Empat (Revisi)

Mulai dari awal
                                    

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Setelah Raka pergi kini saatnya untuk Widi yang menunaikan shalat maghrib.

---

"Mas mau makan sekarang ?" Tanya Widi selepas Raka kembali dari masjid.

Raka hanya mengangguk  dan pergi mendahului Widi ke meja makan.
Hanya denting dari suara piring dan sendok yang saling beradu menjadi irama makan malam yang sangat jarang terjadi di rumah ini. Tidak ada komentar atau pujian Raka melahap makanan denga biasa tanpa ekspresi apapun.

"Mas" panggil Widi menghentikan aktivitas Raka.

"Ya"

"Apa kamu menyesal menikahiku?" Pertanyaan yang sudah lama terpendam dalam benak Widi kini bisa ia keluarkan.

"Maksudnya?" Tanya Raka.

"Aku merasa dalam pernikahan ini hanya ada paksaan tidak ada ikhlas apalagi cinta, bahkan kamu belum pernah menyentuh sehelai rambutku" ucap Widi dengan nada yang mulai bergetar.

"Jangan berburuk sangka"

"Aku tidak berburuk sangka mas, jika memang aku hanya menjadi pengganjal di hidupmu maka lepaskan aku saja, kamu bebas mencari kebahagianmu"

"Kamu kenapa sih?"

"Aku gapapa, aku cuman mau kepastian dalam rumah tangga kita, aku mau kejelasan siapa aku di hidupmu pentingkah aku dalam hidupmu?" Widi segera meninggalkan meja makan dengan amarah, ia bahkan menutup pintu kamar kuat-kuat ia terduduk dan terisak didalamnya, dalam isaknya ia beristighfar, apa yang telah ia lakukan ? Tidak seharusnya ia membuka topik pembicaraan tadi apalagi saat sedang makan, bahkan hatinya sempat diliputi amarah.

Raka menghembuskan nafasnya kasar, nafsu makanya menguap begitu saja, kini hatinya diliputi rasa bersalah pada Widi.
Raka membuka pintu kamar dan mendapati Widi yang sedang terduduk ditepi ranjang, wajahnya tertunduk dan kedua lengannya menutupi wajahnya. Raka berlutut dihadapan Widi menarik lengan Widi, membuatnya dapat melihat wajah Widi dengan jelas.

"Kamu kenapa ?" Tanya Raka pelan.

"Maaf mas tidak seharusnya aku berucap seperti itu tadi, tidak seharusnya aku marah padamu, maafkan aku mas"  tangis Widi kembali pecah ia tidak ingin Allah akan murka karena ia telah membuat suaminya tersinggung.

"Aku maafkan, lebih baik kita lupakan masalah ini, kamu tidak perlu mempertanyakan posisimu dalam rumah tangga ini, kamu istriku sudah itu posisimu" ucap Raka.

Widi masih terdiam dan terisak ucapan Raka tadi masih belum membuatnya puas, ia masih ingin tahu apakah namanya tersimpan dalam hati Raka ?

##

Mentari sudah mulai meninggi tapi Widi belum juga membuka matanya, rasanya berat sekali untuk membuka mata, kepalanyapun terasa sangat pening. Setelah sholat subuh tadi ia memang hanya berniat membaringkan tubuhnya namun ia malah kebanlasan dan tertidur. Raka baru saja keluar dari kamar mandi, pakaiannya sudah rapi, Widi membuka sedikit matanya samar-samar ia melihat suaminya yang sedang mengancingkan lengan kemejanya. Widi menarik paksa tubunya untuk bangun.

"Maaf mas aku ketiduran" ucap Widi pelan.

"Sudah istirahat saja, kamu demam" ucap Raka sedikit ketus.

Widi memegang keningnya, benar saja suhu tubuhnya lebih tinggi dari biasanya.

"Aku gapapa ko, aku siapin sarapan ya"

"Gausah aku makan diluar saja, kamu lebih baik diam dirumah saja tidak usah keklinik lagi, gajiku pun masih bisa membiayai kebutuhan kita" ucap Raka dengan tegas.

Widi tidak bisa menyangkal ucapan Raka karena Raka langsung pergi setelah berucap seperti itu. Baru satu hari ini mencoba bekerja tapi nyatanya ia malah tumbang. Widi memaksakan tubuhnya untuk turu  dari kasur dan menghadapkan wajahnya pada kaca. Ia dapat melihat pantulan dirinya yang menyedihkan terlebih kini matanya sangat bengkak akibat dari tangisannya yang semalaman tidak terhenti.
Sesakit ini kah mencinta sendirian, padahal yang ia cintai adalah suaminya sendiri, tapi sangat menyakitkan. Widi semakin merasa bahwa hati Raka memang tidak pernah jadi rumah bagi cinta Widi untuk pulang.

###

Malam semakin larut tapi Raka belum juga memunculkan batang hidungnya. Widi sudah berkali-kali mencoba menghubunginya tapi ponselnya tidak aktif.

"Kemana kamu mas ?" Batin Widi.

Tak lama terdengar suara mesin mobil dari luar Widi segera membuka pintu dan benar saja mobil Raka baru saja memasuki pekarangan rumahnya.

"Assalamualaikum" ucap Raka

"Waalaikumsalam, ko malam sekali mas ? Terus hape kamu juga ga aktif" Tanya Widi cepat.

"Ada pekerjaan, ponsel ku mati" singkat Raka sambil masuk kedalam Rumah.

Widi hanya dapat menatap Raka dan mengikuti suaminya masuk kedalam rumah.
Widi membawa tas serta ponsel Raka sedangkan Raka sudah masuk kekamar mandi terlebih dahulu. Widi mencharger ponsel Raka lalu menyalakannya. Betapa terkejutnya ia melihat foto seorang wanita di loock screen ponsel Raka, gadis cantik dengan lesung pipi, sangat manis.

"Astagfirullah" Widi terkejut saat tiba-tiba Raka merebut ponselnya dari tangan Widi.

"Bukan hape orang itu ga sopan" Ucap Raka ketus lalu segera naik ke atas Ranjang.

"Dia siapa mas ? Apa dia gadis yang selama ini kamu cintai ?" Tanya Widi lirih.

"Bukan urusan kamu!"

"Aku istrimu maka aku berhak tahu" Widi mulai menggebu, emosinya seolah melonjak naik.

"Jika menikahi ku adalah beban bagi mu, dan jika gadis itu sumber kebahagiaanmu. Maka aku ikhlas kamu menceraikanku atau bahkan menduakan ku" ucap Widi dengan suara bergetar.

Raka terdiam hatinya seolah dipukul oleh godam besar, wanita sesabar Widi akhirnya mengeluarkan ultimatum yang Allah benci. Bahkan Raka sendiri tidak pernah berfikir untuk menceraikan Widi.

"Kamu ngomong apa sih ? Kedua hal itu tidak akan pernah terjadi, sudah aku cape aku mau tidur"

Widi hanya terdiam sambil terus terisak, Raka adalah laki-laki yang sulit ia tebak apa maunya semuanya serba abu-abu.

-¤-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencintamu Dalam Do'aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang