Meja yang dijadikan hak paten oleh Marcal dan geng-nya itu cukup luas untuk diisi oleh sepuluh orang bahkan lebih. Memang ukurannya seakan dibuat khusus untuk mereka.
"Gapapa makan bareng sirkel Lo Lang?" tanya Jerrion agak sangsi.
"Santai aja Jer, bukannya temen Abang Lo temen Lo juga." jawab Erlang.
"Ya tapi temen gue-"
"Santai Jer, ada Abang gue juga kok." sahut Haegan.
Jerrion pun kembali diam setelahnya. Ia melirik sekilas ke arah Jenanta disebelahnya yang nampaknya tengah fokus memandangi objek di depannya. Memandang tepat ke arah Marcal yang tengah menikmati nasi gorengnya. Ah, abangnya ya...
"Yo Bro, nih pesenan Lo Bang." ucap Erlang begitu sampai. Marcal hanya mengangguk sekilas sebelum fokusnya mengarah pada pemuda manis di depannya.
"Sini duduk, masih kosong kok disini." ucap Marcal pada lelaki manis di depannya itu.
Jenanta awalnya ingin menolak namun tak enak, jadilah dia duduk tepat disebelah Marcal dengan Jerrion yang duduk tepat di depan Jenanta.
Kelima orang yang baru datang pun memesan menu makan siangnya masing-masing. Sedangkan teman Marcal yang lain asik saling beradu pandang melihat ketua mereka yang tumben sekali mendatangkan teman-teman adiknya yang notabenenya adik kelas itu. Sepertinya ada yang diincar Marcal, dan mereka dapat melihat dengan jelas, siapa orangnya.
Saat tengah asik menikmati makan siang mereka yang begitu khusyuk diiringi beberapa ocehan tak jelas dari Naka dan Jefri. Tiba-tiba seseorang datang dan menarik lengan Jenanta untuk bangkit dari duduknya.
"Ini tempat gue, Lo bisa pindah ke kursi yang masih kosong." suara dingin itu menyeruak diantara mereka.
Kedatangan Dipta secara tiba-tiba itu membuat suasana yang tadinya riang beralih menjadi sunyi. Jenanta pun bangkit dan berpindah duduk tepat disebelah Jerrion dan berhadapan langsung dengan Marcal.
"Sorry kalau gue dudukin tempat Lo kak, tapi gausah pake acara narik segala juga bisa kok ngomong baik-baik." balasan dari Jenanta membuat semuanya agaknya tercengang.
Sepertinya pilihan Marcal kali ini lumayan juga.
"Gue gasuka tempat gue diambil gitu aja, jadi sorry juga kalau kesannya kayak kasar banget." sahut Dipta.
Lelaki yang baru datang itupun dengan santai menikmati nasi gorengnya tanpa memperdulikan tatapan teman-temannya beserta adik kelasnya yang lain. Marcal pun hanya diam membiarkan Dipta duduk disebelah.
Ingat kan? Kalau Dipta itu kesayangannya Marcal. Meski bukan dalam konteks yang romantis.
"Gue duluan." setelah beberapa menit menghabiskan nasi gorengnya, Dipta berniat pamit. Tatapan teman-temannya kembali berubah, heran lagi.
Datang tiba-tiba, pergi juga tiba-tiba.
"Duduk dulu lah Dip, buru-buru amat kek dikejar setan aja." celetuk Naka.
Dipta memandangnya dengan tatapan tajam yang membuat Naka kian menciut. Kalau tadi pagi aja Dipta sudah menonjok Marcal, jangan sampai ia jadi orang selanjutnya yang kena tonjok.
"Gue duluan." pamitnya lagi.
Hanya Marcal yang mengiyakan. Sisanya terdiam memandangi kepergian Dipta. Lain halnya dengan Joniar yang tiba-tiba bangkit, bahkan makanannya masih tersisa setengah karena saking asiknya bercanda gurau dengan yang lain tadi. Ia bergegas menyusul Dipta.
"Gue juga duluan ya, mau nyusul Dipta." ucapnya lalu pergi.
Haegan mah sudah biasa, ia sedikitnya tau kalau Kakaknya itu memang menyukai teman satu geng-nya yang tadi. Hanya saja, Haegan tak mengerti, kenapa Kakaknya bisa menyukai lelaki seperti itu, cantik sih tapi galak dan jutek keliatannya.
"Temen Lo kenapa si Bang? Congkak banget." komen Jerrion. Ia cukup tak terima melihat Jenanta diperlakukan begitu.
"Ion, udah. Gue gapapa." ucap Jenanta menenangkan, ia tak ingin kakak-beradik itu bertengkar hanya karena dirinya.
"Gak sopan tau." balas Juna ikut menjadi kompor.
"Juna!" Jenanta menatap Juna memperingati. Mereka tengah duduk bersama kakak kelas, Jenan sungguh tak ingin mencari masalah.
"Dia emang lagi sensi, tadi pagi aja gue ditonjok. Nanti kalau udah membaik pasti kelakuannya juga jadi lebih baik. Gue sebagai temannya, minta maaf ya, Jenan. Gue janji pertemuan selanjutnya gak bakal gitu lagi." ucapan panjang lebar dari Marcal membuat teman-temannya yang lain ikut menganga mendengarnya.
Ini seriusankah ketua mereka yang dingin nan sangar itu? Kok bisa se-WOA ini?!
"Kayaknya yang kerasukan jadi gak jelas bukan cuma Dipta deh, tapi ketua kita juga." celetukan Naka membuat Erlang tertawa terpingkal-pingkal.
"Bagus nih kalau tiap hari kerasukan, gue jadi makin kaya." Erlang sudah membayangkan berapa banyak pundi uang yang akan ia dapatkan jika terus begini.
Oh ayolah, Erlang ingin benar-benar memanfaatkan situasi ini.
"Duit mulu pikiran Lo." ejek Jefri.
"No duit, no party coy."
Sisanya pun ikut tertawa kecuali Jerrion dan Jenanta yang tengah berusaha menyembunyikannya semburat merah yang menjalari seluruh wajahnya. Ia benar-benar merasa salah tingkah.
'Jadi, begini ya rasanya cinta yang berbalas?' batin Jenanta mulai merasa GR.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Cuaca itu memang benar-benar ibarat suasana hati manusia yang bisa berubah-ubah sesuai moodnya. Lihat saja, yang tadinya siang hari sangat terik, tiba-tiba saja sorenya hujan deras.
Dan sialnya lagi, di tengah hujan deras ini, Jerrion malah meminta hal yang cukup menguras kesabaran Abangnya.
"Di toko yang biasa kue cokelatnya abis, tiramisu mau ya?" tawar Marcal lewat sambungan telepon dengan adiknya itu.
"Gak mau, gue maunya kue cokelat, pokoknya cokelat!"
Ingin rasanya Marcal membenturkan kepalanya ke dashboard mobilnya. Tapi, yasudahlah. Jerrion memang suka begini, jarang membebani Marcal, tapi sekalinya ingin sesuatu harus benar-benar dituruti.
"Yaudah, Abang cari dulu."
"Ya."
Sambungan telepon pun dimatikan sepihak oleh yang di seberang. Marcal menghela nafas pelan sebelum melajukan mobilnya guna mencari toko kue yang lain.
Ketika menemukan toko kue yang dicari, tepat di seberang toko kue tersebut terdapat halte bus. Dan seseorang yang ia lihat di halte tersebut membuat senyum Marcal kembali merekah.
"Thank you Jerrion." seringai Marcal pun terbit.
Ah, sepertinya memang tidak terlalu sulit ya.
tbc...
jangan lupa votementnya ya!
dan selamat menunggu (lagi), hehehe:D
YOU ARE READING
TARUHAN [MARKMIN - NOMIN - CASMIN]
Short StoryBerawal dari balapan yang kemudian memunculkan taruhan diantara Marcal dan Lucius. Mereka menyeret lelaki manis kesayangan Sinegar- Jenanta Sinegar, ke dalam permainan penuh rasa. Jenanta pikir Marcal mencintainya, ternyata hanya sekedar bahan taru...
chap 2
Start from the beginning