BHARATAYUDA DUA - TAWUR (SETA GUGUR)

1.5K 41 2
                                    

Bulan diatas Kuru Setra sudah condong ke barat. Sinarnya yang temaram kini semakin redup. Hanya kerlipan bintang-bintang yang masih setia membentuk Rasi.

Para prajurit yang seharian berperang memilih beristirahat untuk memulihkan tenaganya. Kebanyakan dari mereka telah terlelap setelah melakukan pengobatan pada luka yang diderita.

Malam itu Resi Seta tak bisa tidur. Ia termenung memandangi tumpukan arang sisa-sisa upacara kremasi terhadap jenasah dua saudaranya di malam sebelumnya. Arya Utara dan Wratsangka.

Dendam atas kematian dua saudara itu kini berkecamuk di dadanya. Ditambah rasa sesal atas perang hari kedua tadi, dimana Resi Seta belum dapat menemukan posisi kedua pembunuh putranya. Prabu Salyapati dan Pendeta Durna. Penyesalan atas cepatnya perang hari ini berlalu. Sehingga dendamnya belum sempat terbalas.

"Belum tenang hidupku sebelum membayar lunas hutang nyawa Durna dan Salyapati!" Tekad Resi Seta. Namun pembalasan dendamnya harus tertunda karena Bharatayuda melarang perang di malam hari.

Resi Seta tidak tidur sepanjang malam itu. Hingga akhirnya fajar tiba dan seluruh pasukan Pandawa bersiap kembali turun ke Kuru Setra.

*****

Sangkala ditiup lagi. Genderang perang kembali berbunyi. Panji-panji kedua kubu pasukan seketika berkibar.

Belum sempat pasukan Pandawa dan Kurawa bertemu, Resi Seta sudah melepaskan ratusan anak panahnya dari kejauhan. Amarah dan dendamnya tak bisa ditunda lagi untuk dilampiaskan.

Ia mengamuk dan berlari di barisan terdepan pasukan Pandawa. Mencari dua orang penyebab kematian Arya Utara dan Wratsangka. Tangan kanannya megacungkan senjatanya, Gada Kyai Pecatnyawa.

Diluar garis perang Kuru Setra, diam-diam seseorang sedang memperhatikan gerak-gerik Resi Seta yang berlari seperti orang kesetanan. Rukmarata, putra Prabu Salyapati.

Rukmarata sejatinya adalah kesatria yang netral, tidak bergabung dengan pasukan koalisi manapun. Namun hari itu ia telah melanggar peraturan Bharatayuda. Putra Prabu Salyapati itu berniat mengincar Resi Seta.

Dari luar garis perang Kuru Setra, Rukmarata mengangkat busurnya. Dilepaskannya sebuah anak panah yang melesat kearah Resi Seta. Tepat mengenai dada. Namun anak panah itu tidak mampu melukai Resi Seta sedikitpun.

Sesaat senopati Pandawa itu berhenti, mencari-cari sosok pengecut yang telah menelikungnya dari luar garis perang. Akhirnya ia mengetahui bahwa anak panah yang dibidikkan kepadanya berasal dari seorang anak muda yang berdiri di luar padang Kuru Setra.

"Wahai pangeran muda, jangan jadi pengecut! Lawan aku kalau kau berjiwa kesatria!" Teriak Resi Seta.

"Berdirilah di tengah Kuru Setra! Jangan berada diluar garis perang!" Lanjutnya.

Resi Seta menerjang barikade pasukan Kurawa untuk mendekati Rukmarata. Diseretnya kereta si pecundang ke tengah padang Kuru Setra. Lalu dihantam dengan gada Kyai Pecatnyawa hingga hancur berkeping-keping.

Rukmarata, putra Prabu Salyapati itu tewas seketika.

*****

Kemarahan Resi Seta belum mereda. Ia kembali mengamuk. Senjatanya gada Kyai Pecatnyawa meliuk-meliuk membabat ratusan prajurit Kurawa. Sang senopati Pandawa terus berlari mencari Pendeta Durna dan Prabu Salyapati untuk membalas kematian Arya Utara dan Wratsangka.

Dari kejauhan, akhirnya Resi Seta samar-samar dapat melihat posisi Prabu Salyapati. Segera ia merentangkan busur. Dilepaskannya ratusan anak panah. Tetapi pasukan Kalingga Kurawa melindungi Prabu Salyapati. Anak panah Resi Seta hanya mengenai kereta Prabu Salya.

BHARATAYUDA JAYA BINANGUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang