Harlan tahu Lea terisak. Lea terkadang tak sanggup bertahan menjadi kuat. Harlan berusaha mengimbangi emosi Lea yang selalu berubah-ubah. Dan saat ini adalah keadaan Lea paling rapuh yang pernah Harlan hadapi.
"Mau Kakak ambilkan sesuatu?" bisik Harlan dekat di telinga. Lea tak bergeming. Lelehan air mata itu terus keluar tanpa bisa dicegah. Teringat saat tadi. Dia tak peduli lagi jika Harlan melihatnya menangis. Kejadian tadi lebih menyakitkan untuk diingat.
Saat dirinya duduk termenung di dalam mobil taksi menatap rumahnya. Tiba-tiba kedatangan sang ayah membuat Lea tak bisa berkata-kata. Rupanya sang ayah tahu Lea yang berada di dalam mobil mencurigakan. Dia di usir.
Pengusiran itu masih terngiang di telinga Lea.
"Jangan ke sini sampai kamu sudah melahirkan!"
"Teman-teman kamu juga banyak yang mencari kamu. Ingat, jangan memberitahukan kepada siapapun!"
Lea benci dengan keadaanya sekarang. Kenapa dia harus berbadan dua? Kenapa takdirnya seperti ini? Seharusnya dia sedang menikmati masa mudanya dengan tenang. Bukan seperti sekarang. Tak punya siapa pun yang mengerti dirinya. Lea benar-benar mengasingkan diri dari kehidupan lamanya. Menjauhi teman-teman, tak bisa lagi bercanda bersama. Hidupnya seperti sebuah kotak diam tanpa alasan yang jelas. Isinya milik orang lain dan tugasnya hanya sementara di tempati. Dia benci semuanya.
"Hiks," tangis Lea memikirkan nasibnya. Merindukan orangtua, merindukan teman-teman.
"Kakak buat salah lagi? Kakak minta maaf, yah?" Lea mengatur napas tenang. Tak memedulikan suara di belakangnya yang begitu lembut. Harlan adalah salah satu orang yang sekuat tenaga ingin dia jauhi. Walaupun mereka masih berbagi tempat, sekuat tenaga Lea tak mau terhanyut. Tidak akan.
"Lea?" panggil Harlan lagi. Bahkan tangan Harlan sudah berada di sekitar pelipis mengusap lembut. Sebenarnya cukup berpengaruh bagi ketenangan Lea malam ini. Tapi tidak, Lea tak mau terpesona kembali oleh keadaan.
"Aku mau tidur," lirih Lea pelan melepas pelukan dan semua sentuhan Harlan. Lea kembali mengambil jarak dari Harlan. Tekadnya sudah bulat. Melahirkan, lalu pergi dan berlutut memohon maaf oleh kedua orangtuanya. Khususnya sang ayah. Raut wajah murka bercampur kecewa masih bisa Lea rasakan tadi dari wajah sang ayah.
"Tidurlah, Kakak ada di sini." Itu suara Harlan di belakangnya. Tak berusaha kembali menyentuhnya. Hanya ada di sekitarnya. Menemaninya sampai tertidur.
***
Saat ini.
"Aw," ringis Lea masih memejamkan mata. Tangannya langsung mengusap hidungnya yang baru saja ditepuk oleh sebuah tangan.
Perlahan Lea membuka mata. Saat mengusap hidung, tangan kecil jelas terasa masih di sekitar wajahnya. Lea melihat sebuah tangan kecil nyata di atas wajahnya.
Lea menoleh ke arah sebelahnya, sambil menggenggam jari tangan itu. Rasanya dia tak percaya akan dugaannya.
"Hah?" bisiknya sendiri meyakinkan fakta indah menyambut pagi harinya.
Putrinya tidur nyenyak di samping dirinya? Ada Nadya di tempat tidurnya?
Bukankah semalam dia sudah meninggalkan kamar Nadya? Lalu kenapa gadis kecil ini bisa ada di kamarnya? Tidak mungkin Harlan memindahkan Nadya. Atau jangan-jangan Nadya memang mendatangi kamarnya sendiri? Lea memiringkan tubuhnya ke arah Nadya. Semakin menarik tubuh Nadya dalam dekapan. Nadya sendiri menyambut pelukan Lea dengan tingkah manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rujuk?
General Fiction--- Masa lalu mereka memang pahit. Masa lalu mereka pernah terukir miris. Tidak ada cinta saat dulu, hanya atas nama tanggung jawab keduanya mau resmi hidup bersama. Mereka dua orang asing yang terpaksa menikah karena sebuah kesalahan. Dan akhirnya...
15- Tak Pernah Terjadi
Mulai dari awal