Part 22 Suara Hati

Mulai dari awal
                                    

"Aku keluar sebentar," kata Brody, lalu dia langsung berjalan dengan langkah cepat keluar dari kamar Viena.

Viena menempati kamarnya sendiri, dikarenakan Viena selalu merasa mual hanya gara-gara berada di kamar Brody. Dengan terpaksa Brody melepaskan Viena untuk tidur di dalam kamarnya sendiri, namun Brody selalu menemani dan tidur di samping Viena.

"Ada apa?"

"Sudah kamu cari tahu dengan benar?"

"Mayatnya pak Bram ada di mana sekarang?"

Viena yang penasaran, tanpa disangka malah mendengar berita yang mengejutkan. Viena lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan kiri. Sepasang matanya ikut membelalak dan dalam beberapa detik kemudian Viena langsung tersadar. Dia segera berbalik dan kembali ke atas kasur, sebelum dia ketahuan oleh Brody, kalau dia habis menguping di balik pintu kamar.

"Urus dengan baik," kata Brody, lalu ia akhiri dengan pemutusan panggilan sepihak tanpa berkata apa-apa lagi.

Brody memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya, lalu kembali masuk ke dalam kamar. Dia melihat Viena sudah terlelap secepat kilat. Dia sempat merasa bingung, tapi dia urungkan rasa curiganya.

Brody hanya menatap lebih lama wajah Viena yang tampak cantik, meski Viena sedang tidur. Diam-diam Brody mengulum sebuah senyuman, lalu pergi mematikan lampu kamar dan hanya menyalakan lampu kecil untuk mengurangi pencahayaan penerangan dan kegelapan di dalam ruangan kamar.

Kali ini Brody tidak langsung menemani di samping Viena, namun dia segera berbalik tujuan dan berjalan keluar dari kamar Viena. Pikirannya tengah kacau saat ini dan dia takut Viena bakalan kenapa-napa, bila Viena mengetahui berita mengenai Bram.

"Ayah ... Kematian pak Bram bukan ulahmu, kan?" tanya Brody, setelah Jeksen menerima panggilan telepon darinya.

Brody sedang berada di dalam kamarnya sendiri. Dia menunggu jawaban dari Jeksen sambil berdiri di depan meja kerjanya.

"Kamu rasa?"

Bukannya mendapat jawaban dari Jeksen, tapi malah Jeksen bertanya balik ke Brody. Brody akhirnya dapat bernapas lega.

"Aku sudah tahu jawabannya. Terima kasih, Yah ... karena sudah mau menarik permintaanku sebelumnya."

Pertama kalinya Brody dapat berterima kasih ke Ayahnya sendiri.

Jeksen dapat mendengar dengan jelas suara Brody, lantas ia tersenyum penuh bangga, lalu kembali membuka suara, "Tanpa perlu aku utus seseorang, dia sendiri sudah dibunuh oleh kebodohannya sendiri."

Brody menautkan alisnya.

'Informasi Ayah selalu cepat dan lebih akurat daripada aku,' batin Brody.

Jeksen tidak dapat mendengar suara Brody lagi, lantaran Brody sedang merenung di tempat.

"Nak, seburuk-buruknya Ayahmu ini ... setidaknya, Ayah tidak benar-benar menelantarkan dirimu. Apalagi untuk menyakitimu ... tidak pernah terpikir sama sekali oleh Ayah," ungkap Jeksen dari lubuk hatinya yang terdalam.

Brody tidak dapat mengekspresikan dengan benar perasaannya sekarang. Dia tidak menyangka akan ada hari ini. Bagi Brody terasa seperti dia sedang bermimpi.

"Nak?" panggil Jeksen dari seberang sana.

"Sebenarnya, tanpa Ayah bilang pun, aku sudah tahu. Hanya saja, aku butuh waktu untuk menerimanya dengan benar. Ayah tahu sendiri, bukan? Selama ini Ayah tidak pernah ada waktu buat aku."

"Maafkan, Ayahmu ini, Nak. Ayah terus merasa bersalah denganmu selama ini. Ayah merasa, selama ini Ayah belum menjadi Ayah yang benar."

"Bukankah masih ada banyak waktu untuk ke depan?"

"Iya, kamu benar, Nak."

"Sebenarnya Ayah pun terluka sendirian di sana. Aku tahu itu ... dan, mulai sekarang aku akan berjuang untuk diriku sendiri dan wanita yang kucintai. Ayah urus saja diri Ayah di sana dan jagalah kesehatan."

"Maaf, karena Ayah tidak pernah bisa kembali ke sana."

"Mungkin, ke depannya kita dapat bertemu, Yah. Mungkin, aku yang akan mengunjungi Ayah di sana."

"Baiklah. Ayah akan sehat terus sampai kita bisa bertemu kembali."

"Baik, Yah."

Panggilan diputuskan oleh Brody sendiri. Brody merenung begitu lama di dalam kamarnya. Ada perasaan lega yang sulit Brody katakan hanya lewat kata-kata saja. Pertama kali pula Brody merasakan kebebasan alami yang sudah lama ia pendam. Brody merasa ini akan menjadi titik awal untuknya dapat memulai kehidupan yang baru. Brody kembali ke kamar Viena, begitu perasaannya sudah terasa jauh lebih tenang.

The Guy Brody [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang