part 24

13 3 0
                                    

Seorang gadis berjalan cepat menyusuri taman pesantren As-Salam, gamisnya yang agak panjang membuat kakinya sesekali tersangkut. Banyak santri putra dan putri berlalu lalang, ada yang membawa meja, kursi, taplak, vas bunga, karpet, bahkan banyak dari mereka saling membantu membawa bahan-bahan masakan.

Ia melihat salah satu ustadzah yang ikut berlalu lalang di sampingnya.
"Ustadzah Hanin, maaf, ada acara apa di ndalem?"

"Lhoh kamu belum tahu? Hari ini keluarga Kyai Ammar akan datang," jawab Hanin.

"Kyai Ammar?"

"Iya, pengasuh Pesantren Al-Anwar."

"Oo kesini bersama keluarga besar beliau? Silaturrahim atau ada acara lain? Sepertinya semuanya sangat sibuk."

"Kabarnya, putra beliau mau dijodohkan dengan Ning Nayla."

Aisya menganga.

"Ustadzah Aisya, aku lanjutkan dulu ya," ucap Hanin lalu melanjutkan aktifitasnya.

"Ning Nayla dijodohkan? Dengan gus? maa syaa Allah, kalau aku mana mungkin bisa seperti itu," batinnya.

Aisya berbalik arah menuju gerbang pesantren As-Salam.

"Ustadzah Aisya!"

Suara seorang wanita membuat Aisya menoleh ke sumber suara. Ia melihat keberadaan Syifa disana.
Syifa mengayunkan tangan, bermaksud memanggil Aisya.

"Iya, ustadzah, kenapa?" Tanya Aisya setelah mendekati Syifa.

Ia melihat ke keranjang besar di dekapannya,"tolong bantu aku mengangkat ini."

Aisya mengangguk lalu mengambil sisi yang lain untuk dibawa bersama. Mereka berjalan ke pintu masuk dapur ndalem.

"Ustadzah," sapa beberapa santri putri kepada mereka dengan tersenyum sopan.

Ketika di depan pintu, tak sengaja gamis Aisya menjerat kakinya dan,

Brukk!
Mereka berdua jatuh bersamaan dengan buah-buahan dalam keranjang yang berserakan.

Tanpa pikir panjang Nayla dan Amir berlari mendekati Aisya yang masih tersungkur.

"Aisya," Nayla segera membantu Aisya berdiri.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Amir sambil duduk di hadapan Aisya.

Aisya yang diperhatikan sedemikian hanya bisa diam melihat Nayla dan Amir bergantian.

"Ning, Ustadz, saya tidak apa-apa," Aisya melihat ke sekelilingnya, "Ustadzah Syifa!" Ia melihat Syifa yang sudah berada di posisi berdiri dibantu salah satu santri.

"Ustadzah, aku minta maaf, tadi kakiku tidak sengaja kesangkut gamis, ada yang sakit? Atau terluka, ustadzah?" Tanya Aisya khawatir.

Syifa yang sedari tadi memperhatikan mereka bertiga menjadi geram, tanpa menjawab apapun, ia berbalik arah keluar dapur ndalem.

Aisya diam melihat Syifa berpaling darinya. Matanya berkaca-kaca. Ia sangat merasa bersalah karena telah menyakiti orang lain.

"Aisya beneran nggak papa?" Nayla mengelus pundak Aisya. Tak kuat membendung air matanya, ia menangkupkan wajahnya dan menangis. Nayla menuntunnya duduk di kursi dan memeluk Aisya. Untung saja kejadian tadi tidak terlihat oleh banyak orang, karena kebanyakan dari mereka membantu di ruang tamu.

Amir melihatnya iba. Begitu tak berdayanya ia sekarang, andai saja diperbolehkan dalam syariat, ia pasti akan memeluk Aisya saat ini, membawanya ke dalam dekapannya untuk menenangkannya, namun apa boleh buat. Ia hanya membiarkan rasa itu menyeruak di dalam hening hatinya.

Asa Triple ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang