[32] SAINGAN ANTARTIKA

94 75 7
                                    

Gadis berambut kepang sedang berlari terbirit-birit menghampiri tukang ojek yang baru saja datang. "Jalan pak," pintahnya.

Kendaraan roda dua itu langsung berjalan melewati kota jakarta, rambutnya terus beterbangan karena ulah angin sepoi-sepoi. Poni kudanya terus menusuk matanya yang sayu, gadis ini tengah melamun saat dibonceng. Pikirannya sudah kemana-mana, pasti sudah terlambat. Jam sudah menujukkan pukul 07:30, entah kenapa ia bisa bangun kesiangan. Valeni terus mengomel-omel karena ulahnya.

Setelah cukup lama melewati perjalanan yang cukup jauh, gedung tinggi sekolah itu sudah terlihat, mata Kirana langsung melesat dengan gedung sekolahnya, motor itu langsung berhenti tepat di depan gerbang.

"Makasih Pak. Ini uangnya," ujar Kirana memberi upah kepada tukang ojek itu.

"Sama-sama neng," balasnya, membuat Kirana tersenyum tipis.

Kirana tengah mendongah ke atas menatap gerbang hitam yang menjulang tinggi, deru nafasnya terhembus saat melihat gerbang itu sudah tertutup. Ia langsung melirik jam tangannya yang berwana lilac.

"Sudah jam 07:39, aku telat lagi," gumamnya menarik nafas panjang.

Omelan seseorang tiba-tiba terdengar ditelinganya, Kirana langsung melirik pemuda itu. Ia sedang mengomel, wajahnya tengah kesal akibat perbuatan seseorang. Pemuda itu tidak menyadari, bahwa ada seseorang yang mendengar omelannya.

"Sialan! Sialan! Sialan!" umpatnya terus mengulang kata sial dibibir tebalnya.
Kirana hanya terdiam mendengar kata umpatan dari pemuda itu.

Pemuda itu nampak kesal, ia langsung menggedor-gedor pintu gerbang dengan kasar. Kirana hanya melongo melihat kelakuannya, mata sayu itu terus berkedip-kedip menatapnya. Pemuda itu nampak gusar, ia tengah memijit pelipisnya.

"Kak Deka?" panggil Kirana, Deka langsung menoleh melihatnya. Pemuda itu langsung memalingkan wajah dan melirik gerbang yang masih tertutup. Kirana menarik nafas panjang dan kakinya mulai berjalan mendekati pintu gerbang. Kirana meliriknya lagi, Deka masih cuek dan terus menatap datar pintu gerbang itu.

"Emangnya... kak Deka juga suka terlambat?" tanya Kirana, gadis itu langsung malu sendiri karena Deka tidak menanggapi pertanyaannya. Deka meliriknya setengah, bibir tebalnya mulai tersenyum segaris menatap Kirana.

"Duh! Kenapa aku ngajakin dia ngomong, kan jadi malu sendiri," batinnya malu sambil memejamkan mata.

"Mau ikut?" tanya Deka meliriknya, Kirana langsung melongo mendengar suara itu.

"Aku kak?" tanya Kirana memastikan, Deka hanya mengangguk pelan. Kirana langsung mencubit lengannya sendiri. Kirana bergumam pelan. "Ih, ini nyata..."

Deka pergi meninggalkan Kirana yang mematung di tempat, Kirana langsung melesatkan matanya dengan Deka. Gadis itu langsung berteriak memanggil. "Kak Deka, tunggu!"

Kedua kakinya berhenti sejenak, Deka meliriknya sekilas dan lanjut berjalan lagi, diikuti oleh Kirana di sampingnya.

"Dia... mau kemana ya?" batinnya terus melihat Deka, pemuda itu terus berjalan entah mau kemana dia.

Kirana menelan ludah kasar dan matanya terus melirik kanan kiri, banyak sekali ribuan pohon jati yang menjulang tinggi di belakang sekolah. Ternyata, mereka sedang melewati jalan pintas untuk memasuki sekolah. Kirana tidak menyangka, bahwa pemuda ini mampu mendapat jalan pintas. Tentu saja mampu, kenapa? Karena pemuda ini sudah sangat hobi melakukan bolos setiap hari.

"Kak? Kita mau kemana..." gumam Kirana pelan, gadis ini tengah ketakutan melewati hutan ini.

"Lo ikut aja," ucap Deka, membuat Kirana menarik nafas panjang dan tetap mengikuti jejaknya.

DEWARA THE SERIES (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang