"Kalian bertiga memang yang paling buruk di antara para kesatria. Membahas soal kerajaan, bahkan memakai sihir di camp! Memalukan." seorang gadis dengan surai perak panjang diikat dua muncul dari balik tubuh kakaknya, dia Cynthia de Aghthaviel.
"Kenapa dia selalu ngintilin kakaknya sih?"
"Ugh ... Anak ini ..." Akari tersenyum geram, dengan paksaan Kazumi mereka bertiga sekali lagi menunduk hormat.
"Sudah sepantasnya kalian itu menghormati kami, melindungi kami, juga melayani kami. Dasar manusia rendahan."
Baru saja Akari dan Rei hendak membalas, Kazumi membuka suara lebih dahulu. "Maaf Yang Mulia. Bukankah kalian yang mendesak kami untuk melindungi kalian? Lalu, untuk apa kami melakukan semua itu jika hanya bertujuan melindungi kalian dan dunia kalian ini. Kami juga memiliki dunia lain, juga pekerjaan. Seharusnya kalian memberikan fasilitas yang layak, bahkan seharusnya kalian lah yang menghormati serta melayani kami para penyerang garda terdepan."
"Ka-kau!!! Beraninya bicara begitu! Jangan kau kira aku tidak tau kalau kau, tidak, hanya kau yang tidak memiliki keahlian diantara yang lain!"
"Apa-apaan kau mengejek Kazu?! Dia berguna dalam membuat strategi tau!" protes Akari.
"Jangan lupa kau yang sering membuat kacau latihan, nona Cynthia." Rei menambahkan.
"KALIAN—"
"Cukup Cynthia." Yulian menahan adiknya mengeluarkan sihir api biru. Sihir itu sangat kental dengan darah bangsawan. Konon, api bisa membumi hanguskan sebuah negara di negeri itu pada saat dulu kala.
"Tapi para rendahan itu-!" Cynthia menatap sang kakak, mencoba membela dirinya sendiri.
"Aku bilang cukup." Yulian melirik sang adik tajam, membuatnya terkejut. Perlahan gadis berambut perak itu mengangguk kaku. Pemuda itu kemudian mengalihkan pandangannya pada ketiga gadis di depannya. "Dan kalian, cepatlah pergi ke tempat latihan sekarang."
Dengan itu, dia berjalan pergi. Meninggalkan adiknya di belakang.
"He-hei! Tunggu aku, Kakak!" Cynthia mulai berlari mengejar kakaknya, tak lupa menjulurkan lidah kepada tiga gadis lainnya ketika dia melewati mereka.
"...."
Untuk sementara, mereka diam. Baru saat kedua kakak beradik itu tak terlihat dari pandangan mereka serempak menghela napas.
"Ahhh! Menyebalkan sekali! Aku ingin cepat-cepat pulang!" Rei menggerutu, mengetuk-ngetukkan kaki ke lantai. "Kalau bisa sebelum itu aku ingin meninju wajah angkuh mereka, tapi aku ingin pulang sekarang!"
"Iya 'kan? Apa-apaan mereka? Terutama Nona Cynthia! Mentang-mentang anggota kerajaan!" Akari ikut menggerutu.
"Sudah, diam lah kalian berdua. Lebih baik sekarang kita cepat-cepat ke tempat pelatihan, sebelum ada yang memergoki kita lagi," ucap Kazumi. Dia mendahului keduanya dan berjalan ke tempat pelatihan.
---
Di tempat pelatihan, satu hal yang langsung menarik atensi ketiganya adalah Cynthia yang bercengkrama akrab dengan tiga pahlawan lainnya. tampaknya mereka akan akrab.
Tatapan mereka bertiga tentu dibalas dengan tatapan jijik yang menghakimi. Bagus sekali, baru beberapa hari berada di dunia asing dan mereka telah berhasil membuat musuh.
"Pahlawan! Berbaris!" titah sang jendral dengan lantangnya.
Bak semut yang segera mengerumuni gula, seketika pasukan remaja dengan pakaian ksatria itu mengambil barisan mereka masing masing. Jenderal yang berdiri menatap mereka satu persatu dengan tajam, "Kalian adalah bintang terpilih yang berhasil menapak di bumi. Sebagai ksatria yang baru saja berpartisipasi dalam peperangan, kami tentu mengharapkan kinerja baik dari kalian."
"Sedikit kata, kalian harus membangun kekuatan untuk melindungi kekaisaran, memerangi tokoh jahat para abyss yang hendak meruntuhkan kekaisaran. Oleh sebab itu, kami akan mengadakan pelatihan rutin yang wajib diikuti para ksatria setiap 12 kali dalam seminggu!" tutur Jendral itu mengundang bisik bisik dari para pahlawan.
"Oh wow, apa mereka sedang mengembangkan robot?" Kazumi memutar matanya.
"Tentu, tinggal menanamkan mesin dan kita telah menjadi prajurit besi kekaisaran."
"Apakah ini bisa disebut dengan diperbudak?" Rei berbisik lemas.
"Ikuti saja apa yang mereka mau, mengeluh hanya memperburuk keadaan." Kazumi berkata demikian, dia mengeluarkan sebilah pedang. Hanya berpedang kemampuannya saat ini, ia tidak bisa mengeluarkan sihir seperti Akari ataupun Rei.
"Halo nona, siap untuk dikalahkan lagi?" Seorang pemuda bermanik ungu legam menatap angkuh, dia tersenyum licik.
"Dasar Vinn jelek! Awas saja kau macam-macam dengan Kazumi! Ku terbangkan kau hingga langit ketujuh!" teriak Akari dari kejauhan.
Vinn—pemuda itu meregangkan tubuhnya, "Siapa peduli? Latihan itu berarti mengeluarkan seluruh kemampuan!"
TRANG!!
Bunyi pedang beradu membuat seluruh atensi tertuju pada Vinn dan Kazumi. Secara tiba-tiba Vinn melayangkan serangan. Jika telat sedetik Kazumi menyadarinya, mungkin tubuhnya sudah terbelah sejak tadi.
"Hahaha! Ayo kita lihat sejauh mana kau bisa bertahan, Nona." Vinn menyeringai, tubuhnya dipenuhi asap putih. Itu salah satu keahlian sihirnya, yaitu kabut.
Kabut itu mulai menutupi area sekitar, membuat pengelihatan Kazumi menjadi minim. Vinn menghilang, menyatu dengan kabut. Diantara para pahlawan pedang yang lain, Kazumi sangat menghindari berlatih dengan Vinn. Sepertinya hari ini sial untuknya.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
The Final Curse
FantasySifat manusia tidak jauh dari egois, serakah, dan angkuh. Egois dengan keinginan, serakah akan kekuasaan dunia, dan angkuh pada yang rendah. Karena sifat itu, mereka saling menjajah satu sama lain. Dunia lain pun mereka rampas habis tak bersisa. Me...
01 -- Agthaviel.
Mulai dari awal