Ucapan wanita itu terus menerus mengatakan Arka akan mencerikannya, tidak mencintainya lagi berkeliaran di kepalanya, memaksa Alicia menerimanya.

"Kau berhasil Arka! Kau berhasil membuatku hancur sebelum ucapan cerai itu di ucapkan ... kenapa kau ingin melakukan itu? Kenapa ... apa karena aku melupakankmu? Tapi itu bukan keinginanku," tangisnya.

"Kau jahat! Kau jahat! Kau jahat!"

~~ *** ~~

Meja makan tersebut terlihat sepi, bukan karena tidak ada penghuninya. Mereka ada duduk dalam diam dengan sarapannya, tidak ada yang bersuara sekecil pun. Bahkan, tidak juga saling melihat.

Alicia menyuap terakhir sarapannya, lalu menegak habis susu hangatnya. Ia berusaha tidak mengganggap Arka ada di meja yang sama dengannya, terlihat terlalu menyedihkan sekali. Bahkan, hatinya juga sekarang mengejeknya dengan girangnya.

Ia tidak akan bisa berpura-pura lebih lama, dengan cepat beranjak meraih tasnya bergegas ingin pergi. Menjauh dari Pria itu adalah pilah terbaik untuk saat ini, toh Arka juga nantinya akan menceraikannya. Seperti kata perempuan gila itu. Baru saja tangannya menyentuh kenop pintu, sebuah tangan menghentikannya. Tanpa berbalik pun i tau siapa pemiliknya jadi ia tidak akan berbalik.

"Ada yang harus kita bicarakan."

Arka menyentuh tangan Alicia namun di tepis gadis tersebut, ia bisa melihat tangan itu terkepal di pegangan pintu.

Alicia memejamkan matanya sesaat menguatkannya, ia harus bersuara agar semua selesai. Atau ia tidak akan menangis sekencang-kencangnnya, bahkan mungkin akan membunuh pria tersebut.

"Tidak ada yang perlu di bicarakan Mr. Arka ... kurasa aku sudah mengerti," ucapnya mengigit sudut bibirnya berusaha menahan diri untuk tidak berteriak, memaki atau menyumpah.

"Dan ... soal perceraian kita ...."

"Apa yang di katakan gadis itu?" dengan menggeram marah Arka menatap Alicia, ia marah kerena ucapan gadis itu barusan.

Alicia mengigit bibirnya menahan agar suara isak sakitnya tidak keluar, ia tidak mau dianggap menyedihkan apa lagi oleh Pria yang ia tau sebagai Suaminya. A, mungkin sebentar lagi akan berubah jadi mantan.

Ia berbalik menatap tajam, "Apa itu penting? Kau bahkan sebentar lagi hanya akan menjadi 'Mantan' , kurasa apa pun yang kudengar bukan lagi urusanmu Mr. Arka ... a, atau kau ingin tau karena ingin mengejekku."

Tangan Arka terkepal dengan cepat ia mencekram dagu Alicia, sedikit kasar memang tapi kata 'mantan' yang barusan di tujukan padanya itu, jauh lebih kasar melukainya.

"Berhenti bicara omong kosong! Karena sampai kapan pun kau tidak akan pernah kulepaskan, meski kau membunuhku sekali pun." tegas Arka menatap tajam, sebenarnya ia tidak mau melakukan hal itu. Tapi, ucapan tadi membuatnya begitu ketakutan kehilangan Istrinya tersebut.

Alicia mendengus mendorong kuat tubuh Arka, memberi jarak darinya, "Kau benar-benar brengsek!!" umpatnya dengan mata berkaca-kaca, ia mencoba menahan tangisnya.

Tapi, Arka tidak menyerah ia tau situasi sekarang, langkahnya mendekat lebih dekat di belakang menghela nafas, ia tau kesalahannya dan itu sudah pasti menyakiti perasaan gadis tersebut.

Ia akan menerima resikonya meski gadis itu memakinya. Tapi, jika meminta percerian jangan harap Arka melakukannya, ia akan melakukan apa pun agar Istrinya itu tidak akan pernah jauh lagi darinya.

"Alicia!"

Dengan cepat Alicia membuka pintu tersebut dengan keras, lalu bergegas pergi memasuki mobil. Menjauh sejauh mungkin dari pria tersebut, ia tidak akan bisa berada di dekat Arka untuk sekarang.

Ia berpura-pura tidak mendengar Arka yang berteriak memanggilnya, bahkan sempat mengejar mobilnya.

Jatuh sudah air matanya yang ia tahan sejak tadi, ternyata selain bodoh ia juga menyedihkan.

"Jika kau datang kembali hanya untuk kesakitanku, lalu kenapa kau membuatku jatuh cinta terlalu dalam. Apa salahku sampai kau begitu ingin menghancurkanku sampai ke dasar? Kenapa kau begitu jahat!"

Alicia terisak menagis menghapus kasar air matanya, bahkan ia melajukan mobilnya dengan cepat menembus jalanan.

"Kenapa tidak kau bunuh saja aku langsung! Kau memang brengsek Arka! Brengsek!!!" teriaknya frustasi memukul stir.

Dengan kalapnya Alicia semakin menambah kecepatan. Hingga, sebuah kendaraan melintas cepat di depannya. Ia kaget dan langsung menginjak rem untung saja tidak tertabrak.

Sepertinya Tuhan masih berbaik hati pada nyawanya, dengan gemetar ia mencoba bernapas lega. Tapi, sepertinya tidak berhasil, tangisnya bahkan juga tidak mau menurutinya untuk berhenti.

Tangannya bahkan sudah gemetar, mencoba bernafas normal memejamkan mata sebentar menelungkup di stir. Segila-gilanya frustasi ia tetap tidak mau mati konyol, ia masih ingin hidup meski mungkin dalam keadaan perasaan hancur.

Setelah sedikit tenang ia mengangkat kepalanya, jarinya menekan tombol menyala mesin. Tapi, suara klakson terdengar keras bahkan beberapa orang di sisi jalan berteriak entah apa, semakin terdengar semakin keras bunyi klakson tersebut terdengar dekat, Alicia menoleh ke samping dan matanya terbelalak.

"Tidak!!"

Bruakk!!!

Dalam hitungan detik mobil Alicia langsung hancur, tubuhnya terhempas ke depan membentur keras. Di sisa kesadarannya ia merasakan pusing di kepalanya.

"Apa aku akan mati?"

Ia bisa merasakan dingin yang membasahi kepalanya, bau anyir yang memenuhi penciumannya. Bahkan tubuhnya terasa dingin, matanya masih tersadar meski sayu menatap orang yang mulai bergerombol menggedor pintu kaca.

Hingga, terdengar bunyi pecahan kaca di sebalah kursi kemudinya.

Bibirnya tersenyum miris, sekarang takdirnya benar-benar terlihat lucu baginya. Saat ia baru merasakan perasaan pada Pria itu, di saat semua hal yang terlupakannya sudah kembali lagi. Semuanya malah terlihat seperti mempermaikannya. Hingga, ia merasa sangat lelah sampai perlahan matanya terpejam dengan tersenyum miris.

"Beginikah akhirnya?"

~~ ** Bersambung**~~

💘 DESTINY OF MARRIAGE 💕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang