"Helah, emang kita semurah elo disogok pakai Pizza langsung layu?" balas Nadine sewot.
"Mending kita berdoa aja, Din, moga-moga kak Arka kali ini ditunjukkan jalan yang benar dan menolak si wanita psiko itu. Serem tahu, kita jadi ga enakkan kalau deket-deket sama kak Arka. Padahal kak Arka kan baik banget." ucap Lisa selanjutnya yang tentu saja disetujui Nadine. Oh tentu, mereka hanya beberapa mahasiswi kedokteran yang tidak menyukai Natella.
***
Natella telah memasang raut semelas mungkin, sementara Arka memilih memandang ke arah lain. Kemana saja asal tidak Natella yang matanya sedikit berair. Kedua orang itu sedang berada di belakang toilet gedung H, tempat yang dipikir Natella sepi untuk membicarakan hal serius.
"Arka marah ya sama aku?" tanya Natella pelan. Dia menatap sendu cowok yang hampir dua puluh centi lebih tinggi darinya itu.
Iya, Arka pasti marah, itu jelas dan Natella tahu. Kejadian Natella mencaci maki Arka sampe minta putus belum genap dua puluh empat jam berlalu. Ucapannya terlalu kasar. Bahkan Natella yakin dia tidak mau memaafkan begitu saja orang yang sudah menudingnya seenaknya dengan kata-kata keterlaluan. Dan Natella belum lupa bagaimana cowok ini sangat membenci hal-hal yang tidak sopan dan diperlakukan seenaknya.
"Iya, aku tahu aku salah. Menyimpulkan tanpa mikir dan cari tahu dulu. Mulut aku jahat. Gausah dengerin kata-kata aku kemaren, aku kilaf." Ucapnya pelan, sebisa mungin mengeluarkan nada suara bersalah. Karena Natella memang merasa bersalah.. "Aku lagi 'dapet' makanya impulsif." Lanjutnya beralasan, mencoba menyalahkan hal lain agar dirinya tidak terlihat salah-salah amat.
Natella mendengar decakkan Arka, yang masih belum sudi memandang ke arahnya. Natella kemarin memang keterlaluan, sangat malah. Apalagi untuk cowok sensitif seperti Arkasa, "Iya deh, emang salah aku. Pokoknya salah aku." Tekannya, mengingat kalau cowok ini tidak suka apabila dia melemparkan kesalahan ke hal lain. "Maafin aku ya, Ka? Aku sayang sama kamu dan gamau kehilangan kamu." Lanjutnya lagi, kedua tangannya memegang tangan kanan Arka, memberikan pergerakkan sedang memohon. Sayangnya, cowok tinggi itu tetap tidak merespon, hanya memberikan kesan dinginnya yang cuek. Salah siapa langsung menuduh tanpa pikir panjang?
"Arka, tatap aku dong." Pintanya, mulai frustasi. Memang tidak gampang berdamai sama cowok satu ini, Arka jarang marah tapi dia juga bukan tipe yang mudah memaafkan. "Aku kan udah minta maaf dan ngaku salah."
"Minta maaf dan ngaku salah aja ga cukup, Nat." ucap cowok itu kalem, berbicara untuk pertama kali.
Deg. Kenapa kata-kata Arka barusan begitu dingin dan membuatnya tertohok?
"Aku janji gabakal ngulang lagi." Balas Natella semakin pelan.
Arka kemudian mengarahkan tatapannya ke arah Natella. "Kamu tahu ga apa kesalahan kamu?" tanyanya tenang, tapi dingin. Ini cowok yang biasanya terlihat polos dan manis di mata Natella kenapa jadi serem dan dingin kayak begini, sih? Sesebal itu, kah?
Natella tentu mengangguk. "Salah aku banyak." Balasnya yakin.
Alis tebal Arka terangkat, menunggu Natella mengabsen apa saja kesalahannya. "aku udah nuduh kamu selingkuh, ga percayaan sama kamu, terus ngomongin kamu brengsek, bajingan, jahat, gatau malu, anjing, di line. Terus bilang benci sama kamu. Itu ngga sopan, aku tahu." Natella bernapas sebentar, dia sudah menghapal apa saja hal-hal tidak sepatutnya yang ia katakan kemarin. "Aku juga ngangkat telepon kamu dan marah-marah, ngomong kotor lagi. Aku juga bilang kamu murahan. Maafin aku ya." Pintanya setelah menyebutkan semua kesalahan yang dia ingat.
Sayangnya, Arka terlihat masih menunggu jawaba lain. "Terus?"
"Aku ngomongin Mentari perek. Iya, aku salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Psycho Love
Teen Fiction"Percaya deh. Bukan gue yang gila, tapi cowok gue."
02. The Evil Queen (2)
Mulai dari awal