Part 44 (Ridho Guru)

Mulai dari awal
                                    

"Jangan ustadzah, ana mohon" Ara berlutut di hadapan ustadzah Farah. "Ana mohon ustadzah, jangan laporkan ana kepada Ummi"

"Berdiri anti!" Ara pun berdiri. "Baiklah, ana tidak akan melaporkan anti kepada ummi"

"Syukron ustadzah"

"Afwan"

"Anti harus ingat, anti itu sebagai abdi ndalem di pesantren ini. Jadi anti harus memberikan contoh yang baik baik kepada para santri santri di sini" pesan ustadzah Farah.

"Baik ustadzah, ana tidak akan mengulangi kesalahan ana lagi"

"Tepati ucapan anti"

"Na'am ustadzah"

"Sekarang anti pergi balik ke kamar anti" perintah ustadzah Farah.

"Baik ustadzah, assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"

   Kini tinggal An-nisa dan ustadzah Farah berdua. "Anti tidak apa apa An-nisa?" tanya ustadzah Farah.

"Ada yang sakit tidak? Kalau ada biar ustadzah obatin"

"Tidak ada ustadzah" jawab An-nisa.

"Syukron telah menolongi ana, untung saja ada ustadzah Farah tadi. Jika tidak, anatidak tahu apa yang terjadi pada diri ana"

"Sering dia berbuat seperti itu?". An-nisa tidak menjawab pertanyaannya. "An-nisa?"

"Lumayan sering juga ustadzah" jawab An-nisa.

"Terus anti kenapa diam saja? Seharusnya anti laporkan kepada ummi"

"Ana tidak mau ustadzah, karena jika ana laporkan, dia semakin nekat. Bahkan dia juga akan melukai teman teman ana"

"Ya allah, anti tidak perlu takut denganya. Jika anti nelaporkannya, dia akan di beri sanksi. Jadinya dia tidak akan berbuat seperti ini lagi kepada anti"

"Anti jangan takut dengannya, anti lawan saja. Jika anati diam dan nurut dengannya, anti semakin di pijak pijak olehnya" lanjut ustadzah Farah.

"Baik ustadzah"

"Sekarang anti kembali ke kamar ya. Ana dengar anti semalam pingsan, jadi anti perlu banyak banyak istirahat"

"Na'am ustadzah. Kalau begitu ana pamit, assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"

•••

   Seperti biasanya, An-nisa sore sore begini duduk di taman pesantren bersama teman kamar asaramanya. Tiba tiba ada seorang laki laki yang menghampiri mereka yang sedang becanda.
"Assalamu'alaikum" ucap laki laki tersebut.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" pandangan mereka semua teralihkan kepada laki laki tersebut.

"Gus Mirza, ada keperluan apa kemari?"

"Ana mau bicara dengan An-nisa"

"Ada apa gus?" tanya An-nisa.

   Teman kamar An-nisa sedikit menjauh dari mereka berdua, agar Mirza dan An-nisa lebih leluasa mengobrolnya.
"Ana minta maaf telah kelewatan menghukum anti kemarin hingga anti jatuh sakit"

"Ana sadar ana salah, ana memberi hukuman kepada santri ana tanpa memikirkan kondisi kemampuan dan fisiknya"

"Tidak apa apa gus, lagian itu juga karena kesalahan yang ana buat sendiri. Ana telah melakukan kesalahan, jadi wajar saja ana di hukum. Gus tidak perlu minta maaf kepada ana, ana tahu jika gus memberikan hukuman itu kemarin agar ana jera dan tidak mengulangi kesalahan ana"

"Syukron telah memaafkan ana"

"Sama sama gus"

"Kalau begitu ana permisi, assalamu'alaikum" Ray meninggalkan An-nisa.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab An-nisa yang masih bisa di dengar oleh Mirza.

"Tumben sikapnya beda, biasanya dia selalu judes, jutek, marah marah, dan ribet modelan orangnya" bathin Mirza.

   An-nisa pun kembali mengumpul dengan teman temannya.
"Wih, habis ngobrolin apa tadi?" tanya Putri.

"Tidak ada"

"Ouh gitu, tidak mau cerita ke kami ya" sela Adijah.

"Tidak ada kok, tadi gus Mirza cuman minta maaf atas hukuman yang dia berikan kepada ana semalam"

"Bisa merasa bersalah juga tuh orang" sambung Putri.

"Astaghfirullah, tidak boleh begitu Putri" ucap Iqlima.

"Habisnya kak, ana sebel banget dengan gus Mirza. Masa waktu An-nisa sakit dia tidak percaya. Jadi, karena kesal ana bilang kalau An-nisa sakit itu gara gara dia telah menghukum An-nisa. Eh dianya malah jawab dengan enteng "Kok salah ana?". Dia sama sekali tidak merasa bersalah"

"Sudah sudah, jangan sebel sebel nanti anti suka" goda An-nisa.

"Ih, ana sebel sebel gini karena belain anti. Masa gus bilang kalau anti sakit malas"
 
"Apa yang di katakannya tidak salah kok. Ana benar benar sakit malas"

"Hah?"

"Iya, sakit malas melihat wajahnya" jawab An-nisa dengan tertawa kecil.

"Anti masih sebel dengannya?"

"Masih"

"Tapi tadi ana lihat sikap anti berubah dengan gus Mirza, tidak seperti biasanya"

"Karena ana mau mencoba untuk mengurangi rasa sebel ana dengannya"

"Cieee ada apa nih, suka ya?" sela Eyli.

"Apaan sih, ana itu mengurangi rasa sebel ana denganya karena permintaan sahabat ana, yaitu Nabilah. Dia meminta ana untuk tidak sebel sebel dengan guru sendiri. Nanti ilmunya tidak berkah. Selain ridho orang tua, ridho guru penting juga. Jika guru kita tidak ridho, maka kita juga akan susah untuk menjadi sukses"

"Tetapi guru kita tidak ada yang namanya ridho, berarti kita susah dong untuk sukses" sela Fira.

"Bukan gitu konsepnya Fira cantik manis". Semuanya pun tertawa. "Becanda kak" ucap Fira kepada An-nisa.

"Tapi tidak salah juga sih apa yang di katakan Fira. Tadi anti An-nisa, bilang jika guru kita tidak ridho maka kita akan susah untuk menjadi sukses. Jadi ucapan Fira tidak sepenuhnya salah" sambung Putri. Mereka semua pun tertawa.

"Tapi maksud An-nisa tidak begitu juga" sela Iqlima.

"Na'am kak, faham kok maksud dari An-nisa tadi" ucap Putri.

"Apa yang di katakan sahabat An-nisa tadi bener, selain ridhonya orang tua kepada kita, ridho guru kepada kita itu juga penting. Maka dari itu kita tidak boleh membuat guru kita itu marah, jengkel, sebel, bahkan sampai membenci diri kita. Guru itu sama dengan orang tua kita juga"

"Iya, bener tuh kak" sambung Adijah.

○ ○ ○ ○ ○

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

Untuk part 44 sampai di sini dulu ya...

   Aseef jiddan ya semuanya jika ada kesalahan dalam pengetikannya...
  
   Bagi pembaca ana ucapkan syukron katsiron ya... dan ana doakan semoga selalu bahagia, sehat, dan murah rezeki aamiin :)
------------------------------------------------------------------

   Ustadzah Farah baik banget ya. Untung aja ada dia, kalau tidak. Tidak tahulah apa yang terjadi kepada An-nisa.

    An-nisa mau berubah tuuh, dia mencoba untuk tidak sebel sebel lagi dengan gus Mirza. Sampai gus Mirza heran melihat sikap An-nisa yang berubah.

Takdirku Di Pesantren [BERSAMBUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang