Surya berjalan menjauhi Dimas. Entah menjuju kemana, hanya mengikuti langkah kakinya saja.
"Jangan ketus gitu, Sur! Nanti Senja nggak suka!"
Suara teriakan Dimas terdengar dari arah belakangnya. Kalau boleh jujur, Surya malu. Nanti kalau kedengeran sama Senja gimana?! Ah, persetan dengan teriakan si Dimas, tapi kata-katanya memang ada benarnya. Atau dia memang sebegitu ketus?
***
Jalanan kampung depan sekolah sore itu sudah sepi, tidak menunjukkan adanya kegiatan selain Mang Didi, penjual bakso gerobakan yang sering jualan di depan sekolah. Gimana enggak sepi, jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, dan sialnya, Senja tidak kedapatan ada angkot yang lewat sedaritadi. Sudah lumrah, Senja bisa menunggu angkot selama satu hingga dua jam, tapi ini tiga jam! Coba bayangkan!
Senja mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Matahari terlihat sudah mulai sembunyi dari peradaban, membuat Senja semakin gusar dan berpikir yang enggak-enggak.
Suara motor terdengar dari arah gerbang sekolah, menampakkan pemuda berkaus olah raga yang basah karena keringat yang dengan gagah mengendarai motor Ninja hitam nya.
Itu dia, Surya Kencana Praja, pemuda yang selama ini telah menyita perhatian Senja, pemuda yang selama ini telah membuat Senja menjadi penguntit yang rela mengamatinya secara diam-diam setiap hari.
Surya dan motornya melaju kencang melewati Senja yang duduk dengan gusar. Ada rasa kecewa di hati Senja.
Sedetik sebelumnya, Senja sempat mengharapkan Surya akan menghentikan motornya dan menghampiri Senja lalu menawarinya untuk pulang bareng. Tapi sepertinya harapan itu terlampau tinggi.
Suara knalpot dari motor Surya masih terdengar, seolah mengejek Senja dan harapan bodohnya. Didalam hati, Senja merasa dungu. Menaruh perasaan kepada orang yang bahkan tidak menggubris keberadaannya seperti hal nya menaruh emas diantara berlian; tidak berarti.
Sangat mudah bagi Surya untuk memilih gadis yang lebih baik daripada Senja, mengingat Surya adalah pemuda yang terkenal diantara guru-guru dan seantero sekolah berkat kedudukannya sebagai ketua tim sepak bola sekolah yang beberapa minggu lalu memenangkan pertandingan sepak bola antar kota dan beberapa minggu lagi akan maju dalam pertandingan antar provinsi.
Surya bisa saja memilih perempuan siapa saja yang bersekolah di sekolah ini, tinggal tunjuk saja, dijamin perempuan itu tidak akan nolak. Tapi entah kenapa, hingga kini Surya tidak pernah mau berpacaran dengan salah satu dari mereka padahal banyak sekali gadis yang mendekatinya secara terang-terangan, misalnya si Rara, ketua ekskul tari yang banyak direbutkan cowok-cowok di sekolah, bahkan guru-guru muda seperti Pak Andi. Jika ditanya mengapa si Surya enggan untuk berpacaran, pasti jawabannya: Mau fokus sama sepak bola. Pasti itu.
Suara khas dari mesin motor angkot mulai terdengar. Kelegaan mulai memenuhi dada Senja, melepaskan rasa gusar yang membuat pikirannya menjalar kemana-mana. Membuatnya sejenak melupakan harapan bodohnya tadi dan fokus pada kenyataan yang masih belum bisa Ia terima. Bahwa Surya hingga kini belum mengenalnya.
***
Suara piano mengalun lembut dari arah ruang keluarga milik keluarga Senja. Seorang anak laki-laki berumur sekitar 5 tahun tengah duduk sembari menekan tuts piano dengan lihainya. Senja diam-diam mengamati anak itu sembari tersenyum samar. Sepertinya Senja memang cocok menjadi paparazi dengan bakat yang Ia punya sekarang; mengamati secara diam-diam.
"Kak Senja... mau main juga?" tanya anak itu dengan senyum yang menghiasi wajah tembamnya.
Senja menarik senyum samar menggeleng pelan. "Shane aja yang main. Kak Senja dengerin dulu, deh." kata Senja sembari berjalan mendekati anak laki-laki bernama Shane yang satu minggu belakangan ini rajin berkunjung ke rumah Senja untuk belajar piano dengannya. Ya, Senja itu pemain piano yang sering tampil di perlombaan musik Jazz, tapi belum semahir Joy Alexander yang sempat booming karena masuk nominasi Grammy's Award.
Shane mengangguk mantap. Tangannya mulai menekan tuts piano dengan mulus, seakan-akan tiap nada-nadanya sudah terpatri jelas dalam otaknya.
Senja bertepuk tangan dengan antusias begitu Shane menyudahi lagunya. "Yeay, Shane! Woo!" kata Senja dengan nada seakan-akan Ia baru saja melihat penampilan dari diva dunia, Beyonce.
"Bagus nggak, Kak?" tanya Shane dengan mata berbinar. Senja mengangguk lalu mengacu.ngkan dua jempol.
Shane berteriak kegirangan sembari tepuk tangan. Dasar anak.
Senja tersenyum geli melihat tingkah Shane yang menurutnya sangat menggemaskan itu.
Huh, andai saja, mendekati Surya itu semudah menekan tuts piano, Senja pasti tidak akan sebegini memikirkan tentang perasaannya pada pemuda yang bahkan merasa asing dengan namanya, yaitu Surya.(**)
***
Halo! Ini cerita baru buat selingan nunggu cerita Moon and Mars. Khusus cerita Surya dan Senja ini mungkin bakal slow update ya. Jadi jangan terlalu mengharapkan Surya dan Senja ini bakal update tiap minggu kayak Moon and Mars *siapa yang ngarep coba
Oke oke, intinya jangan lupa divote part pertama dari Surya dan Senja ini ya! Kalo ada kritik/saran boleh kok kasih komen heheh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
Teen FictionSemua tahu. Surya mencintai Senja dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Dua kepribadian yang berbeda, menjadi satu dalam ikatan sebuah kisah asmara. Surya tidak peduli bagaimanapun perlakuan Senja terhadapnya, Ia tetap bertahan. Senja yang dulu...
1. Surya
Mulai dari awal