Tersenyumlah

115 24 3
                                    

Yuki POV

Melewati hari tanpa dia, aku pikir semua akan tetap berjalan seperti biasa. Namun aku salah, baru 3 hari saja tanpa kabar darinya, rasanya aku seperti orang kehilangan akal. Yang aku lakukan hanya marah-marah tak jelas, bahkan sepupuku juga terkena imbasnya. Ahh kasian sekali dia....
Akhirnya aku mengalah, biarlah aku yang lebih dulu menghubunginya daripada aku gila karna rasa rindu. Hhmm, rindu? yang benar saja, hahaha

Dan setelah beberapa kali aku mencoba menelfonnya, rasanya aku tambah gila. Dia tak menjawab telfon dariku, oh bukan, bukan tidak menjawab tapi tidak aktif.
Astaga.... apa di kampungnya sana tak ada signal? atau tak ada listrik sehingga HP nya tak aktif?
Daripada aku bertambah jengkel, mungkin bersepedah kerumah tante akan merubah mood ku jadi lebih baik.

********

Terlihat seorang gadis dengan santai mengayuh sepedahnya, entah apa yang sedang dipikirkannya karna terlihat senyum manis dibibir mungilnya. Dengan sedikit mempercepat laju sepedahnya, dia tak menyadari jika dari arah persimpangan ada seseorang yang sama sama melaju cepat, namun bedanya seseorang itu mengendarai sebuah motor. Dan tanpa bisa dicegah, terjadilah tabrakan itu.

BRAAAKKKKK

Gadis itu tergeletak tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir di pelipisnya, sementara sang pengendara motor masih sanggup tuk berdiri dan mendekati korbannya. Dengan sisa tenaga yang ada, dia mencoba mencari bantuan untuk segera membawa gadis itu ke rumah sakit. Tak ingin terjadi hal buruk pada seseorang yang menjadi korbannya itu.

Dalam keheningan, dia mencoba menenangkan pikirannya sendiri. Menurutnya, tadi dia melajukan motornya tak seberapa kencang, tapi kenapa bisa terjadi tabrakan ini? Ahhh kepalanya mau pecah memikirkannya sendiri, apalagi saat menatap ke arah ruangan yang di dalamnya berisi gadis korbannya yang masih diperiksa oleh dokter. Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dan seorang dokter keluar untuk menemuinya yang tengah duduk di kursi samping pintu.

"Tenang aja, dia nggak apa-apa, cuma luka ringan. Sudah coba hubungi keluarganya?", tanya dokter laki-laki itu pada sang 'tersangka'.

"Hhmmm", dan hanya deheman itu yang ia berikan atas pertanyaan dokter.

Dan dokter hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat sikap dingin keponakannya itu, "Baiklah, om lanjut kerja. Kamu jaga disini dulu sampe keluarganya datang, jangan mencoba kabur", ucap dokter Fadly sambil berlalu.

Setelah dokter berlalu, dia berdiri dan masuk ke ruangan. Dilihatnya gadis itu terlelap dengan pulas, entah masih belum sadarkan diri atau memang tertidur. Dia hanya berdiri dan memperhatikan baik-baik wajah gadis di depannya itu, ada perasaan aneh yang muncul di hatinya tapi dia tidak tau perasaan apa itu. Hingga sekelebat bayangan-bayangan masa lalu terlintas dalam otaknya, kepalanya kembali sakit dan hampir saja dia terjatuh jika seseorang yang baru saja datang tak menahan tubuhnya. Dengan sedikit terhuyung dia segera menegakkan tubuhnya kembali dan melihat seseorang yang ada disampingnya, seorang wanita yang mungkin seusia dengan bundanya. Dia berfikir mungkin wanita ini orang tua si gadis, segera mungkin dia menyingkir dan menundukkan kepalanya karena merasa bersalah. Dia sudah bersiap jika sebentar lagi wanita ini pasti akan memarahinya habis-habisan karna sudah membuat anaknya terbaring di rumah sakit, dan dia hanya bisa pasrah.

"Ale...???", tanya wanita itu sehingga reflek membuatnya menegakkan kepala menghadapkan wajahnya.

"Benar, kamu Ale kan? Anaknya mba Maya?", tanya wanita itu lagi sambil meraba wajah dan memegang tangannya. Sementara dia hanya mampu menganggukkan kepala sebagai jawaban benar atas pertanyaan wanita itu.

"Ya Allah....nggak nyangka tante bisa ketemu kamu disini? Kamu ngapain disini?", tanya wanita itu lagi yang langsung membuat Ale melebarkan sedikit matanya, tak percaya dengan pertanyaan wanita di hadapannya ini.

"Maaf, apa tante orang tua darinya?", tanya Ale sambil menatap gadis yang terbaring di bangkar

Wanita itu mengangguk, "Iya, tante ini mamanya Yuki, anak manja itu", kekehnya sambil mendekat ke bangkar dan kemudian mengelus wajah gadis itu, yang tak lain adalah Yukira, anak semata wayangnya.

"Maafkan saya tante....!", ucap Ale lagi, "Saya yang telah menabrak anak tante sampe jadi begini", sesalnya benar-benar dari hati.

"Heh....", dan seperti baru sadar, wanita itu menoleh ke arah Ale dan kemudian tertawa pelan, menertawakan kebodohannya sendiri. Dia nggak sempat berfikir bahwa Ale yang menabrak Yuki, harusnya dari awal masuk tadi dia sudah bisa tau jika Ale adalah "tersangka"nya tapi melihat bahwa itu Ale, anak dari sahabatnya yang sudah lama tak dijumpainya malah membuat fikirannya blank dan malah menanyakan hal-hal nggak penting.

"Heheh...iya tante maafin, tante udah dengar dari dokter kalau Yuki juga nggak apa-apa kok. Jadi jangan gitu ah mukanya, lagian belum tentu ini semua salah kamu kan? Bisa saja Yuki yang nggak hati-hati makanya jadi begini", dan Al atau Ale bengong mendengar penuturan wanita di depannya itu. Al pikir wanita itu akan marah-marah tak jelas dan akan menuntut Al tapi nyatanya malah wanita itu mengatakan semua baik-baik saja. Dan itu malah membuat Al menjadi tak enak hati.

********

Disinilah Ale berada, di taman belakang rumah sakit bersama Yuki yang berada duduk di kursi roda. Kakinya sempat mengalami cidera sehingga harus memakai gips untuk mempercepat penyembuhan, dan mau tidak mau Yuki harus terima jika dia harus berada di rumah sakit untuk beberapa hari sampai benar-benar pulih semuanya.

"Ale...Ale....Ale.....", teriak Yuki tepat di depan wajah Ale yang lagi dan lagi sedang melamun. Yuki cemberut saat Ale cuma mendengus dan menaikkan sebelah alisnya, pertanda dia bertanya kenapa Yuki teriak-teriak manggil namanya.

Kemarin saat Yuki akhirnya sadar, orang pertama yang dilihatnya adalah Ale. Sedang tertidur sambil duduk di sisinya, awalnya Yuki ragu jika pria itu adalah Ale tapi setelah Ale bangun maka Yuki jelas yakin itu Ale, sahabatnya. Namun anehnya, Ale tak mengenalinya sama sekali. Yuki berulang kali menjelaskan bahwa meraka sahabat, tapi tetap saja Ale menyanggah. Hingga akhirnya mamanya datang dan Ale izin keluar, disitulah mama menjelaskan kenapa Ale tak mengingatnya dan Yuki hanya bisa termenung.

Oleh karenanya, Yuki akan membuat Ale mengingatnya lagi. Apalagi Ale kan memang harus bertanggung jawab atas sakitnya kali ini, jadi Yuki akan memanfaatkannya.

"Haus....!!!", manja Yuki sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih. Tanpa banyak omong, Ale membuka botol minuman yang sudah dibawanya sedari tadi dan menyerahkan ke Yuki.

"Ale...", panggil Yuki lagi, dan lagi-lagi pria itu hanya menatapnya tanpa bersuara. Yuki sebenarnya jengah dan bosan, dia sudah kehabisan bahan obrolan dan pertanyaan. Sedari mereka dekat, Yuki berusaha mengorek dan membuat Ale bersuara tapi ya gitu, hanya deheman atau sekedar bahasa tubuh saja yang Ale berikan. Benar-benar berasa si Ale ini manusia dari kutub, terlalu dingin untuk Yuki sentuh.

Tapi, Yuki tak kan menyerah. Dia ingat bahwa dulu Ale pernah menjanjikan dia sesuatu, sesuatu yang sampe saat ini sebenarnya masih Yuki ingat dan sepertinya Yuki akan menagihnya. Untuk itu, Yuki bertekad membuat Ale mengingatnya kembali, mengingat janjinya dulu.

"Tersenyumlah....aku merindukan itu", ucap Yuki sambil memegang kedua pipi Ale.


================================

Happy anniversary 8th AlKiVers 💑

04 Juni 2020

Abepura, Papua.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang