Third Wheel

16.2K 215 0
                                    


"Rheina ngambek lagi dan aku sendiri cukup stres untuk menghadapi dia. Kiara juga lagi diemin aku," Arga menghembuskan nafas kesal di sampingku. "Kamu jangan ikutan ngerajuk juga ya?" tiba-tiba Arga menatap mataku dalam sambil mengangkat daguku.

"Kenapa juga aku harus ngerajuk?"

"Karena Lea, sebulan ke depan aku harus ke Sumbawa untuk dinas. Bakal susah komunikasi dan aku lagi butuh konsentrasi penuh sama kerjaanku. Kayaknya bakal sengaja cuekin kamu deh," senyum tengilnya menghiasi bibir mungilnya. Kerutan di mata hitamnya menandakan tawa yang terbentuk di bagian lain wajahnya.

"Aku kan gak bakal ganggu kamu kalau bukan kamu yang duluan gangguin aku. Lagian, besok Braga udah pulang dari Macau. Kita memang harus jaga jarak," aku mengedipkan sebelah mataku sebelum kembali memeluk Arga di balik selimut.

---

Brownies kiriman Mami sudah siap terhidang di piring. Es buah kesukaan Braga juga sudah siap dimakan, walau masih kusimpan di kulkas biar tetap dingin. Dua porsi nasi goreng bebek dari restauran di lobby bawah juga sudah siap di meja makan. Sempurna!

TOK..TOK..TOK..

Dan aku memasang senyum termanis untuk menyambut tamu super spesial malam ini.

"Hai, Braga!" aku langsung memeluknya erat mengalirkan rasa rindu setelah satu minggu lebih tidak bertemu dengannya. Dan kehangatan menjalar di tubuhku saat Braga membalas erat pelukanku.

"Sehat kamu, Ndra?" Braga menjawil hidungku. Panggilan kesayangannya untukku - yang kurindukan sekaligus tidak kusukai, karena membuatku terkesan seperti seorang lelaki.

"Sangat sehat. Kamu? Mana oleh-oleh?"

"Hahaha. Aku pulang tepat waktu nggak cukup ya buat kamu?"

Aku memperhatikan Braga yang menyamankan dirinya di apartemenku. Membuka sepatu dan kaos kakinya, meletakkan gadget, dompet, dan kunci mobilnya di rak buku, mengambil bantal di kamarku dan kemudian merebahkan tubuhnya di sofa sambil mengganti channel TV. Aku begitu merindukannya.

"I miss you, Ga. I really do," aku duduk di sampingnya dan merebahkan kepalaku di bahunya.

"I know. I miss you too," Braga mencium dahiku. "Yuk makan. Aku udah lapar banget."

Braga jadi sosok cerewet saat menceritakan semua kegiatannya selama di Macau. Dan seperti remaja labil, aku cuma senyum-senyum kegirangan memperhatikan Braga. Rinduku pada senyumannya lumayan terobati malam ini. Senyum yang berhasil membuatku jatuh hati, senyum yang selalu menenangkanku setiap habis menghadapi bosku yang menyebalkan. "Kamu sih, udah aku bilang si tante itu kenalin ke aku. Biar aku ajak kencan," candanya setiap aku mengeluhkan bosku.

Senyumnya yang ingin kusimpan dalam memoriku selamanya dan kuulang setiap aku bangun tidur dan sebelum tidur.

"Kamu ketiduran ya?" Braga menepuk-nepuk bahuku. Aku menggeleng. Rasanya semua terasa benar kalau ada Braga di dekatku. Walaupun itu hanya duduk berdua di depan TV dan asik dengan lamunan masing-masing. Tinggal lima menit lagi sebelum jam 9 malam. Braga selalu pulang jam segitu.

"Nginep yaaaa," aku memeluk lengannya posesif.

"Leandra..you know I can't," Nah, kalau ini adalah panggilannya yang aku benci. Memanggil namaku dengan komplit semua suku kata, adalah bukti keseriusan dan tegasnya yang seringnya aku tidak sukai.

"Kan nggak ngapa-ngapain juga, Ga. Insomnia aku kambuh"

Aku bikinin kamu susu ya. Aku tungguin kamu tidur, baru aku pulang. Okay?"

"Please..." wajah memelasku dibalas dengan helaan nafas pasrah Braga.

---

Lady in BedWhere stories live. Discover now