"Serah gue lah, tenang aja gue nggak bakalan kabur."

Setelah ngomong itu Gina langsung ngacrit keluar tanpa melihat gue lagi. Meninggalkan gue bersama anak PMR yang bingung plus linglung mau melakukan apa. Mending gue berduaan sama Gina yang walaupun barbar gitu tapi gue kenal.

Gue melepas sumpelan tisu yang udah berapa lama nangkring di hidung gue. Emang ngeselin banget tuh si Gina, udah bikin gue begini juga nggak ada tanggung jawabnya sama sekali.

"Anu... Kak. Itu idungnya di ke atasin."

Gue mengernyit. "Keatasin gimana?"

"Eh maksudnya kepala Kakak di keatasin kayak gini supaya darahnya berenti." Itu cewek mendongakkan kepalanya memberikan contoh dan gue pun lantas mengikuti.

Tiba-tiba, bel masuk pelajaran ke enam berbunyi. Cewek itu keliatannya runyam banget kayak kucing yang mau lahiran. Eh ... nggak deng kayak ada sesuatu yang mengganjal gitu.

"Anu, Kak," suaranya kemudian.

"Apa?"

"Saya sekarang ada ulangan di kelas."

"Ya udah masuk sana." Gue bertitah. Dia mengangguk dan langsung beranjak memakai sepatu.

"Oh iya makasih ya Dek," ucap gue tulus. Nih kayak gini gue demen, punya adek kelas sopan, ramah-tamah, nggak neko-neko. Setelah mengangguk menanggapi, dia keluar dari UKS dengan mata gue yang meiringinya walau masih dalam posisi kepala yang menengadah.

Baru aja malaikat keluar--- Eh si setan malah masuk. Matanya membelalak ngeliat gue. Tapi yang lebih bikin gue kaget sekaget-kagetnya lagi saat dia dengan tergesa melepas sepatu dan berlari menuju gue. Tangannya menangkup sisi wajah gue dengan kedua tangan. Dia menurunkan kepala gue kembali jadi posisi datar. Untuk sepersekian detik kita bertatapan dengan kedua tangannya yang masih memegang sisi kepala gue.

Buset, kok gue deg-degan?

"Lo ngapain lagi deh kayak gitu. Bahaya tau," omel dia kemudian sambil melepaskan kedua tangannya.

"Bahaya apaan? ini gue disuruh cewek tadi buat darahnya cepat berhenti."

"Bahaya kalau darah lo balik, nyasar ke tenggorokan lo bisa muntah darah. Apalagi nyasar ke ke kerongkongan terus ke lambung, bisa iritasi lambung lo." Gue speechless mendengar perkataan Gina yang entah sejak kapan jadi pinter. Apa ini karena rambutnya udah banyak copot gara-gara gue jambak, sehingga otaknya geser ke arah yang lebih baik, ya?

"Terus tuh cewek mau bunuh gue apa gimana?" tanya gue sewot.

"Ya nggak sih, itu kan emang sering dilakukan kebanyakan orang saat mimisan, mungkin dia belum tau bahwa itu bisa membahayakan."

"Ah elah, Nang, yang bikin idung gue kayak begini siapa coba?"

"Diem mpret, mau diobatin kagak?!" Gina mendumal sambil menyiapkan daun-daun yang entah dia dapat darimana.

"Darimana lo dapat tuh daun?"

"Apotek hidup."

"Lo tadi pergi ke sana?"

"Hm," dia cuman berdeham sibuk sama daun-daunnya itu.

Fangirl Enemy [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang