"Tapi ini semua sudah tanggunganku, hyung"

"Sudahlah, aku juga tidak merasa direpotkan. Hihi"

Tetap sajakan, Jungkook merasa tidak enak biarpun Jimin berkata seperti itu untuk melegakannya. Kenapa Tuhan dapat menciptakan makhluk semanis Jimin? Bahkan terlalu manis untuk dibebankan seperti ini.

"Jungkook, hari ini ada festival ya? "

"Memang, kenapa? "

"Uhm, tidak kok. Hanya memastikan"

.

.

.

.

19.03


Malam ini Jungkook sedikit merasa nyeri dibagian perutnya, bukan karena dia jarang makan. Jimin malah sering memberinya makanan sehat. Mungkin dia saja yang kurang memperhatikan pola makannya. Jungkook kerja part time khusus hari ini karena festival budaya. Jungkook akan langsung istirahat, tidak perlu menyaksikan festival itu. Bahkan jika Jimin merengek padanya dia tetap akan melanjutkan tidur. Pikirnya.

Telephone Jungkook berdering lagi.

"Jungkook? Kau sudah sampai rumah? "

"Setengah meter lagi"

"Kalau sudah sampai, telfon aku lagi ya! "

"Ok"

Setengah meter lagi Jungkook sampai. Meskipun hanya beberapa jarak dari rumahnya itu, tetap saja Jungkook harus memanggil taxi langganan untuk mengantar jemputnya kerja bahkan sekolah.

.

.

Jungkook selesai mandi. Merebahkan dirinya di atas kasur tua yang masih empuk. Menghela nafasnya lelah. Yah, lumayan setidaknya dari kerja part time ini Jungkook dapat tip raya festival.

"Jungkook, kau sudah sampai rumah?"

"Iya hyung.. Ada apa? "

"Aku ke rumah ya! "

"Eh, sudah malam begini kan? Di jalan ada festival pasti macet kalau ke sini"

"Aku di sedang di caffe sebrang rumahmu, jadi tidak akan kena macet. Hihi"

Di malam yang harusnya dia merayakan festival. Jimin malah memilih ke rumah Jungkook.

"Terserah deh"

.
.
.
.
.

Friday, 08 august 21.09

Jimin sudah bersama Jungkook malam ini. Di kamarnya sambil membawakan puding coklat hangat dan sekotak susu untuk Jungkook.

"Kau terlihat lelah Jungkook"

"Sudah biasa kok, tidak apa"

"Dimananya yang pegal? Biar aku pijatkan"

"Tidak usah hyung! Aku tidak apa apa"

"Yakin? "

"Hm.. "

Tiba tiba saja Jimin melangkah ke tepi gorden. Menyilakkan gorden hingga menampakkan pemandangan gemerlap lampu festival yang di pasang di sisi jalan. Indah.

"Lampu lampu itu indah ya, Jungkook.. "

"Hah? Lampu, apa? "

"Lampu itu" Jimin menunjukan gemerlapnya.

"Hyung ingin pergi ke festival? "

"Uhm, tidak kok. Aku ingin di sini bersama Jungkook.. "

"Tidak apa, jika hyung ingin pergi.. Pergilah"

"Oh, kau mengusirku? "

"Tidak! "

"Kau sudah tidak mencintaiku lagi? "

"Bukan begitu! "

Jungkook bangkit menghampiri Jimin di samping jendela. Menyamai kedudukan si hyung, walaupun kita tahu Jungkook tetap lebih tinggi darinya. Jimin terus menampakkan wajah tanda tanya. Ia semakin khawatir dengan tingkah Jungkook yang menatapnya tajam.

"Hyung, jika kau ingin pergi.. Pergilah. Aku tidak apa-apa. Aku tidak ingin terus merepotkanmu, bukan karena aku tidak mencintaimu, tapi aku ingin kau bebas.. Melakukan apa yang menjadi kesukaanmu, bukan mengurusku seperti ini. Ini yang sudah tempo hari ingin ku sampaikan padamu hyung.. Aku tidak ingin kau terbebani karena mengurusku"

"Tapi aku tidak terbebani, mengurusmu itu adalah hal yang ku sukai. Lagi pula ini semua ku lakukan karena aku mencintai Jungkook. Aku tidak terbebani kok! "

"Itu sebabnya.. Kau bahkan terlalu manis untuk mengurus seorang pemula seperti ku. Aku egois kan? "

Jungkook seperi ingin meledak. Air matanya sudah tumpah karena Ia merasa membebani Jimin. Tapi kekasihnya itu tetap saja keras kepala. Bahkan kini menghapus air mata Jungkook yang sudah pecah membasahi tulang pipinya.

"Itu pula sebabnya.. Aku mengurusmu karena aku mencintaimu Jungkook. Jadi jangan merasa terbebani lagi ya"

"Ugh, dasar keras kepala"

Jungkook mengusap puncak kepala Jimin. Itu adalah hal yang paling disukai Jimin dari Jungkook. Mengusap kepalanya lembut. Jimin tahu, Jungkook hanya kesepian.

"Setelah lulus sekolah nanti, aku akan bekerja keras"

"Untuk apa? "

"Melamarmu hyung.."

"Eh-"

Jungkook langsung mendekap big bakpao manis itu. Ia tidak ingin Jimin berceloteh lagi. Jungkook ingin memeluknya. Melampiaskan semua amarahnya dalam pelukan Jimin. Ia tahu, Ia mengerti. Tuhan menciptakan Jimin untuk menjadi teman hidupnya. Hidupnya yang sepi kumal.

Sekiranya begitulah. Beruntung juga Jungkook memiliki Jimin dalam hidupnya. Setidaknya dia masih sedikit merasakan kehangatan dalam hubungannya itu.

You are my perfect love, hyung...





FIN.



.

.

.

Kok jadi panjang gini ga sii? Enjoy it aja lah '-'

JIKOOK FANFICWhere stories live. Discover now