🍂 Terwujud 🍂

Mulai dari awal
                                    

Tak puas hanya mengetikkan balasan pesan. Ingin sekali mencari perhatian Clara dari panggilan video yang ia lakukan tapi tak terespon. Malah ditolak secara berulang kalinya.

My Baby : "Aku lagi kerja."
My Baby : "Jangan ganggu aku dulu. Siap-siap aja kamu sekarang. Pak Fauzan mau melihat kondisi kamu. Terus berakting ya Beb."

Menggerutu kesal.
"Aku beneran sakit. Bukan mau berakting. Kamu kok gak jenguk aku sih? Aku kan udah kasih alamat rumah ku."
Melempar saja telepon genggamnya. Tertidur kembali agar nyeri kepala tak semakin merusak mood nya.

💐~💐

Pengantaran Lisa sudah usai. Rencana ia ingin langsung membawa Aira ke Apartemen biasa Arlan tinggali. Namun yang mereka rasakan tak ada manusia di dalamnya. Dengan sesak Aira menunggu setia Fauzan yang masih berulang kali melakukan panggilan telepon ke nomor seseorang yang ingin mereka kunjungi.

"CK, kemana nih anak? Kesel banget dari tadi gak diangkat muluk telepon mas."
"Benar di sini tinggalnya mas Arlan, Mas? Atau jangan-jangan mas Arlan kenapa-kenapa di dalam Mas. Coba digedor lagi Mas."

BAMMM! BAMMM! BAMMM!
"Lan!! Arlan, ini gue!! Buka Lan!!"
BAMMM! BAMMM! BAMMM!
"Kalau Lo ngerasa gak kuat, Lo cerita ke gue. Biar gue bawa Lo berobat!!"
BAMMM! BAMMM! BAMMM!

Memilih merosot ke bawah. Lelah dan semakin sesak jika berdiri lama. Kaki juga sedikit kram. Kondisi Aira menyita perhatian Fauzan. Melupakan sebentar hebohnya pada hunian Apartemen Arlan. Ia takut jika istrinya yang malah tumbang dan tak sadarkan diri sebab kelelahan.

"Maaf Sayang. Jadi kamu yang lemas begini."
"Ngerasa capek berdiri aja Mas. Soalnya dari tadi kaki Aira udah gak berhenti kesana kemari. Menyelesaikan banyak pesanan dan stok untuk besok."

Menatap pintu yang tak kunjung terbuka.
"Mas rasa Arlan gak ada di sini. Kita ke rumah orang tuanya aja ya. Mas perlu pastiin dulu kondisi Arlan. Besok mas harus udah cari tiket penerbangannya. Kalau kondisi Arlan masih buruk, mas mau bawa Arlan berobat. Anak itu terkadang suka gak memperhatikan kesehatannya."

"Ok. Tuntun Aira ya!"
"Mas gendong aja."
"Aira berat. Jalan aja."
"Udah tanggung jawab mas menanggung beban kamu dan anak kita." Bisiknya.
Manis bukan? Aira dibuat tersipu malu atas kalimat manis suaminya itu.

Sebagian orang yang berpapasan dengan mereka terus tak berhenti mengagumi sikap suaminya. Sungguh yang tak Aira sukai. Sebab, mereka sangat lancang mengumbar kata-kata kagum akan sosok suaminya.
"Dasar cewek-cewek genit." Dumelan kecil namun masih jelas terdengar.

"Kenapa sih? Enggak usah dipikirkan. Mereka iri dengan kamu."
"Iya, iri dengan Aira yang beruntung diratukan sama pria tampan dan baik seperti Mas. Begitu kan pujian mereka tadi?"
"Hehehe.... Boleh bangga dengan pujian mereka gak?"
Sorot tajam mata Aira menindas kedua maniknya.

Menuntun posisi yang nyaman dan dengan hati-hati pula ia memakaikan tali pengikat pinggang (safety belt) yang tepat ia selipkan di bawah perut membuncit Aira. Ia pastikan tali safety belt nya tak menekan perut yang di dalamnya bertumbuh 1 nyawa terkasih mereka.

"Mas bangga karena pujian mereka juga merasakan betapa bahagianya istriku ini. Tandanya, mas berhasil dong jadi suami yang baik untuk kamu. Cuma sama Umma aja kok. Enggak yang lainnya."
1 kecupan pada perut dan 1 kecupan pada dahi Aira. Memerah selayaknya tomat Cherry kedua pipi gembul Aira sungguh cantik Fauzan lihat.

"Humaira ku, kamu terus cantik di mata mas. Orang lain gak akan bisa mengalihkan perhatian mas ke kamu. Ana uhibbuka fillah, Umma Aira Azzahra. Gadis manis yang berhasil membawa mas dalam indahnya menerima takdir tepat Allah. Doa mas terkabulkan satu persatu. Salah satunya terselip nama kamu."
1 kecupan singkat lagi pada bibir yang tertahan untuk tidak tersungging senyuman malu-malunya.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang