"Bertahanlah, kumohon! Aku akan melakukan apapun agar kau selamat" gumamnya menatap Zivanka yang masih meringis kesakitan.

Darah yang mengalir di kaki Zivanka membuat Alina semakin kelimpungan. Alina berteriak dan berlari ke sana kemari bahkan berulang kali menembus pintu dan dinding mencari bantuan untuk Zivanka.

Tidak ada seorang pun yang menyadari keberadaannya. Tidak ada seorang pun yang mendengar teriakkan kesakitan Zivanka. Semua orang tetap pada aktivitasnya.

Alina luruh tepat di depan Zivanka, ia tak kuasa mendengar teriakan kesakitan Zivanka, dia tak kuasa melihat darah yang semakin banyak mengalir di kaki Zivanka. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong seseorang yang benar-benar butuh pertolongannya. Darah yang keluar semakin banyak menampakkan pemandangan yang semakin menyedihkan.

Tatapan Alina terlihat kosong menatap darah yang mengalir menembus kakinya, aliran darah itu membawa serta gumpalan merah hingga berhenti tepat didepannya.

Jiwa Alina ditarik paksa memasuki tubuh Zivanka yang sudah tak sadarkan diri. Dia akan kembali berkelana ke masa lalu sebagai bagian dari Zivanka, dirinya di masa lalu.

Suara tangisan pilu menyambut kesadaran Alina. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali ia bisa melihat dengan jelas pelayan setia Zivanka menangis di sampingnya dan tabib yang menangani Zivanka berdiri dengan punggung bergetar tak jauh darinya.

"Permaisuri? Anda sudah sadar? Syukurlah puji Tuhan Yang Mulia telah sadar."

"Saya izin memeriksa Permaisuri."

Lidah Alina kelu sekedar menjawab ucapan itu. Mata keduanya yang berkaca-kaca dan memerah cukup menjelaskan kesedihan yang mereka rasakan. Bayangan ingatan yang tiba-tiba datang secara acak memenuhi kepalanya. Alina berteriak kesakitan, memukul-mukul kepalanya, berharap rasa sakit yang ia rasakan bisa berkurang. Setiap kepingan ingatan membawa perasaan yang berbeda-beda, sedih, bahagia, kecewa, dendam, semua menjadi satu. Alina tidak bisa menyimpulkan perasaan apa yang dia rasakan sekarang. Perasaan apa yang mendominasi hatinya sekarang, ia tidak tahu.

Ratusan kepingan ingatan yang berputar abstrak di kepalanya perlahan berkurang hingga akhirnya hanya satu kepingan ingatan masih teguh terus berputar tanpa lelah di kepalanya. Ingatan darah dan gumpalan merah yang membawa perasaan gelisah dan takut hingga akhirnya perasaan itu memenuhi relung hatinya.

"Anakku, dimana anakku?"

"Maafkan Hamba Yang Mulia, Ham-ba Hamba gagal mempertahankan penerus Kaisar."

Jeder

"Hahaha kalian pasti berbohong! Ya, kalian berbohong! Katakan yang sejujurnya! Anakku masih di sini kan? Kamu masih disini kan, sayang? Ya, kamu masih berada di perut ibunda," ucapan penuh kefrustasian Alinal terlontar begitu saja. Ia masih tidak percaya anak yang dinantikannya meninggalkannya sendirian. Dia tidak akan mampu untuk kembali menanti.

Alina yang berada di tubuh Zivanka tak bisa mengendalikan dirinya, ia semakin menggila saat pelayan setianya dan sang tabib hanya diam menunduk dengan bahu bergetar disertai isak tangis yang terdengar walau samar. Alina menjambak rambutnya, menutup telinganya, dan menggeleng brutal dengan mata tertutup berharap culplikan adegan yang dilihatnya dan ucapan yang didengarnya hanya halusinasinya saja, semua tidak benar-benar terjadi.

Pelayan yang melihat kebrutalan Alina segera memeluk dan menenangkannya dengan pelukan dan usapan lembut di kepala.

Penampilan yang acak-acakan dengan tatapan kosong terlihat sangat menyedihkan. Dia sadar semua kejadian yang dilihatnya adalah nyata semua yang didengarnya bukan halusinasi saja. Dia kehilangan anaknya. Dia seorang ibu yang payah. Dia tidak pantas menjadi ibu. Dia bahkan tidak bisa menjaga calon anaknya.

Zero!

Dia yang membunuh anaknya. Dia, pria bajingan yang telah membunuh anaknya. Dia yang menghancurkan penantiannya, Dia yang menghancurkan harapannya. Dia yang memisahkan seorang ibu dari anaknya. Dia menghancurkan kebahagiaannya!

"Dimana Kaisar?" bisik tabib istana.

"Aku tidak tau apa yang sebelumnya dan bagaimana bisa."

"Katakan dengan jelas!"

"Kaisar sedang dalam upacara pengangkatan Selir Agung menjadi Permaisuri."

"Apa? Tap-tapi bagaimana bisa? Kita ... apa yang kita lakukan sekarang hanya Kaisar yang bisa ... akkhhh!" Bisik-bisik kedua orang itu terhenti menjadi teriakan kesakitan saat aura hitam memenuhi kamar Zivanka dan membuat mereka kesulitan bernapas.

"Zero, kau akan mati di tangan ku. Aku akan membunuhmu, ALZERO!!" ucapan rendah penuh penekanan terucap dari bibir pucatnyaa. Di akhir ucapannya yang berubah menjadi teriakan bersamaan dengan meledakkan energi negatif dalam dirinya.

Ledakkan energi yang berhasil menghancurkan segel kekuatan dalam tubuhnya, mengubah wujudnya yang anggun penuh aura kesucian menjadi iblis dengan aura hitam yang pekat. Sayap yang muncul di punggungnya membawa ledakkan dahsyat yang mampu menghancurkan istana Harem dalam sekejap. Setiap kepakan sayapnya menciptakan tornado api yang menyebar mengakibatkan kekacauan dimana-mana.

Sepasang mata yang tadinya terpejam kini terbuka sempurna, menatap tajam apa-apa yang ditangkap rentinanya. Iris hitam gelap tampak berkilat menakutkan. Kedua sayap hitam besarnya mengepak membawanya pergi di tempat mangsanya berada. Bibir hitamnya mengukir senyum miring saat semua tatapan mata menatapnya penuh ketakutan.

Dialah sang kegelapan! Dia yang akan menghancurkan cahaya! Dia akan membinasakan tawa!











Tbc...

_____________________________________

Sekian di chapter ini

Terimakasih sudah menyempatkan membaca, menekan vote dan juga mengisi kolom komentar

See you next chapter 😘👋









Sang Ratu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang