s2, 03; Dejavu?

Mulai dari awal
                                    

Fahlada terlihat begitu marah dengan perkataan Engfa, lihatlah, terjadi begitu mulus. Ia sebelumnya tidak pernah semarah itu, jika tidak menyangkut ‘Earn’ Walaupun kenyataannya Ira bukan sosok ‘Earn’ istrinya.

“Sialan.” Fahlada mengumpat, suaranya halus, tidak akan ada yang mendengar.

Di sisi lain, terlihat Ira juga berada di White Flower Cafe, ia duduk di pojokan dekat dengan jendela, sehingga Fahlada tidak melihat keberadaan nya. “Ira, aku memesan Banana Cake untukmu.” Ira sedang bersama partner pria di seriesnya yang akan mendatang, mereka berdua sedang melakukan Chemistry.

“Terimakasih, kak Meen.” Meen, ia tersenyum, mengelus pucuk kepala Ira dengan lembut. “Silahkan di nikmati.” Ira tersenyum, “Tentu.” mengangguk.

Suapan pertama Ira lakukan. “This, It feels good.” Meen tentu tersenyum, walaupun ia tidak tahu Cake favorit Ira, setidaknya ia tidak memesan sesuatu yang tdiak Ira sukai. “Bagus, jika kamu suka.”

Fahlada termenung, memikirkan banyak hal di dalam pikirannya. Entahlah, setiap saat ia selalu seperti itu, banyak sesuatu yang tidak dapat di hilangkan dengan mudah begitu saja.

Sebuah kerumunan terlihat di meja pojok Cafe. Fahlada yang melihat hal itu sebenarnya tidak terlalu perduli. Namun, entah kenapa ia cukup penasaran mengenai sesuatu yang terjadi. “Maaf, izinkan saya lewat.” Fahlada melewati beberapa orang untuk melihat lebih dekat, ia sangat terkejut.

Tanpa membuang-buang waktu, Fahlada menggendong Earn Bradley Style, tentu Meen menahan tindakan Fahlada yang begitu tiba-tiba. “Maaf, anda siapa.” Fahlada acuh, namun ketika ia akan berjalan, Meen menghentikannya. “Maaf..”

“Berhentilah berbicara, saya Dokter. Sepertinya dia memiliki alergi terhadap sesuatu.”

“Baiklah, kalau begitu, pergi bersama dengan Mobil saya.” Saat Meen akan mengambil alih Ira dalam gendongan Fahlada, Fahlada tidak melepaskan, ia memerintahkan Meen agar cepat mempersiapkan Mobilnya.

“Menuju, Princ Hospital.” Mereka dalam perjalanan. Sesampainya di rumah sakit, tundu penyelamat sudah menunggu. Sebelumnya saat di dalam Mobil Fahlada sempat menelfon dengan nomor rumah sakit, sehingga tundu penyelamat sudah dengan persiapannya.

Walaupun Fahlada adalah Dermatologist, sepertinya untuk pasien ini, ia yang akan menanganinya.

“Pasien memiliki alergi, dengan pisang.” Ucap Fahlada, wajahnya datar. Meen cukup terkejut, ia merasa bersalah. Bagaimana bisa, Ira tidak memberitahu dirinya memiliki Alergi terhadap pisang. “Terimakasih, Dokter?...” Meen menggantung ucapannya. Fahlada, ia menyatukan kedua telapak tangannya. “Saya, Dr. Fahlada Thananusak.”

“Baik, terimakasih Dr. Fahlada.”

***

Fahlada sudah berada di ruangan pribadinya, terdapat juga Dr. Bow, Dr. Tan, dan ada juga Nurse Ros. Fahlada merenung sudah lebih dari tiga menit, namun tidak ada yang membuka mulut mereka untuk sekedar berbicara.

Makin di pikirkan, sebenarnya itu tidak normal. Maksudnya, tidak masuk akal.

Fahlada saat ini sedang berada di ruang perawatan Ira. Meen meminta tolong kepada dirinya untuk berjaga hanya beberapa menit, memastikan Ira telah sadar atau tidaknya. Meen akan menelfon Manager Ira, Dew.

Perlahan, Ira membuka mata, ia mengedipkan beberapa kali matanya. Menatap sekeliling, dan mendapatkan Fahlada berdiri menatap keluar jendela. “Pusing.” Lenguhan Ira dengan suara kecil. Namun, masih dapat Fahlada dengar. Fahlada mengalihkan pandangannya.

“Anda, sudah sadar?” Saat Ira akan melepas Selang bantu Oxygen, Fahlada menahannya. “Anda tidak bisa melepasnya.” Namun, Ira menggeleng keras. Ia melepas begitu saja, sungguh keras kepala. “Aku tidak suka ini.” Penuturan Ira, cukup membuat Fahlada terdiam memandanginya. Sungguh, Dejavu.

Dr. Tan, Dr. Bow dan juga Nurse Ros saling pandang. Mereka juga ikut berfikir keras, apakah yang di katakan Fahlada benar-benar kenyataannya, atau hanya halusinasinya. “Sayang, apakah kamu percaya?” Dengar, itu adalah Nurse Rose, seperti yang telah di ketahui seluruh rumah sakit bahwa Dr. Bow dan sang perawat telah menjalin hubungan. Saat itu, saat pernikahan Fahlada dan Earn.

Dr. Bow menggeleng, tidak, ia menggeleng dan juga mengangguk. Sikapnya itu, tidak memiliki pendirian, dasar. Sementara Dr. Tan yang memandangi mereka berdua, cukup jengah.

“Astaga.” Ketiganya secara bersamaan terkejut, Fahlada tiba-tiba saja memukul meja cukup kencang. “Kalian, bantu aku.”

“Bantu? Kamu ingin kita bantu apa, Lada.”

















To Be Continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Life After Married || LingOrm (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang