[9] Fly Off The Handle

Mulai dari awal
                                    

Kedua mata Sugeng membelalak lebar, "Harus banget, Mbak, turun sampai ke lantai 1? Saya cuma capek, Mbak, belum bodoh," balasnya dengan nada sinis.

Jawaban Sugeng yang selalu diluar nalar berhasil membuat Jenar tertawa terbahak-bahak, wanita itu bahkan sampai harus membungkuk dan memegang perutnya karena tidak tahan melihat raut masam Sugeng sekarang.

"Lewat sini juga bisa," sambung Sugeng, menunjuk ke arah pintu darurat yang ada tepat di belakang tubuh Jenar.

Masih belum bisa menghentikan tawa, kepala Jenar menoleh ke belakang. "Ya udah, sana keluar."

Karena sudah mendapatkan izin, terlebih juga mood Jenar yang sudah membaik setelah satu minggu ini diuji dengan permintaan super nyeleneh atasannya itu, Sugeng tentu langsung berlari keluar dan buru-buru menuju ke lift agar bisa menyambut Jenar nanti di depan ruangannya.

Selisih waktu mereka hanya 1 menit, begitu Sugeng sampai di depan ruangan Jenar—Jenar menyusul juga setelahnya.

"Hari ini ada meeting?" Begitu masuk ke dalam ruangan, Jenar mulai mengabsen kegiatannya hari ini.

Sugeng menggelengkan kepalanya, "Nggak ada, Mbak. Minggu depan kita baru ada meeting dengan seluruh GM Attire Aura di Jakarta."

"Bukan. Bukan itu." Jenar dengan cepat mengoreksi, sementara tangannya sibuk menarik beberapa dokumen yang tersusun di atas meja secara asal. "Yang di zoom, atau di sini. Nggak ada?" tanyanya lagi.

"Nggak ada, Mbak. Untuk urusan tuntutan yang kemarin kita omongin, 'kan, Mbak mau hold dulu?" Jenar menganggukan kepalanya. "Jadi, meeting lanjutannya belum diatur lagi, Mbak."

Jemari Jenar dengan lincah membubuhkan tanda tangan di beberapa dokumen di mejanya, "Berarti nggak ada meeting dong hari ini?" tanya Jenar lagi, dan untuk kesekian kalinya Sugeng membalas lewat anggukan kepalanya. "Yah... kecewa, deh," gumam wanita itu pelan, disambung helaan napas panjangnya yang kedengaran jelas.

Di depan meja Jenar, Sugeng—tidak kalah cekatan—memilah dokumen-dokumen yang tertumpuk untuk mengambil beberapa file yang butuh untuk ditandatangani dan memberikannya ke Jenar selagi dia juga mengambil dokumen yang sudah ditandatangani atasannya itu.

Baru juga kemarin Jenar mengomel dan memarahinya karena masalah meeting yang menurut wanita itu tidak selesai-selesai, dan sekarang setelah semuanya membaik—setidaknya terlihat dari wajah cerah Jenar pagi ini—founder Attire Aura itu mendadak ingin mengadakan meeting? Apa ini masuk akal?

"Ngomong-ngomong soal meeting..." Sugeng menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan Jenar yang berhenti menandatangani dokumen di hadapannya yang masih tersisa banyak. "Aku keinget soal Wita. Yang waktu itu dia ikut meeting kita di Jakarta—yang itu," katanya sambil mendongakkan kepala, menatap ke arah Sugeng yang berdiri di depan meja kerjanya.

"Mbak nggak tanya langsung ke Pak Wita-nya?" tanya Sugeng balik.

Jenar menggeleng, "Belum dan nggak berniat tanya juga." Dia sebenarnya penasaran dan bertanya-tanya kenapa pria itu bisa mengikuti meeting perusahaannya, tapi Jenar selalu lupa dan terbayang-bayang soal lamaran yang diberikan pria itu yang membuatnya mengurungkan niat untuk bertanya.

"Tanya Pak Samuel aja, Mbak, kalau Mbak beneran penasaran."

"Kamu nggak tahu apa-apa memangnya?" tanya Jenar cepat dan Sugeng menggelengkan kepalanya juga tak kalah cepat. "Kamu pikir saya percaya?" Jenar mendengkus, dia lalu kembali fokus menandatangani berkas di hadapannya.

Karena dokumen yang ditandatangani cukup banyak, Sugeng memutuskan untuk duduk—sesuai dengan perintah Jenar yang ia tolak sebelumnya.

Suasana di ruangan Jenar kembali hening, hanya suara goresan bolpoin dan kertas dokumen saja yang terdengar—sesuatu yang jarang terjadi kalau mood Jenar sudah membaik seperti hari ini. Karena merasa tidak tahan, Sugeng memutuskan untuk buka suara—mencoba untuk memulai sebuah obrolan setelah dia mengingat salah satu cerita yang sering Jenar bagi bersamanya.

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang