Test pack yang tergenggam dalam tangan Bora tampak terbalik, menutupi hasil yang bisa menentukan masa depannya. Dia merasa terjebak dalam putaran waktu yang tidak bisa dia hentikan.
Dengan napas yang tersengal, Bora perlahan membalikkan test pack itu. Dua garis biru muncul jelas di mata yang penuh kecemasan. Hasilnya positif—Bora hamil. Seketika, rasa terkejut melanda dirinya seperti gelombang yang menghantam pantai. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, dan jantungnya berdegup kencang, seolah mencoba melawan kenyataan yang baru saja terungkap.
Tiba-tiba, ketukan pintu terdengar dari luar, menambah kegelisahan Bora. Dia terkejut dan berusaha menenangkan diri.
Lim Sara dan Yoo Jiyeon, yang sudah menunggu di luar, terlihat penuh perhatian. Mereka menemani Bora untuk memeriksa hasilnya.
Jiyeon yang tidak sabar bertanya dari luar bilik toilet, "Bora, bagaimana dengan hasilnya?"
Dengan tangan yang bergetar dan wajah pucat, Bora membuka pintu bilik toilet dan keluar, memperlihatkan test pack yang menunjukkan hasil positif.
Jiyeon terkejut dan suaranya membesar, "KAU HAMIL?!"
Lim Sara, dengan ekspresi khawatir di wajahnya, langsung melontarkan pertanyaan yang mendalam, "Kau sudah memberitahu Byeon Jaejun?! Kau dan Jaejun benar-benar kelepasan malam itu ketika kita di klub malam!"
Bora, yang kini terbenam dalam kepanikan dan kecemasan, hanya bisa memandang sahabat-sahabatnya dengan mata yang penuh permohonan, "Tolong! Tolong bantu aku! Aku tidak ingin kejadian beberapa bulan yang lalu terulang lagi!"
Lim Sara menggigit bibirnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat di tengah ketidakpastian ini. "Kau harus memberitahu Jaejun terlebih dahulu!" katanya, suara penuh tekanan.
Jiyeon, masih terkejut dengan berita itu, menambahkan, "Bagaimana jika ibumu tahu soal ini?!"
Bora menggelengkan kepalanya dengan penuh ketidakpastian. "A-Aku tidak tahu bagaimana reaksi ibuku jika tahu hal ini! Dia pasti akan marah karena kejadian itu akan terulang lagi!"
Sara dan Jiyeon saling bertukar tatapan, mencoba mencari solusi untuk masalah yang sangat besar ini. Mereka tahu bahwa keputusan yang diambil Bora akan mempengaruhi hidupnya dan orang-orang di sekelilingnya secara drastis.
-
Hari itu, suasana di Rumah Sakit Nasional Seoul tampak gelap dan dingin, kontras dengan matahari cerah di luar jendela. Jay Park duduk dengan tegang di antara kedua orang tuanya, Mason Park dan Emily Kim. Mereka semua berada di ruang konsultasi psikiater, menunggu dengan cemas untuk pertemuan yang bisa menentukan langkah selanjutnya dalam pengobatan Jay.
Ruangan itu sederhana, dengan dinding berwarna putih yang memberikan kesan steril dan sepi. Meja di depan Jay dan orang tuanya dipenuhi dengan beberapa berkas dan alat tulis, menunggu di atas permukaan kayu yang halus. Seorang psikiater berusia pertengahan dengan rambut beruban duduk dengan sikap tenang, matanya penuh perhatian dan empati. \
Dr. Lee memulai pertemuan dengan suara lembut namun tegas, "Selamat pagi. Terima kasih telah datang. Hari ini kita akan membahas beberapa opsi untuk menangani PTSD yang dialami Jay. Mari kita mulai dengan mendengarkan pandangan Anda tentang bagaimana perasaan Jay dan bagaimana dia merespons pengobatan hingga saat ini."
Emily Kim, ibu Jay, berkata, "Kami khawatir tentang bagaimana stres ini mempengaruhi kesehatannya secara keseluruhan. Kami ingin mencari cara terbaik untuk membantunya merasa lebih baik."
Dr. Lee melanjutkan, membuka berkas di depannya dan menunjukkan beberapa catatan penting. "Ada beberapa metode yang bisa kita terapkan. Pertama, terapi kognitif-perilaku, yang bertujuan membantu Jay mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak sehat. Ini bisa sangat efektif dalam mengatasi gejala PTSD."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hierarchy | ENHYPEN x IVE | 2024 | 17+
FanfictionDi salah satu sekolah di Seoul, SMA Seongju, siswa-siswa dielompokkan ke dalam empat strata berdasarkan tingkat sosial dan akademik mereka. Namun, sistem ini menciptakan ketegangan dan konflik yang mendalam di antara siswa. Ketika sebuah misteri bes...
Chapter 37 : Sejarah yang Terulang
Mulai dari awal