Edward menyesap teh hangat buatan Bi Ima. Rasa hangat langsung terasa di kerongkongan. Namun teh ini tidak dapat menghangatkan hatinya yang terlanjur membeku.

Matanya menatap langit-langit kamar yang berwarna keemasan. Otaknya masih terus berpikir apa solusi yang tepat untuk masalahnya kali ini.

Setelah berpikir sangat lama, Edward menemukan solusinya. Ia tersenyum puas seraya mengambil ponsel yang berada di sampingnya. Ia membuka aplikasi Messages dan mulai mengetikkan sesuatu disana.

Edward kembali membaringkan tubuhnya yang sudah sangat lelah ini. Dan tak terasa, dirinya sudah terlelap bersama angin yang berhembus tenang.

•••

Tepat pukul 8 pagi, Edward sudah siap dengan pakaian kerjanya. Kali ini bukan kantor tempat tujuannya, melainkan gedung tua tempat dimana Rachel berada. Disana, ia akan menyerahkan berkas-berkas perusahaan dan Ellena akan menyerahkan putrinya sebagai gantinya.

Edward berjalan menuju parkiran. Disana sudah ada Rio dan kedua pria orang berpakaian serba hitam yang tengah menunggu dirinya. Edward mengisyaratkan mereka bertiga untuk segera memasuki mobil.

Ketiganya segera memasuki mobil. Namun kedua pria yang wajahnya tertutup topi hitam itu masuk lewat bagasi mobil yang cukup luas. Sedangkan Rio duduk di sebelah kursi kemudi. Dengan cepat Edward memacu mobilnya keluar dari pekarangan rumah.

Setelah Ellena memberitahu alamat gedung tua itu, Edward segera memacu mobilnya menuju alamat tersebut. Hanya keheningan yang menyelimuti mobil tersebut. Rio dan Edward sama sama tidak membuka suara. Rio memegangi koper berisikan berkas-berkas perusahaan Edward dengan kencang sampai-sampai tak sadar tangannya berkeringat.

"Apa Om yakin?" tanya Rio seraya menatap Edward yang tengah sibuk dengan jalanan di hadapannya.

Edward menatap Rio sekilas lalu berkata, "Om tidak pernah seyakin ini," ujarnya penuh keyakinan.

Rio tak pernah melihat Edward seyakin ini. Ia pun hanya mengangguk dan merapalkan doa semoga semua rencana ini akan berjalan sukses tanpa kendala apapun.

Mobil yang di kendarai Edward mulai menyusuri jalanan bebatuan. Di sebelah kanan dan kirinya hanya terdapat pepohonan yang tinggi menjulang. Edward sesekali melirik GPS karena jujur, ia tidak tau menau tentang tempat ini. Bahkan ia baru pertama kali datang ke tempat ini. Tempat yang bisa di bilang terpelosok dan jauh dari keramaian. Wajar saja lelaki super sibuk seperti Edward tidak mengetahuinya.

Terlihat gerbang tua yang tak terurus berada di kanan jalan. Edward sudah menduga bahwa di situlah tempat dimana Rachel di sembunyikan. Dan dugaannya benar karena GPS menunjuk tempat itu.

Dengan cepat Edward memarkirkan mobilnya di halaman tersebut. Ia melihat sekeliling gedung tua itu dengan lamat-lamat. Cukup menyeramkan, pikirnya.

Ia tidak bisa membayangkan Rachel berada di dalam gedung tua itu seorang diri. Membayangkannya membuat dada Edward seperti di hujami ribuan batu kerikil. Ada rasa bersalah dalam dirinya karena dirinya lagi-lagi Rachel harus menanggung semua ini. Semua ini salahnya.

Edward menginterupsi Rio dan kedua orang–yang tidak di ketahui namanya itu– sebelum benar-benar keluar dari mobil miliknya.

Edward keluar dari mobilnya dengan langkah santai sembari memegang koper yang berisikan berkas-berkas penting perusahannya yang nantinya akan di berikan kepada Ellena.

Broken HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang