapi nggak untuk yang satu ini!" Lian menumpahkan emosinya dengan menggebrak meja dan meninggikan suaranya.

"Yang sopan ya kamu! Gak ada yang bilang kalo ini adalah permasalahan. Kamu tinggal bilang 'iya' dan semuanya bakal beres, Li" ucap Cakra dengan menunjuk wajah Lian karena tak kalah emosinya.

"Papa yang bikin ini semua jadi masalah! Dari awal yang permasalahin tentang umur Lian dan ngatur-ngatur buat nikah kan papa. Pake segala bikin ide buat jodoh-jodohin" sanggah Lian dengan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Suasana semakin mencekam sekarang. Vina hanya bisa menenangkan dua orang yang bersitegang tersebut, sedangkan Alika masih terdiam mendengar perdebatan hebat di sana.

"Udah ya Pa, intinya Lian nolak keras perjodohan ini. Papa atau mama sekalipun jangan ada yang pernah buat nyoba bujuk aku pake alasan apapun. Lian gak mau bahas ini lagi" final Lian.

Sang ayah masih belum mau mengalah, pria paruh baya itu masih memegang kuat keputusannya.
"Terserah, intinya papa mau kalian berdua dijodohkan. Papa akan lanjutkan perjodohan ini ketika orang tua Alika pulang ke Indonesia!"

"Pa, aku tahu pikiran papa gak mungkin sependek ini buat nentuin sesuatu. Aku kenal papa bukan cuma setahun dua tahun ya. Jujur deh, tujuan papa buat bikin perjodohan ini tuh apa?" Lian mencondongkan tubuh ke arah sang ayah menuntut agar pria itu menjawab jujur.

"Business?" tebakan Lian kali ini semakin menyudutkan posisi Cakra.

Cakra tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hal itu membuat Lian semakin yakin bahwa tebakannya kali ini benar. Dugaan itu muncul karena Lian tahu bahwa Cakra tidak akan mengambil keputusan seperti ini. Benar saja, sang ayah merencanakan sebuah perjodohan hanya untuk kepentingan bisnis.

Ayah dari Alika adalah teman baik Cakra, dia bernama Farhan Aminoto. Farhan saat ini memutuskan untuk menetap di London bersama sang istri demi mengurus lini bisnisnya yang sekarang sudah berada pada cakupan internasional. Tentu saja perjodohan tersebut merupakan kesempatan besar bagi Cakra untuk bisa memperkuat hubungan bisnisnya dengan teman baiknya itu.

Lian berdecak sebal sembari meninggalkan ruangan. Ia sudah muak untuk terus berdebat dengan sang ayah. Jika pembahasan ini terus dilanjutkan, tidak akan ada ujungnya. Sang ayah hanya akan berikeras dengan perjodohan ini sedangkan Lian akan tetap menentang keputusan Cakra.

"Lian, tunggu nak" Vina rupanya mengejar putranya diikuti oleh Alika di belakang.

"Maafin papamu ya, mungkin sekarang masih emosi. Nanti mama coba buat bicarain ini lagi ya" tambah Vina seraya mengusap lembut wajah anak tunggalnya itu.

Lian mengangguk lemah.
"Iya ma gapapa. Mama boleh ngobrolin ini sama papa, tapi Lian mohon jangan sampe jadi kalian yang berantem ya" ucapnya dengan memeluk sang ibu.

Vina mengangguk paham.
"Jangan terlalu dipikirin, ya. Sekarang mending kamu pulang aja buat istirahat"

Lian setuju dengan perkataan sang ibu. Lebih baik sekarang dirinya kembali ke apartemen untuk mengistirahatkan badan dan pikirannya kembali.

Sebelum kaki Lian mulai melangkah keluar dari pintu, Vina menghentikannya. Wanita itu melirik ke arah Alika di sana.
"Li, boleh tolong anterin Alika? Dia gak bawa mobil, tadi kesini dijemput supirnya papa terus sekarang lagi gak di rumah"

Sebelum Lian sempat memberi jawaban, Alika lebih dulu membuka mulut.
"Gak usah tante gapapa, aku bisa naik taksi online aja" Alika memahami suasana hati Lian yang sedang tidak baik saat ini.

"Gue anterin" ucap Lian menyetujui untuk mengantar Alika terlebih dahulu. Ia memang sedang kesal dengan papanya karena perjodohan ini, namun Alika tetaplah sahabatnya.

~

Dalam perjalanan menuju rumah Alika, keduanya tetap diam tanpa ada obrolan apapun sampai saat ini.
"Sorry ya Al, gue juga gak tau kenapa  bokap bisa ambil keputusan bodoh kayak gitu" Lian mulai membuka suara.

"Santai aja, mungkin egonya sebagai orang tua lagi tinggi. Pengen anaknya cepet nikah" jawab Alika santai.

Lian mendengus pelan.

"Dia gak peduli tentang gue, dia cuma jadiin ini buat kepentingan bisnisnya. Tapi lo tenang aja, gue bakal cari cara biar perjodohan ini batal" ucap Lian sembari melirik Alika dan mengalihkan pandangannya kembali ke arah depan.

Alika mengangguk setuju.
"Gue juga bakal coba buat bujuk papi"

Banyak hal yang memenuhi pikiran Lian sekarang. Ia memikirkan bagaimana perasaan Salsa jika mengetahui rencana papanya barusan.
"Al, tolong jangan cerita ini ke siapapun ya termasuk...." Lian menggantungkan kalimatnya.

"ke Salsa?" tebakan Alika sangat tepat kali ini.

Lian mengangguk.
"Gue gak mau bikin dia kepikiran. Biar coba gue atasin sendiri dulu"

"Of course" jawab Alika sambil terlihat menganggukkan kepalanya berulang kali.

~

Haii, gimana gimana gimana?
Kritik/saran boleh komen aja yaa.
Jangan lupa vote jugaaa⭐

Thank u for the feedback
Happy Reading💖💫

Merindu Selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang