"Arkana? Lagi les piano."
Ini adalah hari pertama Arkana les piano. Menurut Alvian, bila Arkana terlalu sulit untuk berbicara lebih, ada baiknya jika Arkana bisa menyalurkan perasaannya lewat jalur seni. Alvian tak bisa membiarkan Arkana langsung bersosialisasi di sekolah dengan kondisinya yang seperti itu. Sebagai seorang ayah, Alvian akan membawa Arkana melangkah satu persatu langkah.
"Lo lagi berantem sama Tasya?" Skylar melipat kedua tangannya di depan dada.
"Berantem? Enggak," jawab Alvian cepat.
"Lo gak ngerasa kalau Tasya sengaja—"
"Ngehindarin gue? Gue tahu." Alvian melengkapi kalimat Skylar yang menggantung.
Skylar membuka mulutnya hendak bertanya. Detik berikutnya Skylar menutup kembali mulutnya. Mengurungkan niat untuk bertanya. Skylar harus sadar diri bahwa dirinya tak mempunyai hak untuk ikut campur antara masalah Alvian dan Tasya.
"Thank you sudah ngobatin gue. Kalau gitu gue mau bangunin Tasya dulu." Akhirnya Skylar memilih untuk berpamitan seraya menempuk pundak Alvian.
Tanpa menunggu persetujuan Alvian, Skylar kembali ke dalam ruangan untuk membangunkan Tasya. Alvian menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya ke dinding.
Tak lama kemudian, Tasya terkejut melihat Alvian yang belum pindah posisi sejak tadi. Alvian menaikkan kedua alis melihat muka bantal Tasya. Padahal sudah enam jam Tasya tidur, tapi masih terlihat jelas sorot mata Tasya yang kelelahan.
Cepat-cepat Tasya merapihkan rambutnya yang acak-acakan menggunakan jemari. Tasya tak seharusnya memberikan kesan buruk dipertemuan terakhir mereka.
"Eum, mau ngambil obat dimana ya?" tanya Tasya kikuk.
"Ayo aku anterin." Alvian berdiri dan berjalan mendahului Tasya.
Takut tertinggal, Tasya berlari kecil untuk menyusul Alvian. Di tengah jalan, Alvian memberikan nampan tersebut kepada salah satu perawat. Barulah mereka memasuki lift.
Tak ada yang mengatakan sepatah kata pun selama mereka menuju apotek lantai atas. Tasya yang berjalan di belakang Alvian, justru perhatiannya teralihkan oleh papan nama ruangan sepanjang koridor.
Tak fokus memperhatikan jalan, Tasya tak sengaja menabrak punggung Alvian.
"Aduh!" Tasya dan Alvian sama-sama terkejut.
Alvian refleks mengusap dahi Tasya dan meniupnya secara perlahan. "Sakit enggak?" tanyanya lembut.
Sadar dimana mereka berada, dengan cepat Tasya menepis tangan Alvian sedikit kasar.
"Gapapa. Takut ada rekan kerja kamu yang lihat. Gak enak." Tasya tersenyum canggung saat menjelaskan alasannya menepis tangan Alvian.
Bukan Tasya, Alvian menyerahkan selembar kertas resep kepada apoteker. Tasya dan Alvian berdiri bersampingan selagi menunggu obat disajikan.
"Arkana kemana?" Tasya mencoba membuka pembicaraan. Situasi normal akan lebih baik daripada situasi canggung.
"Les piano. Hari pertama."
"Les piano? Wow. Keren." Tasya memuji Arkana secara terang-terangan.
"Arkana pendiam dan kaku. Musik bisa ngebantu Arkana untuk mengekspresikan perasaannya," jelas Alvian.
"Pilihan yang bagus," puji Tasya.
Alvian dan Tasya kembali berjalan memasuki lift setelah menerima obat Skylar. Tasya menarik napasnya dalam-dalam sebelum berbicara.
"Alvian, aku suka banget sama Arkana. Tapi lebih baik kalau aku dan kamu gak ketemu lagi setelah aku keluar dari rumah sakit."
"Kenapa?" tanya Alvian pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Mantan
RomanceAlvian Venotera seorang dokter muda genius yang telah memiliki seorang anak laki-laki. Kehidupan Alvian mulai berubah saat anaknya menginginkan Tasya, mantan kekasih Alvian, untuk menjadi ibu sambungnya. Tasya Natasha melarikan diri dari perjodohan...
4. Farewell Again
Mulai dari awal