2. Terpenjara

Mulai dari awal
                                    

"Gua ngga akan berlaku kasar kalau lo jadi penurut. Paham?" ucap nya lagi.

Aelin mengangguk paham dengan tertatih.

"Good girl. Karena lo udah jadi anak baik, lo mau apa sekarang? Makan yang enak?" tanya Marko sambil mengusap lembut surai Aelin.

"A-aku mau lanjut sekolah." Marko menaikan sebelah alisnya saat mendengar ucapan Aelin. Ia tak menyangka bahwa ini permintaan yang keluar dari mulut gadis dihadapan nya.

"Oke. Gua bakal urus surat perpindahan lo secepatnya. Dengan syarat, lo harus jadi gadis penurut di hadapan gua."

"I-iya, Ko," balas Aelin lagi.

"Good. Sekarang lo bangun, bersih-bersih abis itu makan malam sama gua." Marko kembali menyodorkan paperbag yang tadi tidak sama sekali tersentuh oleh Aelin.

Aelin langsung menerima nya dan bangkit dari duduk nya. Jika ada yang bertanya mengapa ia menjawab jawaban tak terduga itu, maka jawaban nya adalah ia ingin bebas. Tak selalu terkurung di apartemen ini.

Barangkali jika ia sekolah, ia memiliki kesempatan lebih banyak untuk kabut dari Marko dan beruntung saja Marko mengizinkan.

"Semoga kamu beruntung, Aelin," batin Aelin.

"Kita liat sejauh mana usaha lo buat kabur dari gua." Marko menampil seringai tipis nya.

🌑🌑🌑

Marko berjalan memasuki sebuah bangunan yang menjadi markas nya dan juga teman-temannya. Tak ada yang spesial dari bangunan tersebut.

Hanya bangunan lama yang disulap menjadi bangunan yang tak begitu tapi tapi terpenting nyaman untuk menjadi tempat pulang kedua mereka selain rumah.

Jerry yang melihat kedatangan Marko pun menggeser duduk nya, memberi space untuk Marko bergabung.

"Ikutan ngga, Ko?" tanya Dipta yang tengah bermain Uno bersama anak-anak lain.

"Ngga," balas Marko sambil mencomot satu batang rokok diatas meja.

"Lo ngapain dah nyuruh gua urus surat kepindahan nya cewe kemarin ke sekolah kita?" tanya Liam yang tengah mengocok kartu Uno untuk dibagikan.

"Aelin mau lanjutin sekolah lagi," jawab Marko.

"Lah? Terus? Lo kasih?" saut Dipta ikut menimpali.

"Hm." Marko hanya berdeham singkat.

"Lagian lo ngapain, sih, pake minta itu cewe buat jadi hadiah taruhan kemarin? Mending juga minta si Gavin sama bocah-bocah nya jadi babu kita," ucap anak-anak lain, Kaivan.

"Jangan bilang karena dia mirip si Ke–"

"Jangan sebut nama dia lagi anjing!" balas Marko memotong dengan cepat ucapan Liam.

"Oke sorry."

"Apapun alasan gua milih Aelin jadi hadiah gua kemarin, ngga perlu ada yang tau. Aelin itu punya gua. Apapun hal yang gua suka, itu harus jadi milik gua," lanjut Marko.

"Tapi, bukan nya dengan lo kasih izin dia buat sekolah lagi, bikin dia punya celah kabur dari lo?" kata Jerry ikut menimbrung dengan ucapan Marko dan yang lain.

"Dia ngga akan bisa melangkah sejauh itu," jawab Marko.

"Oke kita liat nanti. Yang jelas, jangan lo apa-apain itu anak orang," kata Kaivan.

"She's mine," balas Marko telak. Apapun yang ia suka, itu harus menjadi milik nya, termasuk Aelin.

🌑🌑🌑

Pagi ini Aelin tengah bersarapan seorang diri. Sejak makan malam beberapa hari lalu, Marko tak memunculkan batang hidung nya kembali. Aelin sedikit merasa lega. Namun, ia juga jengah hanya terkurung di apartemen ini.

Marko seperti sengaja meninggalkan nya untuk beberapa hari. Terbukti dari laki-laki itu yang sudah mengisi kulkas dengan berbagai stok bahan makanan yang bisa Aelin olah untuk makanan perempuan itu.

"Kalo udah gini, aku harus apa sekarang? Aku udah ngga bisa coba hubungin Gavin lagi." Aelin menghembuskan nafas nya kasar.

Semangkuk mie instan yang tersisa setengah di hadapan nya sudah tak berselera untuk ia makan.

Tak lama kemudian, terdengar suara dari pintu yang biasanya ia dengar sebelum Marko datang. Setelah beberapa hari, ia kembali mendengar suara pintu tersebut.

Marko yang sudah beberapa hari ini tidak muncul dihadapannya, kembali muncul dengan setenteng paperbag besar yang ia bawa.

Marko meletakan paperbag tersebut dihadapannya. Membuat alis Aelin mengernyit bingung.

"Katanya lo mau sekolah kan? Itu perlengkapan lo. Lo bisa mulai sekolah lusa, bareng gua," ucap Marko yang menyadari kebingungan Aelin.

Aelin menyadari maksud dari ucapan Marko, "Ah iya, makasi," balas nya cepat sambil menerima paperbag itu.

Aelin tak mau menghancurkan rencana nya dengan membuat Marko marah. Maka ia langsung menurut saja tentang ucapan Marko. Karena sejujurnya, ia memiliki rencana untuk meminta sekolah berbeda dengan sekolah Marko. Namun, tampaknya Marko tidak sebodoh itu.

"Oke Aelin, ayo susun rencana lain," batin nya.

🌑 To Be Continued 🌑

Hai hai! Gimana nih untuk part kedua nya? Semoga kalian suka terus yaaaa 🤩 Jangan lupa untuk tungguin part selanjutnya yaa love 🤍

See you!

MARKO [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang