RANIN - BAB 2

Mulai dari awal
                                    

Belum tau aja lu, backingan dia harimau benggala. Di Raup wajah Lo tau rasa! Anjir ini gimana ya cara kaburnya? Tuhan tolong...

Anin bermonolog dalam hati, memikirkan bagaimana cara kabur. Saat terbesit dari pikirannya sebuah ide, langsung ia eksekusi saja.

"Polisi!" Teriak Anin menunjuk kedepan, membuat mereka semua menoleh dan saat itu juga Anin menendang benda pusaka lelaki besar disebelahnya dan mulai berlari kearah mobil.

Sialnya, keberuntungan memang tidak pernah berpihak pada Anin. Salah satu lelaki besar lainnya menyadari pergerakannya dan memukul bahunya.
Pandangannya mulai mengabur, tapi ia bertahan.

Saat sebuah bogem ingin melayang kewajahnya, Anin menampik tangan besar itu. Memberikan tinju pada dada pria dihadapannya, juga tendangan pada tulang kering. Anin berhasil melumpuhkan dua, tapi masih ada lima lagi yang mulai maju kearahnya.

Anin terkepung, perkelahian itu tidak seimbang. Lima lelaki berbadan dua kali darinya berhadapan dengan satu perempuan sekecil dia.

Walaupun Anin memiliki sedikit kemampuan bela diri, tapi tetap saja ini tidak seimbang. Akhirnya, ia kalah.
Satu bogem bersarang diperutnya, membuat ia terjatuh dengan lutut yang menumpu tubuhnya. Darah mulai keluar dari mulutnya, tetapi Anin masih mencoba berdiri dan melirik mobil.

Ica masih disana dengan wajah panik, Anin mengkode Ica untuk tetap disana sebelum kegelapan menyerang.

Sayup ia mendengar suara sirine, saat kepalanya sudah tidak bisa lagi ia ajak kerja sama. Tubuhnya limbung, membantu aspal dan pandangannya menatap beberapa gerombolan pria lain berbaju hitam. Anin harap, itu bantuan untuknya. Ya, semoga saja.

Anin memejamkan mata, menjemput kegelapan yang sudah melambai ingin sekali memeluknya.

***

"Mas, gimana?? Udah ketemu??" Tanya Ica pada Gara yang masuk kedalam ruang rawat.

Ini adalah ruangan tempat Anin terbaring dengan beberapa perban dibagian Wajahnya. Ada Ica juga Gara dan Tara yang saat ini masih on the way karna saat dikabari, ia sedang menghadiri rapat.

"Sudah, tapi aku tidak bisa berbuat banyak. Karna sebelumnya memang aku dan Anin sudah membicarakan ini. Katanya ia yang akan menyelesaikan ini..." Penjelasan Gara membuat Ica semakin kalut.

"Engga bisa gitu dong, Mas. Kasian Anin kalo kaya gitu terus, Mas bantuin dong. Aninkan selalu ada buat aku, selalu temenin aku kalo kamu engga bisa, ayo dong Mas bantuin..." Rengek Ica, air matanya sudah mulai turun setetes demi setetes yang akhirnya menderas.

"Sabar sayang, aku akan berusaha. Tapi hanya jika Anin yang menginginkan, kita tidak boleh ikut campur terlalu jauh.." Gara memeluk Ica yang mulai terisak.

"Nghh" lenguhan Anin mengintrupsi keduanya. Membuat mereka mrefleks menoleh.

"Nin? Minum dulu..." Ica merangsek maju, membawa segelas air kehadapan Anin yang disambut baik oleh perempuan itu.

"Pak.. maaf saya lalai". Kata Anin saat dia sudah menemukan suaranya.

"Tak apa, ini semua kecelakaan" balas Gara

"Engga, ini bukan salah Lo. Atau siapapun, Lo kenapa engga pernah cerita masalah kaya gini ke gue sih?! Lo engga anggap gue ya??" Kata Ica pura-pura marah.

"Sorry, gue cuma engga mau Lo khawatir aja. Bener Ca, gue gapapa kok.." suara Anin membuat mata Ica panas, bulir air matanya mulai keluar lagi dan itu membuat Anin kebingungan

"Jangan nangis Ca, gue gapapa.." kata Anin pada Ica yang masih terisak diperlukan Gara.

Pintu ruangan itu terbuka lebar, membawa Tara masuk dan menghampiri Anin.

"Kok bisa gini sih? Sok banget Lo, lagi ngapain sih emang? Mereka lagi yang nyerang? Bener engga kapok ya! Kali ini harus dikasih pelajaran!" Kata Tara saat sudah ada disamping brangkar Anin.

"Lebay! Gue gapapa, kuat nih.." kata Anin yang malah dihadiahi jitakan dari Tara.

"Keras kepala sih! Kali ini gue engga bakal kasih ampun ya Nin. Mereka udah keterlaluan banget!" Kata Tara lagi, masih betah mengomel rupanya laki-laki itu.

"Gapapa, santai. Gue bisa urus sendiri" kata Anin lagi yang mana membuat Tara menghela nafas berat.

"Nin, gue pamit ya. Ra, tolong jaga Anin ya??" Kata Ica mengintrupsi perdebatan keduanya.

"Anak ini aman Ama gue". Sahut Tara, tatapannya berubah tak bersahabat pada Gara yang menatapnya sinis.

"Oke Ca, makasih ya. Makasih pak" kata Anin yang dibalas anggukan keduanya.

Saat kedua sejoli itu keluar, barulah Anin meledek Tara.

"Gue tau, Lo khawatirnya sama Ica kan? Cuma jiper duluan sama harimaunya yang ada disampingnya" ledek Anin membuat Tara memasang wajah masam.

"Sialan Lo! Lagian Lo kenapa lewat jalan sepi coba?" Protes Tara dengan wajah sebal.

"Ya, namanya juga jalanan macet banget. Tapi dia aman kok. Gue dapet gaji dobel sih ini harusnya, kerja Ama pak Gara juga, kerja Ama Lo juga! Kalo engga kaya mah kebangetan gue!" Kata Anin dengan nada meledek.

"Benar-benar otak Lo isinya duit doang ya!" Proses Tara dengan wajah nyolotnya.

Anin tertawa, tapi tidak dengan hatinya yang meringis menyaksikan segalanya. Menyaksikan betapa beruntungnya menjadi seorang Annisa Azalea, yang banyak dilindungi oleh orang disekitarnya. Sedang dia? Ada yang ingin berdampingan juga tidak.

Miris bukan??



.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Yuppp

Bersambung guysss....

Yuk vote komen biar aku semangat lanjutinnya..

Oh ya, find me on Instagram ya mirandaputri188 dan itsyaasss_wp

See you

With love,

RANIN #BagiandariRASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang