Pagi yang biasanya cerah dengan sinar matahari yang terik kini berbeda. Pagi ini langit terasa tidak bersahabat dan menunjukan sisi gelapnya tapi itu tidak menyurutkan semangat Vino untuk pergi ke rumah sakit. Melajukan mobilnya ke jalanan yang di guyur hujan deras dengan hati-hati. Sampai di basment rumah sakit, Vino memarkirkan mobilnya lalu berjalan ke arah lift, menuju ruangannya.
Di sana tepat di atas meja Vino, Danu duduk sambil membaca berkas di tangannya, Vino menilisik setiap gerakan Danu. Pria itu kurang tidur. Vino lantas berbalik menuju pantry yang berada di dekat ruang penyimpanan berkas. Mengambil gelas dan sebungkus coffe latte untuk membuatkan Danu minuman.
Vino kembali ke ruangannya dengan segelas coffe latte di tangannya.
Danu menoleh mendengar suara langkah kaki. Ahh Vino-nya."Apa kau lembur tadi malam" Vino menyerahkan coffe latte nya yang di sambut Danu dengan cepat.
Menyesapnya sebentar. "Tidak, aku pulang jam 2 malam lalu kembali lagi jam 5"
Vino berdecak, apa laki-laki dihadapannya ini robot. Hanya tidur hampir 2 jam perhari. Tapi dilihat dari keadaanya Danu tetap terlihat segar hanya saja sesekali Vino mendapati Danu tertidur di ruangannya.
Danu mengusap rambut Vino, "Kau sudah sarapan"
Vino mengangguk. Danu tersenyum simpul, memeluk tubuh Vino dan menempelkan hidungnya pada leher Vino.
"Tidakkah sebagai senior, kau terlihat mesum" ledek Vino
"Benerkah, sayang"
Vino sedikit menggeliat karena nafas Danu dilehernya.
"Dasar gila"
Danu tersenyum, mendekap erat tubuh Vino. Rutinitas pagi yang menyenangkan jika setiap paginya dapat memeluk tubuh mungil ini. Dari awal ketertarikan Danu, ia sudah menduga bahwa Vino adalah laki-laki, bukan tanpa maksud jika Danu salah mengira jenis kelamin anak ini, dari postur tubuh Vino sudah bisa diyakinkan bahwa dia laki-laki apalagi dari segi selangkangannya yang menonjol saat memakai celana jeans dan rambut pendeknya, namun semua itu bisa teralihkan saat melihat wajah cantiknya dan kulit putihnya. Matanya yang sedikit sipit, hidung mancung nya dan bibir mungilnya. Danu bingung mengapa ia menyukai anak ini, yang notabenenya laki-laki, tapi Danu menepis kebingunganya dan memilih mengikuti perasaanya. Bukankan perasaan yang terpenting baru dampaknya. Mungkin itulah pendirian Danu.
"Astagaa.." Awang berteriak yang membuat Vino terkejut, tapi tidak untuk Danu yang masih betah memeluk Vino.
Awang berjalan kearah mereka, mengambil buku tebal dan menghantamkannya ke punggung Danu.
"Ahh.." pekik Danu.
"Kau melakukan pelecehan terhadap juniormu hehh"
Vino terkikik, Danu sudah melepaskan pelukannya namun masih menggenggam tangannya.
"Apa kau tidak punya pekerjaan sampai harus mengganggu kami sedang bercinta" dengus Danu.
Vino melotot, melepaskan genggaman Danu dan pergi dengan wajah bersemu merah.
"Kekasihmu pemalu" kekeh Awang.
"Kekasih" lirih Danu, entah sebutan apa yang cocok untuk mereka. Danu belum meminta Vino menjadi kekasihnya namun Danu mencintainya. Mungkin di saat yang tepat nanti.
▶▶▶
Angin sisa-sisa hujan masih berhembus, menyalurkan rasa dingin pada semua orang yang merasakannya, tak terkecuali Vino.
Mengecek keadaan pasien setiap harinya dengan mendatangi bangsal satu-persatu, tapi tidak dengan ruangan tertentu yang memiliki dokter tersendiri.
Vino mengeratkan jas dokternya dinginnya cuaca tak dapat dihindari walaupun sudah di dalam ruangan.
Vino berjalan di lorong setelah mengecek ruangan lainnya, kini ia menuju kamar rawat Bima. Entah lah ada sesuatu yang Vino ingin tau dari pemilik ruangan itu.
Vino mengambil kunci disakunya ingin membuka pintu tersebut namun belum sempat memasuki lubangnya, Danu mencegat tangan Vino.
Vino terkejut, kedatangan Danu yang tiba-tiba dengan wajah serius dan tajam membuat Vino bergidik.
"Bukankah sudah ku bilang kau tidak perlu lagi mengambil alih pasienku" Bentakan. Itulah yang Vino dengar dari suara pria dihadapannya ini.
"Ak..aku hany.."
"Pergilah keruanganmu. Sekarang" Danu menggertakan rahangnya.
Vini sungguh tidak bisa dibuat begini, Vino segera berlari pergi bukan ke ruangannya melainkan ke ruangan Awang.
Ini baru pertama kalinya Danu marah padanya. Apa salahnya sebenarnya. Vino menggigit bibir bawahnya, duduk disofa ruangan Awang namun pemiliknya tidak ada.
Vino mengusap wajahnya, perasaanya sekarang kesal,gugup dan malu. Baiklah jika memang Danu tidak ingin Vino membantu menangani pasiennya. Maka Vino tak akan lagi ikut campur.
Pintu terbuka menampakan wajah Awang yang terkejut melihat Vino.
"Ada apa, apa kau menungguku" Awang duduk disamping Vino menatap Vino lembut.
"Tidak, hanya menumpang istirahat" Vino tersenyum.
"Apa Danu melecehkanmu lagi, sampai kau bersembunyi disini" Awang tertawa, dia sangat kenal kelakuan Danu yang suka berbuat tidak-tidak pada Vino.
Vino cemberut, "Bukan"
"Lalu"
"Hanya ingin disini saja" Vino mengeluarkan handphone dan hadset nya, menyandarkan tubuhnya pada sofa dan menutup mata mendengarkan musik yang mengalun.
Awang menghembuskan nafas, berdiri mengambil berkas dimejanya dan berjalan keluar dari ruangan itu.
▶▶▶
Danu membuka pintu kamar rawat Bima. Wajahnya datar. Bima sedang berdiri menghadap jendela yang menampakan taman.
Danu menutup pintu dan menaruh berkasnya diatas nakas. Mengeluarkan beberapa obat dari saku jas dokternya.
"Apa laki-laki kemarin tak akan datang lagi" Suara Bima menghentikan tangan Danu yang ingin membuka obat. Tepatnya pertanyaan pasiennya itu.
Rahang Danu mengeras, "Bukan urusanmu, segera minum obat ini" Danu menyerahkan obat yang segera disambut Bima.
"Apa kau kekasihnya" Bima tersenyum miring.
"Aku ingin merobek mulutmu" Tatapan tajam Danu tak membuat Bima takut sama sekali.
Bima tersenyum miring, meneguk obatnya.
"Aku menyukainya, bisa dia saja yang merawatku"
Danu menggeram marah, meraih kerah baju Bima, menatapnya bengis.
"Seharusnya aku membunuhmu, memasukkan mu ke rumah sakit jiwa hanya membuang waktu"
Bima menatap tajam Danu tapi tetap bungkam, ada guratan marah di wajahnya.
Danu melepaskan tangannya kasar.
Mengambil berkasnya, dan berjalan keluar membuka pintu lalu menutupnya dengan kasar, tak lupa menguncinya.Bima tertawa keras, sudah saatnya ia keluar dari penjara ini, ia tak akan membuat hidupnya mati sia-sia disini. Paling tidak ia akan mati setelah membalas semua yang terjadi padanya.
"Aku akan merebut apapun yang menjadi milikmu"
⚠⚠⚠
Thanks.... untuk pembaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Psycho Guy (bxb)
Teen FictionMenjadi dokter berarti mencoba menjadi teman untuk pasien. Namun apa yang membuat Vino takut menghadapi pasiennya sendiri. Cinta. "Aku tidak butuh semua obat itu, aku hanya butuh kau" --- Pasien gila yang menyukai dokternya. Vino ingin kabur dibuat...