Sister, I Love You

Mulai dari awal
                                    

Aku berdiri begitu kudengar suara pintu. Apakah In Ha sudah masuk ke kamarnya? Aku mempersiapkan diri dan keluar dari kamarku. Aku menatap sekitar sebelum akhirnya kuketuk pintu kamar In Ha. Ia tidak menjawab. Beberapa kali kuketuk kembali pintunya.

"In Ha ya...kau di dalam?" tanyaku sembari memutar pegangan pintu. Dikunci. Ia pasti ada disana. "Buka pintunya, In Ha ya. Sebentar saja,"

In Ha tidak menjawab. Aku menempelkan daun telingaku di pintu. Berharap mendengar sesuatu di dalam sana. Aku meringis, menyadari kebodohanku. Kenapa aku melakukan itu pada In Ha?

"In Ha ya..." panggil ku lagi.

Aku terkesiap, kudengar langkah kaki menuju pintu. Hah, pikiranku bekerja. In Ha mungkin di seberang sana tengah melakukan hal yang sama denganku. Dia menempelkan tubuhnya di pintu.

"Oppa, aku mau tidur," kata In Ha. "Aku lelah sekali,"

"Buka pintu sebentar," kataku lebih keras. "In Ha ya...jebal,"

"Anni...Oppa," kata In Ha. "Aku benar-benar ingin tidur,"

"Oh...biarkan aku melihat kakimu sebentar saja," kataku.

"Aku baik-baik saja. Aku sudah ke klinik dengan Jimin. Aku sudah diobati..."

"Bukan itu!" seruku. "Kau berlutut di sana selama berjam-jam. Kau pasti sangat terluka,"

"Ehmm, aku akan segera sembuh. Jadi aku mau tidur," kata In Ha lagi.

"In Ha ya...Kim In Ha!" panggilku saat tak ada suara lagi di seberang pintu. Aku mengepalkan tangan dengan geram. "Apa yang mereka lakukan padamu? Kau dimarahi?"

"Anniyo, mereka tidak marah," kata In Ha cepat. Kudengar desah nafasnya. "Mereka akan marah jika tahu Oppa disini. Jadi..."

"Aku akan mengatakan semuanya pada mereka. Jika kita memiliki perasaan yang sama!"

"Oppa, perasaan kita tak pernah sama. Aku menyukai namja lain," kata In Ha. Aku terdiam, rahangku mengeras. "Oppa juga harus segera tidur. Aku tidur sekarang,"

"In Ha...In Ha ya!" panggilku saat kudengar In Ha menjauhi pintu. Tubuhku melemah. Sungguh ingin ku terobos masuk pintu sialan ini. In Ha pasti dalam masalah. Tidak mungkin Eomma dan Appa tak memarahinya. In Ha pasti sangat terluka. Meskipun tubuhnya baik-baik saja, tapi hatinya pasti sangat sakit. Semua ini salahku. Aku yang membuat kekacauan ini.

"Oppa! Sungguh bodoh!" kata Na Yeon dari depan kamarnya. Ia berdiri dengan angkuh seperti biasa, hanya saja kali ini ia terlihat sangat marah. Padaku?

"Na Yeon ah..." kataku sambil mendekati bungsu kami. "Kau tidak mengerti,"

"Oppa, kau yang tidak mengerti sama sekali!" seru Na Yeon. Ia meringis dan memalingkan wajah dariku.

"Apa maksudnya?" tanyaku.

"Semua ini karena Oppa tidak peka sama sekali," kata Na Yeon. "In Ha sudah  lama menyukaimu. Tapi, Oppa sama sekali tidak menyadarinya. Jadi, ketika In Ha mencoba membuka hati untuk Jimin Oppa, hah...Oppa, kau dengan bodohnya ingin mendekati In Ha? Waahh, aku tidak menyangka sama sekali,"

"Kau tahu, In Ha menyukaiku?" tanyaku tak percaya. Na Yeon hanya meringis. Ia memukul dadaku beberapa kali.

"Oppa benar-benar bodoh!" seru Na Yeon. "Jika terjadi sesuatu pada Eonnie ku, itu semua kesalahanmu!"

"Na Yeon ah..."

"Aku mau tidur!" seru Na Yeon yang kini berkacak pinggang di depanku. Sekali lagi, ia memberikan tatapan sengit dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Aku yang bersalah. Aku bersalah pada semua orang. Hah..aku teringat kata-kata Cherry. Benarkah kisah ini, akan menjadi kisah paling menyedihkan untuk kami?

Oppa!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang