12 | Anak Kandung vs Anak Pungut

Mulai dari awal
                                    

"Oh, jadi kita berkencan bertiga," canda Casey.

"Cih, berkencan saja dengan bambu sana," balas Kipli julid.

Lukas hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua sahabatnya itu. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar dan matanya tertarik melihat lesehan yang tidak terlalu ramai.

"Ayo kita makan di sana saja," ajak Lukas. "Setelah makan baru kita bisa menikmati hal lainnya di sini."

Keduanya setuju dengan Lukas. Mereka pun pergi ke tempat lesehan itu. Saat memasuki tempatnya, semerbak aroma makanan yang menggugah selera langsung tercium oleh indera mereka.

Daftar menu sudah ada di meja, mereka hanya perlu mencatatnya lalu menyerahkan pada pelayan.

Lukas memesan nasi dengan lauk ayam bakar bumbu pedas, Casey memesan soto betawi, sedangkan Kipli memesan yang sama dengan Lukas. Minuman yang mereka pesan sama semua, yaitu segelas teh lemon hangat.

Selagi menunggu pesanan datang, mereka mengobrol dan bercanda. Tak ada satupun dari mereka yang menyadari tatapan dari seseorang yang terus tertuju pada ketiganya.

"Ada apaan Lex? Liatin apa?"

Lexi menatap kepada temannya yang bertanya dan menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, ayo pergi."

Mata Casey berbinar saat pesanan mereka datang. Dia dengan tidak sabaran langsung memasukkan sesendok soto ke dalam mulutnya, tapi sayanganya ternyata soto itu masih panas hingga membakar lidahnya.

"Panasss!!"

Casey berteriak agak keras hingga mengundang tatapan orang-orang yang juga berada di sana. Kipli menutup mulut Casey, sedangkan Lukas membukakan botol air mineral yang tersedia di meja.

Dengan gerakan cepat Casey mengambil botol dari tangan Lukas dan langsung meminum isinya hingga tandas.

"Hadeh, makanya jangan buru-buru. Laper sih boleh, tapi jangan sebrutal itulah," ucap Kipli.

"Diem!" bentak Casey. Ia menjulurkan lidahnya yang masih terasa terbakar.

Lukas mengambil sedikit nasi dengan tangannya dan menyerahkannya ke depan mulut Casey. "Makanlah ini, mungkin sedikit mengurangi rasa terbakar di lidahmu."

Casey menerimanya. Walau tidak sepenuhnya berhasil, tapi setidaknya sekarang lidahnya tidak sepanas tadi. Hanya saja rasa nasi yang ia makan jadi terasa aneh.

Setelahnya mereka pun makan dengan tenang.

Sesuai janjinya tadi, kini Casey yang membayar makanan mereka. Setelah selesai makan mereka pergi ke menara kayu untuk duduk santai dan menikmati pemandangan kota.

Baru saja Lukas ingin naik bersama Kipli dan Casey, tiba-tiba suara teriakan yang ia benci memasuki gendang telinganya.

"KAK LUKAS!!"

Lukas memejamkan matanya. Ingin rasanya ia menghancurkan pita suara pemiliknya itu.

Seline dengan wajah 'ceria' berlari menghampiri Lukas. Dibelakangnya ada Devano dan Fiona yang menemani Seline.

"Setan kecil datang," gumam Casey tak bersemangat.

"Wah, Kak Lukas ada di sini juga? Hehe, ayo sama Seline aja, ada Mama sama Papa juga lho."

"Tidak, pergilah dari sini."

Seline cemberut. Dia memegang tangan Lukas dan terus memaksanya untuk ikut dengannya.

"Kamu tuli? Sudah kubilang pergi!" sentak Lukas sambil menghempaskan tangan Seline.

Lukas tidak melakukannya dengan kuat, tapi entah angin jenis apa yang bisa membuat Seline terjatuh karenanya.

Matanya berkaca-kaca dan mendongak menatap Lukas. "K-kak Lukas kok jahat? Salah Seline apa sampe di dorong hiks..."

"Mulai, mulai. Tuman!" seru Kipli.

Mereka berempat menjadi pusat tatapan orang-orang. Dramatis sekali.

Devano yang melihat kejadian itu bergegas menyusul, diikuti Fiona.

Ia membantu anak angkatnya itu berdiri dan kemudian memandang penuh amarah pada Lukas. Ia mulai kembali memaki padanya.

"Apa lagi sekarang, hah?! Apa kejadian tadi masih belum puas bagimu sehingga kau membuat anakku ini menangis kembali?!"

"Mas...." Fiona memegang lengan Devano, berusaha menenangkannya.

Ia khawatir. Bukan pada Roseline, tapi Lukas.

"Aku tidak mendorongnya, mungkin saja angin ghaib yang melakukannya." Lukas membela diri.

"Anak cacat sialan, malam ini jangan harap kau bisa masuk ke rumah!" bentak Devano.

Dia menggendong Seline lalu berkata pada Fiona, "Cepat kita pulang. Langsung kunci pintu dan jangan biarkan anak itu masuk!"

Fiona masih sempat melihat pada Lukas yang tidak berekspresi apapun selain datar dan biasa saja.

"Gapapa, kamu bisa nginep dirumahku malam ini. Masih ada beberapa pakaianmu di sana," ucap Casey menepuk bahu Lukas.

"Ya," balas Lukas.

Ekspresinya memang biasa. Tapi tidak dengan perasaannya.

Anak pungut lebih berharga dari anak kandung, eh? Mengejutkan sekali.

TBC.

Write by: Gaanteng

AM I LUKAS?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang