10. Perintah Tugas Bersama

Mulai dari awal
                                    

Maihana menyenggol lengan Arumi dan kembali meledeknya. 

"Ciyeeee ... yang udah balikan sama kak Elang. Seneng banget kayaknya."

Arumi tersipu malu. Dia tersenyum tertunduk dan memperlihatkan rona merah dari dua pipinya. 

"Huuusstt ... malu diliatin orang. Jangan kenceng-kenceng." Peringat Arumi menahan wajahnya yang semakin memerah muda.

"Biarin aja. Kalau perlu Hana teriakin pake speaker kalau Kak Arum sekarang punya kak Elang. Ngga boleh ada laki-laki lain yang godain Kak Arum, kalau ngga mau berhadapan sama garangnya kak Elang," racau Maihana meluapkan kebahagiaannya.

"Eh abis jadi relawan di Natuna, sekarang Kakak kerja di mana? Kakak ngga ngajar aja? Sayang loh, Kak, ijazah gurunya ngga dipake," lanjut Maihana.

Arumi terdiam sesaat lalu tertawa kecil. "Kakak mau lanjut S2 dulu. Biar bisa jadi dosen."

"Aseeeekkk! Punya kakak ipar dosen. Punya ayah prajurit brigade, punya bunda jurnalis senior, punya kakak tentara, eh punya kakak ipar dosen." Maihana bertepuk tangan bak anak kecil kegirangan.

"Bangga banget," lanjut Maihana.

Sementara Arumi justru hanya bisa tertawa garing melihat kepolosan adik kekasihnya itu, yang begitu mudahnya percaya.

"Eh Kak, tau ngga? Ada pesen dari kak Elang."

"Apaan?" Arumi merasa penasaran.

Maihana mendekatkan mulutnya ke telinga Arumi.

"Kalau ada cowok yang deketin Kakak, suruh tendang aja aset berharganya."

Spontan Arumi terbahak lepas mendengarkan kata-kata Maihana.

"Kak Elang ngomong gitu?" tanya Arumi penasaran.

Maihana mengangguk berkali-kali.

"Iya, Kak. Kak Elang secinta itu sama Kakak. Waktu Kakak putusin kak Elang, beeeuuuhhhh ... Ngga mau sama sekali pulang. Ngendon aja itu di Magelang." Maihana mengadu sambil tertawa menertawakan keadaan Elang sehabis diputuskan oleh Arumi.

"Tapi sekarang Kakak ngga bakal tinggalin kak Elang lagi, kan?" sambung Maihana dan membuat Arumi menatapnya terdiam.

Kemudian dengan senyum lebar nan indah, Arumi menggeleng pasti.

"Ngga akan, Dek."

***

KEESOKAN PAGI DI KEDIAMAN PRIBADI PRESIDEN

Pukul 9.00 WIB, Elang dengan mengenakan seragam loreng lengkap dengan baret dan bayonet di pinggang, diantar oleh anggota pengamanan presiden masuk ke dalam rumah pribadi milik presiden guna bertemu dengan pria berumur senja itu.

Laki-laki yang semakin memperlihatkan bidang dadanya dengan balutan seragam militer itu secara mendadak ditarik pulang setelah mendapatkan perintah dari mayor Rendi, komandannya.

Melihat kedatangan Elang, senyum ramah dari wajah presiden kembali terbit. Dia menyambut Elang dengan sangat kekeluargaan.

Walaupun begitu, tetap saja ketegangan terpancar jelas dari raut wajah Elang. Dirinya merasa bingung kenapa tiba-tiba ditarik ke Jakarta tapi tidak boleh memberi tahu satu keluarga pun.

Berkali-kali Elang meyakinkan dirinya kalau dia tidak melakukan kesalahan fatal selama bertugas, tapi kalau pun ada kesalahan yang dia perbuat, kenapa harus presiden langsung yang menemuinya.

Puluhan tanda tanya terus bersarang di kepala Elang sampai dirinya telah berada di ruang kerja presiden dan anggota yang tadi mengantarnya telah pergi meninggalkan dia bersama pemimpin negara.

ELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang