Leila

14 3 0
                                    

Namaku Leila. Umur dua puluh tiga tahun dan sekarang aku sedang berpacaran dengan Ryan. Hubungan kami sudah berjalan selama dua setengah tahun dan kini telah memasuki jenjang yang lebih serius. Sebuah hubungan asmara yang matang dan dewasa, bukan sekedar percintaan ingusan yang kekanak-kanakan karena kami akan merencanakan sebuah mahligai pernikahan.

Aku bekerja di sebuah kantor surat kabar lokal sebagai penerjemah naskah dengan gaji yang lumayan, sedangkan kesibukan Ryan adalah mengelola usaha orang tuanya yaitu sebuah agen pemasok barang-barang kebutuhan sehari-hari berskala cukup besar yang mencakup satu kota madya. Kami saling mencintai dan merasa cocok satu sama lain sejauh ini. Namun yang namanya hidup, sebaik-baiknya kita, terkadang masih ada saja yang tidak suka, seperti halnya kakak Ryan yaitu David. Aku tidak tahu pasti mengapa, tetapi kemungkinan besar karena aku adalah calon pendamping adiknya, yang notabene orang tuanya mewariskan usaha mereka kepada Ryan, bukan kepada David. Jadi dapat disimpulkan bahwa dia merasa iri karena aku akan kebagian menikmati harta orang tuanya yang menurut dia seharusnya jatuh ke tangannya. David adalah orang yang berperangai buruk, suka berhura-hura, dan kuliahnya saja tidak selesai.

Sejak awal aku menjalin hubungan dengan adiknya, dia sudah menunjukkan ketidaksukaannya. Dia tidak pernah menyapa atau berbicara denganku. Meski begitu aku selalu menyapanya terlebih dahulu demi menjaga nama baik di depan keluarga pacarku, dan setidaknya dia lebih tua sehingga aku harus bersikap sopan meski dia sendiri tidak punya etika, padahal tidak jarang aku sendiri sudah merasa sangat muak melihatnya. Namun mengalah demi kebaikan bukanlah hal yang buruk, kan? Karena nantinya aku akan masuk ke dalam keluarga calon suami, jadi aku harus mulai membiasakan segala sesuatu.

Di suatu sore yang tenang sepulang bekerja, aku sedang bersantai di kamar tidur, membuka jejaring sosial Facebook di ponsel sambil mendengarkan musik favorit dari MP3 player yang menyala di ruang tamu. Tiba-tiba ada sebuah nada ping, pertanda ada pesan masuk di aplikasi messenger, setelah kubuka ternyata pesan itu dari David. Aku penasaran mau apa dia, padahal aku tidak mempunyai hubungan perteman dengannya, buat apa bergaul dengan orang macam dia meski hanya di dunia maya.

Kutekan ikon messenger dan muncullah isi pesan:
"Hei gadis tidak tahu malu, berhentilah merayu adikku hanya untuk mencari keuntungan belaka!"
Seketika hatiku panas, berani-beraninya dia berkata begitu, padahal selama ini aku sangat tulus mencintai Ryan. Kurang ajar, apa otaknya tidak seusia dengan badannya? Atau mungkin dia tidak punya otak? Tak pernah sekalipun aku terpikir untuk mengincar harta keluarga Ryan. Aku tidak pernah menghambur-hamburkan uangnya untuk kepentingan pribadi.

Awalnya aku tidak ingin menanggapi pesan itu, tetapi nampaknya pikiranku sedang tidak sejalan. "Apa maksudmu?" Balasku.
"Sudahlah tak usah pura-pura tidak tahu. Kau dan keluargamu semua matre!"
"Astaga, tolong jaga bicaramu. Temui aku kalau kau memang laki-laki! Jangan cuma berani di FB!" Aku tidak terima kalau sudah membawa-bawa nama keluargaku, mentang-mentang keluarganya lebih kaya jadi seenaknya saja dia menghina kami. Ingin rasanya kuadukan semuanya kepada Ryan, namun aku tidak ingin menjadi pemecah belah hubungan persaudaraan mereka.

Ping.
"Oke, kutunggu di bangunan supermarket ujung gang timur, satu jam lagi."
Kemudian akunnya offline.
Sial! Ternyata dia mengganggap serius ucapanku. Dan mengapa juga harus dia yang seenaknya menentukan lokasi. Aku tidak ingin dianggap pengecut, meski seorang perempuan. Mau tidak mau aku harus pergi menemuinya di sebuah gedung bertingkat dua yang sedang dalam pembangunan tetapi tidak selesai alias terbengkalai. Padahal dinding dan atapnya sudah selesai terpasang, tinggal proses penyempurnaan yang tersisa. Mungkin sang pembangun sudah kehabisan dana, sayang sekali.

Paling-paling itu hanya gertakannya saja, kupikir. Namun tidak ada salahnya membawa bekal untuk menjaga diri. Dari bawah kolong ranjang, kuambil sebuah potongan pipa besi sepanjang 70 sentimeter yang entah kapan aku temukan di gudang milik ayah di belakang rumah, kumasukkan ke dalam ransel. Lalu dua buah pisau dapur milik ibu, kuselipkan di pinggang. Tak lupa dua buah knuckle ayah --yang diam-diam kuambil dari kamarnya, untung ayah sedang tidak ada di rumah karena pasti akan repot untuk meminjamnya secara terus terang-- kusematkan di tangan kiri dan kanan, walau tak tahu apa yang akan terjadi, namun aku yakin bahwa benda ini akan sangat berguna. Aku mengenakan kaos berwarna merah ditambah jaket hitam berhoodie tanpa lengan, dengan celana olahraga dan sepatu kets untuk memudahkan gerakan. Kuikat rambut membentuk ekor kuda yang tinggi. Setelah merasa semuanya sudah cukup siap, aku menyalakan mesin mobil Rocky pemberian ayah, melesat menuju tempat yang telah disebut oleh bajingan sialan itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 18, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LeilaWhere stories live. Discover now