Part 18 - Berusaha Move On

Mulai dari awal
                                    

"Sayang. Jangan bangun dulu." Perintahnya lembut ketika Keke memaksakan dirinya untuk bangun.

Tapi Keke tak mendengarkannya dan malah langsung memeluk tubuhnya.

Melihat situasi itu, Alex langsung menarik tangan Nadia. Dafa mengangguk pelan saat Alex menepuk pundaknya untuk berpamitan.

Dafa kembali memfokuskan tatapannya pada Keke. Di lihatnya, wajah keke yang hampir terbenam sempurna dalam dadanya itu menunjukkan gurat cemas bercampur takut dan penyesalan. Ekpesi itu membuatnya semakin curiga. Tapi sebisa mungkin dia besikap normal. Agar Keke tetap nyaman berada didekatnya.

"Maafkan aku." Lirih Keke sangat pelan. Namun Dafa sangat jelas mendengarnya.

"Untuk apa, Sayang?"

"Untuk semuanya."

Dafa mengerutkan dahinya. Tak mengerti maksud Keke. Saat dia ingin bertanya, Keke secara tiba-tiba langsung mengecup pipi kirinya. Lama dan sangat lembut.

"Terima kasih untuk cinta dan sayang yang selama ini kamu berikan untuk aku. Aku sangat beruntung mendapatkan semua itu, Sayang."

Kecupannya yang sempat terhenti karna mengucapkan ungkapan terima kasihnya itu berlanjut. Tak hanya di pipi, tapi menjalar hingga ke bibir maskulin Calon suaminya itu.

Hanya kecupan singkat, tapi sangat berarti bagi Dafa, karna baru kali ini Keke yang memulainya.

"Aku sangat mencintai kamu. Aku juga sangat membutuhkan kamu. Tolong, jangan pernah tinggalkan aku. Apapun yang terjadi nanti, kamu harus selalu ada di sampingku."

"Aku mohon. Berjanjilah."

Dafa tersenyum lalu balas mengecup kening Keke.

"Aku berjanji, Sayang. Apapun yang terjadi kedepannya. Aku akan selalu setia berada disamping kamu."

Ungkapan itu membuat hati Keke sedikit lega. Bagaimana pun itu, dia tak bisa memungkiri kalau dirinya ini sangat membutuhkan Dafa.

Meski hatinya masih selalu mengharapkan Nico.

"Maafkan aku, Sayang. Bukan maksudku untuk menghianati cintamu. Tapi aku belum mampu melupakan dia seutuhnya. Aku masih perlu banyak waktu untuk melupakannya. Dan aku harap, selama proses itu berlangsung, kamu akan selalu berada disampingku. Tetap setia menggenggam tanganku. Hingga hati ini menjadi milikmu seutuhnya."

~~♡☆♡~~

Dafa menghentikan langkahnya ketika ia mendapati Andre dan Nayla memasuki Villa dengan membopong tubuh Nico. Terlihat jika pria itu sedang dalam kondisi tak baik.

"Dave kenapa?" Tanyanya sembari langsung menggantikan posisi Nayla karna ia melihat gadis itu mulai kewalahan memapah Nico.

"Dia nggak apa-apa. Cuma butuh istirahat. Sekarang kita harus bawa dia ke kamar." Jawab Andre yang hendak memulai langkahnya. Namun Dafa menahannya.

"Kita ke rumah sakit aja. Gue nggak yakin kalau Nico nggak apa-apa." Dafa terus memperhatikan wajah Nico yang pucat.

"Nggak usah, Kak. Kak Nico nggak apa-apa kok."

"Nggak apa-apa gimana, Nayla. Lihat ini kakak kamu lemes kayak gini. Mukanya pucet banget lagi. Badannya juga dingin."

"Ee.. kak Nico. Kak Nico memang biasa begitu kok kak."

Dafa mengernyit "Biasa? Maksudnya?"

"Udah deh. Loe nggak usah banyak nanya. Sekarang bantu gue bawa Nico ke Kamar."

Dafa ingin sekali membantah, tapi melihat tatapan Andre yang sama sekali tak mau dibantah perintahnya. Juga kondisi Nico yang semakin lemah dalam rangkulannya membuatnya mau tak mau mengikuti keinginan Andre. Meski dia sangat ingin membawa Nico ke Rumah sakit karna dia sungguh tak yakin kalau kondisi sahabatnya ini baik-baik saja.

Begitu telah membaringkan Nico di atas tempat tidur. Nayla langsung mengambil alih tindakan selanjutnya. Dia menyelimuti Nico dengan banyak sekali selimut yang kembali mengundang keheranan Dafa. Apa yang sebetulnya terjadi pada Nico?

"Kok gue nggak yakin yah kalau Nico baik-baik aja."

Andre langsung menatapnya. "Maksud Loe apa?"

Dafa menatap Andre sejenak, kemudian beralih menatap Nayla yang masih sibuk merawat Nico. Dia merasa ada yang janggal dari tindakan Gadis belia itu. Seperti ada yang disembunyikan.

Andre ikut menatap Nayla. Dan beberapa saat setelahnya dia menarik lengan Dafa membawanya keluar dari kamar.

"Loe nyembunyiin sesuatu kan dari gue." Tuduhnya seraya melepas paksa lengannya dari genggaman Andre.

"Apa sih maksud loe?"

"Loe nggak usah belaga bego."

Andre bersidekap Dada. "Siapa yang belaga bego." Tatapannya menajam.

"Harusnya gue yang nanya sama loe. Apa peduli loe sih sama Nico. Bukannya selama ini loe selalu curigain dia. Loe juga selalu berfikiran negatif tentang dia. Iya kan."

"Maksud loe?"

"Udah deh. Loe nggak usah sok polos di depan gue. Gue udah tau semua apa yang ada dalam pikiran loe itu."

Tak berapa lama, Alex datang menghampiri mereka.

"Ada apaan sih ini. Suara kalian tuh kedengeran sampe ke kamar gue tau nggak."

Andre dan Dafa menatap Alex sejenak. Lalu mereka berdua kembali saling menatap. Membiarkan pertanyaan Alex berlalu begitu saja.

"Loe selalu ngaku kalau loe itu sahabatnya Nico. Tapi perilaku loe nggak pernah mercerminkan seorang sahabat. Loe diam-diam mencurigai dia. Loe nggak percaya sama dia. Itu yang namanya sahabat?"

"Emang dia mencurigakan. Terus salah gitu kalau gue sama Dafa Was Was dengan dia." Alex yang menimpali dengan kesalnya.

Andre menatapnya seraya mendecih. "Tuh. Loe denger sendiri kan apa kata SAHABAT BAIK loe itu. Dia udah ngakuin kemunafikan ello selama ini."

"Gue nggak munafik yah."

"Terus apa?" Andre kembali mendecih "Udahlah. Loe akuin aja. Setidaknya loe udah sadar kalau sikap loe itu menunjukkan kalau loe itu emang bukan sahabat yang baik."

"Loe nggak pernah tulus bersahabat dengan Nico."

"Dan loe memang bukan sahabatnya Nico."

Andre melangkah pergi meninggalkan mereka berdua yang terdiam. Alex menatapnya tajam bercampur kesal. Sedangkan Dafa, ekspresinya sangat jauh berbeda dari Alex. Perkataan Andre tadi menimbulkan rasa bersalah yang tak bisa ia hindari. Betul, selama ini dia selalu mencurigai Nico. Dan betul selama ini dia sempat beberapa kali berfikiran Negatif dengan sahabatnya itu.

Semua yang dikatakan Andre kepadanya adalah benar.

Lalu, apakah pantas dia dikatakan sahabat yang baik?

Rasanya tidak!!

"Satu yang perlu kalian tahu. Selama ini, Nico nggak pernah berniat jahat pada kalian." Andre melanjutkan perkataannya sebelum dirinya menuruni tangga. Alex dan Dafa kembali menatapnya.

"Nico selalu tulus membantu kalian. Dia nggak pernah sedikit pun merancang sesuatu yang jahat untuk kalian."

"Dan terkhusus buat loe Dafa," jari telunjuknya mengarah kuat pada Dafa. "Loe nantinya akan menyesal setelah loe tau pengorbanan apa yang telah Nico berikan buat loe."

Setelahnya Andre benar-benar berlalu dari hadapan mereka. Menyisakan Dafa yang semakin tertunduk malu dan menyesal.

_TBC_

Sorry kalau part ini pendek banget yah.. habis idenya baru muncul segini sih 😆

Jangan lupa ninggalin jejak (Vote & Comment) 😙

Mantan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang