My Universe~5

Mulai dari awal
                                    

"Pesan?" Jari Abi menekan ikon pesan yang ada di pojok atas. Bibir lelaki itu sedikit terbuka melihat siapa yang mengiriminya pesan.

@phytaloka

Mata tajam Abi membaca rentetan pesan yang sudah menumpuk ratusan ribu. Terus menggulir, tapi Abi tak menemukan ujung pesan.

"Astaghfirullah!"
"Bi! Abi! Mau ke mana?" teriak Naya, dia hanya bisa menatap adiknya yang telah berlari keluar rumah.

"Ck! Dasar bodoh!" Bahkan hanya menatap mereka sedetik, Naya bisa menyadari jika dua manusia itu saling sayang, dan saling membutuhkan.

***

Terima kasih, karena kamu aku punya banyak teman. Ternyata remaja kota tidak seburuk itu.

Kamu semakin dekat dengan dia. Dia cantik, pintar, baik, tipemu sekali, kan, Bi?

Abi, kenapa kamu sakit? Katamu semua virus takut bahkan hanya menatap mata tajammu itu.

Selamat ulang tahun, apa impianmu tahun ini? Kuharap kamu selalu bahagia. Aku juga bahagia, apalagi melihat kamu tertawa lebar seperti tadi, meski bukan aku yang ada di pelukanmu.

Yeaaa, kamu bisa, Abi! Aku tahu kamu sangat hebat!

Abi, bagaimana di sana, aku dengar pelatihannya sangat berat?

Abi, aku rindu.

Tadi Becca menangis, dia rindu padamu, tapi yakinlah aku jauh lebih rindu.

Abi aku sedih, aku gagal kuliah lagi tahun ini.

Ciee, udah dua dua nih, nikah yuk! Eh, kamu cintanya sama Becca ding! Xixixixi

Kamu sangat gagah dengan seragam dan balok emas di pundakmu itu, Bi. Aku ingin memelukmu juga seperti yang Becca lakukan. Tadi kamu lihat aku dari jauh sana, kan? Aku datang juga loh!

Abi lama enggak ketemu kamu, kamu sehat di sana, kan?

Abi, langit Lebanon indah ya? Sampai buat kamu lupa pulang! Abi aku kangen!

Yeaaaa! Aku lulus, Bi!

Abi, Becca berangkat hari ini, kamu sedih, aku ikut sedih, Bi.

Aku dan kamu, malam ini aku resmi jadi nyonya Margana. Aku pingin peluk kamu semalaman, Bi, kamar hotel ini dingin, aku takut sendiri.

Apa yang lebih lelah dari lari marathon, ya nunggu kamu balas perasaanku! Dasar suami edan!

Abi, pulang cepet! Kangen banget loh!

Abi saranghae!

Suamiku!!!

Lima tahun bukan waktu yang singkat, Bi. Tapi selama lima tahun ini, aku tetep gagal mencuri hatimu.

Abi, kalau suatu saat aku terlahir kembali aku pingin jadi Becca!

Selamat tinggal, suami!

Klakson mobil dan sumpah serapah tertuju pada mobil Abi yang melaju kencang membelah jalan. Perasaan Abi menjadi tak karuan membaca sebagian, hanya sebagian pesan itu. Benar kata mbak Alya, dia tak peka!

Dengan langkah lebar, Abi memasuki gedung rumah sakit tempat Pita bekerja. Saat ini, Abi hanya ingin memeluk gadis itu. Seiring langkah kakinya masuk, jantung Abi semakin berdetak kencang. Apa yang harus Abi katakan di hadapan gadis itu, kalimat maaf tidak bisa mendeskripsikan rasa yang menyelimuti Abi saat ini.

Lobby rumah sakit tampak ramai, telinga sensitif Abi mendengar suara tangisan, bahkan suara penuh emosi. Ada apa? Kecelakaan, kah?

"Saya tidak mau tahu, saya ingin anak saya pulang dengan selamat! Mana direktur kamu!"

"Ya Allah, Nduk! Ibu enggak bisa apa-apa di sini." Abi menatap seorang wanita paruh baya yang luruh di lantai. Ibu itu menangis tersedu, di sampingnya dua wanita muda menenangkan.

"Rumah sakit ini harus bertanggung jawab penuh! Kami minta update keadaan di sana, secepatnya!"

Bagian pelayanan menjadi sangat ramai, bukan ramai orang ingin mengurus administarsi. Rumah sakit ini seakan didemo!

(Gempa susulan masih terus terjadi, aparat gabungan diterjunkan langsung untuk mengevakuasi. Hingga saat ini belum ada informasi resmi mengenai korban jiwa.)

(Rumah dan bangunan rata dengan tanah, gempa bumi ini jauh lebih besar dari sebelumnya.)

Gempa bumi?
Abi mengerjap membaca headline berita yang ada di layar televisi. Abi bergumam pelan melihat nama daerah yang sedang terkena musibah. Memang di daerah terpencil itu sering terjadi bencana, pemerintah sedang berupaya memindahkan penduduk daerah itu ke tempat yang lebih aman.

Banyak relawan, dan partisipan yang ada di daerah itu, tentu untuk memberi layanan kesehatan dan memastikan jika penduduk di sana mendapat kehidupan yang layak.

"Kak Abi!"

Abi berbalik, dia mendapati Karin berlari ke arahnya. Wajah gadis muda itu bercucuran air mata.

"Kak Abi!"

"Rin, kenapa?" Abi menelisik wajah adik iparnya yang kacau.

"Kak, Mbak Pita-"

"Kenapa, Pita?" Perasaan Abi semakin tak tenang.

"Mbak Pita ikut jadi relawan, kemarin lusa baru berangkat."

Deg!

Abi perpegangan pada tembok yang ada di belakangnya. Hati kecil Abi terasa sakit mendengar kalimat Karin.

"Kak, gimana ini, Mbak Pita-"
Karin tak sanggup meneruskan kalimat, tangisannya melebur menjadi satu dengan tangisan lain.

Malam itu, lobby rumah sakit dipenuhi dengan tangisan mereka yang khawatir tentang keselamatan keluarga, istri, teman, dan saudara mereka.

***

"Ibu, tahan ya!" Pita menggenggam erat lengan ibu paruh baya di sampingnya. Dia berusaha memindahkan runtuhan tembok besar yang mengubur sebagian tubuh bu Darmi.

Antara hidup dan mati, mereka terjebak di rumah tempat relawan tinggal. Rumah ini semi bangunan, Pita dan ibu yang biasa membantu para relawan terjebak di sana.

"Mbak, saya enggak kuat! Mbak lari saja, jangan hiraukan saya!"

"Enggak, Bu! Kita keluar sama-sama dari sini!"

Pita ingin berdiri, tapi gadis itu baru sadar jika kakinya terluka. Dalam hati Pita terus merapalkan doa. Keadaan sekitar sangat gelap, gempa bumi membuat semua akses terputus, Pita tidak tahu di mana dan bagaimana nasib rekan lain.

"Astaghfirullah!"

"Allahu Akbar!"
Mulut Pita tak berhenti berdzikir, apalagi saat gempa susulan terjadi.

"Allahu Akbar!"

"Mbak awas!!"

~

Satu bab lagi, terus selesai🙃

Ini gimana seh, mas Abi, istrinya pergi kok enggak tahu🤌

Bab tiga kemarin yang dihujat Abi, nah bab empat yang dihujat Becca, di bab ini siapa yang dihujat? 🤣

Bau bau sad******

Eh🫢

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang