Irene Secret

Mulai dari awal
                                    

Mereka lalu menonton tv di ruang tamu. Lebih tepatnya menonton upin & ipin. Irene yang memilih untuk menonton ini, ia terus cekikikan ketika menonton. Entah apa yang ditertawakannya. Sedangkan Eric menatap jengah si kembar 2 itu.

"Ada yang lucu?" Tanya Eric yang melihat Irene terus cekikikan.

"Gak ada. Cuman gue mikir aja udah bertahun-tahun gue nonton ni film masa upin & ipin rambutnya gak numbuh-numbuh." Jawab Irene diiringi dengan cekikikannya.

Eric hanya melongo mendengar jawaban Irene.

Lama mereka menonton tv, dan tak teras waktu sudah menunjukkan pukul 12.00.

"Ric udah jam segini gue pulang dulu ya." Pamit Irene. Ia sudah membersihkan dirinya dan mengganti bajunya dengan seragam sekolah yang kemarin ia pakai. Karene kemarin Irene tak sempat pulang ke rumah.

"Gue anter. Tunggu sebentar." Eric lalu menuju kamarnya untuk mengambil kunci mobil.

------------------------SHE-----------------------

"Ric makasih ya. Maaf juga udah ngerepotin lu terus." Ucap Irene ketika mobil Eric berhenti di depan rumahnya.

"Santai aja." Eric tersenyum kecil.

"Lu mau mampir dulu?." Tawar Irene.

Eric nampak menimbang-nimbang. Lalu ia menjawab, "boleh deh."

Rumah Irene termasuk rumah sederhana. Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Cat nya berwarna biru cerah. Banyak aneka tanaman yang ditanam di halaman depan rumah.

"Ric, lu tunggu sini dulu ya. Gue mau ganti baju sekalian buat minuman." Irene meninggalkan Eric yang tengah duduk di ruang tamu.

Mata Eric menjelajah menelusuri setiap sudut rumah Irene. Matanya tiba-tiba terhenti pada lemari kaca besar yang berisikan banyak piala dan medali. Ternyata itu semua piala dan medali hasil Irene mengikuti lomba dance. Mata Eric kemudian tertuju pada sebuah bingkai foto yang terletak di meja samping lemari kaca. Eric tersenyum melihatnya karena ia yakin gadis kecil yang ada di foto itu adalah Irene. Dan tanpa sadar ia berucap, "cantik."

Eric kemudian kembali duduk. Tak lama Irene datang dengan membawa 2 gelas minuman dan makanan ringan.

"Maaf ya lama." Irene duduk disamping Eric.

"Gapapa."

"Oh iya rumah lu sepi banget." Ucap Eric menyadari bahwa rumah Irene sangat sepi.

"Kakak gue lagi ke kampus. Katanya ada urusan sama dosennya." Jelas Irene sambil memasukkan keripik kedalam mulutnya.

"Orangtua lu?"

Irene yang mendengar pertanyaan Eric menghentikan kunyahannya. Ia terdiam cukup lama, hingga akhirnya ia membuka suaranya, "Gue tinggal berdua sama kakak gue. Orangtua gue cerai. Dulu gue sama kakak gue tinggal sama papa. Tapi papa memutuskan untuk menikah lagi dan tinggal di luar negeri. Karena itu gue tinggal berdua sama kakak gue." Tanpa sadar Irene menceritakan beban hidupnya selama ini yang ia tutup rapat-rapat. Hanya Jessica lah yang tahu ini semua.

"Maaf ya gue jadi curhat gini ke lu." Irene mengusap matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.

Sebenarnya Eric tak tega melihat mata Irene yang sudah mulai berkaca-kaca. Ia sudah tahu seperti apa rasanya jauh dari orangtua karena ia juga merasakannya.

"Maaf kalau gue lancang, gue mau nanya gimana biaya hidup kalian?"

Irene tersenyum, "Selama ini mama gue setiap bulan selalu ngirim uang. Dan kalau kurang biasanya sih pake hasil dari lomba dance. Kakak gue juga jualan boneka kok, dia buat sendiri. Lu mau liat?" Tanpa menunggu jawaban Eric, Irene segera menuju kamar kakaknya untuk mengambil bonekanya.

"Ini." Irene menyerahkan boneka kura-kura dengan ukuran sedang.

Eric mengambilnya, "Ini kakak lu yang buat?" Tanya Eric tak percaya.

Irene mengangguk, "Itu buat lu aja. Sebagai ucapan terimakasih."

"Gak usah. Ini kan buat dijual." Eric menyerahkan bonekanya.

"Terima aja, okey?" Irene menyerahkan kembali bonekanya ke Eric.

"Thanks ya." Eric menyunggingkan senyumnya.

"Emm... Ric hubungan lu sama keluarga lu gimana? Pasti harmonis deh." Ucap Irene pelan.

"Gak sebahagia yang lu bayangin kok."

Irene heran mendengar jawaban Eric, "Maksudnya?"

"Suatu saat pasti gue ceritain ke lu. Tapi gak sekarang."

Sebenarnya Eric ingin sekali menceritakan beban hidupnya selama ini pada Irene. Namun, entah mengapa ia belum siap menceritakannya sekarang.

Irene tersenyum senang mengetahui bahwa Eric akan menceritakannya walaupun bukan sekarang, "oke gue tunggu sampai lu siap buat cerita."

Setelah itu mereka asyik mengobrol dan bercengkerama ria hingga tak ingat waktu.

"Ren gue pulang ya udah sore ternyata." Eric melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Irene mengantar Eric sampai di depan gerbang rumah.
"Hati-hati." Irene melambaikan tangannya ketika melihat mobil Eric telah melaju.

"Joy!" Panggil seseorang yang tak lain ialah Stephanie.

Irene yang baru saja menutup pintu gerbang membukanya kembali dan menghampiri Stephanie yang terlihat kesusahan membawa beberapa barang.

"Bantuin." Stephanie menyerahkan beberapa barangnya.

"Abis shopping kak?" Tanya Irene sembari menaruh barang-barang Stephanie di sofa ruang tamu.

Stephanie menyandarkan tubuhnya di sofa, ia lalu memejamkan matanya, "itu semua dari papa."

Irene yang sedang melihat barang-barang yang ternyata adalah beberapa sepatu dan baju itu diam mematung. Kemudaian ia berkata, "Tolong kakak bilang sama papa supaya gak usah kasih barang-barang yang gak ada gunanya ini. Lebih baik kirim saja uang seperti yang mama lakukan." Setelah mengatakan itu, Irene segera berlalu dari hadapan Stephanie.

Stephanie yang mendengarnya menghembuskan nafasnya berat.

------------------------SHE-----------------------

Maaf kalau banyak typo nya.

Thank you buat yang selama ini sudah baca ceritaku. Yang udah vomment juga makasih. Siders ayo tunjukan diri kalian :D

SHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang