Setiap langkahnya terasa dibebani oleh ribuan batuan, semakin berat seiring ia mendekati kerumunan di depannya. Ini adalah tempat yang sudah sangat tak asing baginya, dan ia berharap apa yang ada di depan sana bukanlah seperti yang diduga.
Ketika kehadirannya mulai disadari, kerumunan itu perlahan terbuka. Menampilkan tiga sosok disana, dimana yang satu sudah tergeletak lemah, yang satu lagi sedang duduk bersimpuh dengan sebilah pedang yang ditancapkan oleh sesosok lagi di dadanya.
Thanathos terus membawa tungkainya ke depan, meski langkahnya kini telah bergetar. Disaat ia telah benar-benar berada di hadapan ketiga sosok tersebut...
Disaat ia telah mengetahui siapa sosok yang akan ia ambil nyawanya detik ini...
Thanathos menggeram penuh amarah.
Jika bukan karena sosok wanita di depannya, dewi mungil yang diam-diam ia sayangi, menggenggam lembut jemarinya, Thanathos mungkin benar-benar akan bertransformasi menjadi wujud aslinya. Lelaki itu merundukkan kepalanya, disambut oleh senyuman paling indah dari wanitanya.
"Sebelum kau melaksanakan tugasmu...bisakah aku meminta waktu sedikit lagi?" tanyanya penuh harap, membuat Thanathos lantas menganggukkan kepalanya. Senyuman indah diberikan lagi padanya, sebelum sang wanita mengalihkan pandangan pada sang suami di sebelahnya.
"Horus..." yang dipanggil lantas tersentak, kemudian ikut duduk bersimpuh di depannya. Obsidian cokelatnya nampak berkaca-kaca, siap berlinang jika saja jemari sang belahan hati tidak mengusapnya lembut. "Jangan...jangan menangis dewaku. Kini tak ada lagi penghalang bagimu, berbahagialah dengannya. Anggaplah ini sebagai hadiah terakhirku untukmu, belahan jiwaku" ucap si wanita berlapang dada.
Satu linangan air mata lolos di pipi Horus, mendengar ucapan tulus sang istri. "Hathor sayangku...aku tidak pernah-"
"-mmhhm sudahlah. Lebih baik segera bawa Pandora dan temui Apollo sebelum kondisinya kian memburuk. Pergilah Horus...aku melepasmu" Hathor tersenyum tegar, meski jauh di dalam lubuk hatinya menjerit pilu melihat sang suami benar-benar mulai membawa Pandora pergi, meninggalkan dirinya yang sedang meregang nyawa.
Tepat setelah sepasang kekasih itu menghilang dari pandangannya,Hathor kembali membawa atensinya pada lelaki di depannya, lelaki yang beberapa waktu belakangan ini telah mewarnai hidupnya yang sunyi.
"Bisakah aku meminta tambahan waktu kembali...?" tanya Hathor dengan berbisik.
Thanathos tak langsung menjawab, terlebih dulu duduk bersimpuh di hadapan sang dewi. "Apapun untukmu..." tanyanya juga dengan berbisik.
Hathor menggeleng pelan, kemudian mengangkat tangan kanannya unuk menangkup wajah Thanathos. "Terima kasih...aku hanya ingin melihat wajahmu sedikit lebih lama" pintanya penuh harap. Thanathos hanya mampu membisu, bahkan memejamkan mata ketika usapan lembut dari sang dewi mengitari wajahnya.
Suasana hening penuh romansa itu hanya bertahan sesaat saja, ketika suara gaduh datang mendekati keduanya. Sang raja dari segala dewa, Dewa Zeus, hadir bersama para dewa lainnya dan berbagai prajurit langit.
"Hathor! Bisa-bisanya kau bersekongkol untuk melindungi Pandora! Tidakkah kau lihat bencana yang telah ditimbulkan olehnya hah?! Bahkan suamimu pun diambil oleh gadis terkutuk itu!" hardik Dewa Zeus penuh murka.
Kedua tangan Hathor saling tertaut erat, menahan gejolak yang membuncah di dadanya. Bukankah ini tidak adil untuknya?
Zeus yang pertama kali menciptakan gadis pembawa bencana itu. Zeus juga yang memerintahkan Horus untuk menjaga dan mengawasi pertumbuhan Pandora. Atau dengan kata lain, sang raja lah yang bertanggung jawab atas segala kehancuran yang sedang terjadi saat ini.
Lalu mengapa semua seolah dilimpahkan padanya?
Hathor hanya terlalu mencintai lelaki yang ditakdirkan untuknya. Sekalipun raga yang harus dikorbankan, nyatanya Hathor bersedia melakukannya demi kebahagiaan pendampingnya.
"Aku tahu Yang Mulia...Aku mengerti" sahutnya lemah, namun tetap memberanikan diri untuk membalas tatapan sang raja. "Ini adalah keputusanku, dan aku sudah siap menerima segala hukuman atas perbuatan yang telah kulakukan" ucapnya dengan penuh keteguhan, membuat dewa dewi di belakang Zeus menggeleng prihatin melihatnya.
Berbeda dengan sang raja, yang nampak lebih murka dari sebelumnya. Ia tatap Hathor sejenak, sebelum mengalihkan pandangannya pada lelaki bersayap di dekat sang dewi. "Thanathos! Cabut nyawanya segera, lalu kirimkan jiwanya pada Hades atau Osiris. Tidak ada reinkarnasi untuknya dan biarlah ia merasakan siksaan neraka terbawah atas tindakan lalainya ini!" perintahnya dengan seringai menakutkan.
Hathor tak lagi mampu menjawabnya, begitu pula Thantahos yang hanya bisa membisu dalam posisinya. Sejak tadi netranya terus mengunci pada sosok indah di depannya, membuat Hathor kembali menatap ke arahnya.
Dengan senyuman tegarnya, wanita itu berbisik. "Terima kasih...telah hadir dalam duniaku, meski pertemuan kita begitu singkat" bisiknya lembut. Perlahan ia membawa wajahnya sedikit maju ke depan, memberanikan diri untuk mengecup sudut bibir sang dewa. "Sekarang...lakukan Thanathos" pintanya. Disaat jemari si lelaki bersayap mulai menapak di pucuk kepalanya, Hathor mulai memejamkan mata.
"Tidak ada yang pernah tahu luka terdalam yang tersembunyi dibalik tatapan mataku, tidak ada yang tahu pula dengan rasa sakit yang tak pernah terucap dari mulutku ketika aku kehilangan sosok ibuku dahulu. Tidak pernah ada yang tahu...mimpi buruk apa yang telah kulewati saat itu" ungkap Thanathos tiba-tiba. "Lalu ketika malam itu aku membagi kisah dukamu bersamamu...saat itu pula diam-diam aku telah berucap sumpah..."
Mendengar irama asing dari nada suara sang dewa, membuat Hathor membuka kembali kedua matanya. Dapat ia lihat, kupu-kupu yang mengitari tubuh Thanathos kian bertambah jumlahnya, bahkan mulai berdatangan dari berbagai sudut. Disamping itu, obsidian abu-abu miliknya berganti menjadi hitam, bahkan dari jemarinya juga memijarkan cahaya kelam pekat, bukan sinar terang seperti biasanya.
Dugaan buruk mulai muncul dalam benak Hathor, ketika Thanathos melanjutkan kembali ucapannya. "Biarlah semesta mengeluarkan amarahnya dan api neraka datang menyelimuti tubuhku bahkan hingga terbakar habis sekalipun..." Ia menjeda sesaat, mengamati Dewa Zeus dan para prajurit yang mulai berlarian mendekatinya, sebelum mengembalikan atensinya pada sosok terkasih. "...asal tidak ada kehilangan untuk yang kedua...asal kau tetap di sisiku.."
"THANATHOS APA YANG KAU-"
...
Berkatalah angin
Meniup dingin di hati
Berteriaklah hujan
Pada malam aku tenggelam
.
Akulah si pelindung pandora
Yang menyimpan kotak penuh kutukan
Setiap jiwa kini kecewa
Tidak hutan, tidak lautan, tidak hewan, bahkan manusia
.
Setiap nafasku adalah nista yang tak terperi
Setiap langkahku menggiring benci
Tak bisa aku lari dari sekap ini
Tak mau aku lari ke lain diri
.
Sebab ia menyeringai
Ia kuasai aku dalam kepompong diri yang tak pernah pecah
Jiwa ini tetap ada, tak lekang atau mati
Akulah si pendosa
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Vincit Omnia
Fanfiction"Mengapa harus mengambil nyawamu jika ada tubuhmu yang bisa kunikmati?" Untaian takdir yang terukir sejak jaman Yunani Kuno, membuat Baekhyun tak pernah lelah mengejar Kasper, lelaki tampan di sekolahnya. Hingga akhirnya seorang dewa yunani tampan...
Part 2
Mulai dari awal