PROLOG : REVISI

Mulai dari awal
                                    

⏬⏬⏬

(16.y.o)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*******

Suasana mendung di daerah pemukiman padat penduduk membuat orang-orang dengan pakaian serba hitam mulai larut dalam kesedihan. Mereka menatap iba kepada gadis kecil yang terduduk lesu di pinggir nisan.

"Ibu, hari ini Luna akan tinggal bersama bibi Marta. Jadi ibu jangan jangan cemas ya. Semoga ibu bahagia di sana." Luna menatap nisan kedua orang tuanya yang masih segar dengan aroma tanah dan bunga Krisan.

Air matanya kembali mengalir deras di wajah mungilnya. Tangisan yang disertai dengan isakan lirih membuat para peziarah yang yang berdiri tidak jauh dari nisan itu menatap kasihan kepada Luna... karena di usianya yang masih belia harus menjadi anak yatim piatu.

"Luna, sudah waktunya kita pergi." Marta memegang kedua bahu Luna dan membantunya berdiri.

"Bibi, Luna merindukan ibu..." ucapnya sembari mengusap air mata yang tak henti-hentinya mengalir di kedua pipinya.

"Jangan menangis sayang. Kalau ibumu melihatmu menangis seperti ini, dia tidak akan tenang di surga. Luna mau seperti itu?"

"Tidak bi... Luna tidak mau..." jawab Luna seraya menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, sekarang hapus air matamu, sayang. Mobil tuan Marshall sudah datang di halaman untuk menjemput kita."

"Tuan Marshall?"

"Iya, Tuan Marshall akan menjadi majikan kita, Luna. Dia membolehkan bibi untuk membawamu."

Marta kemudian menuntun Luna menuju ke halaman. Samar-samar mulai terlihat seorang pria paruh baya dengan setelan jas hitam mewah berdiri kokoh dengan elegan, khas pria bangsawan Inggris. Garis-garis ketampanannya masih jelas terlihat di wajah pria itu.

"Oh, jadi inikah keponakanmu Marta?" tanya Jullian kepada Marta, namun matanya terarah lurus kepada Luna.

"Iya, tuan. Terima kasih sudah mau repot-repot menjemput kami." Jawab Marta.

My Sweetest Luna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang