Goodbye, my love

Mulai dari awal
                                    

"Tapi tetap saja hujan tak baik untuk kesehatanmu, hyung."

"Tapi aku suka, Youngie."

"Tidak, tidak. Itu tidak baik untukmu."

"Arraseo~"

Dan setelah pertengkaran kecil di antara mereka tadi, mereka memutuskan untuk mencari tempat berteduh karena hujan tak juga menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
.
.
.
.
.
Kini mereka tengah berada di dalam sebuah cafe yang tak jauh dari tempat mereka bertemu tadi. Cafe ini terasa hangat, sangat pas untuk situasi mereka saat ini yang tengah kedinginan.

"Kau ingin pesan apa, Jihoon hyung?" Tanya Jinyoung sembari menatap manik senada hazel milik Jihoon tersebut.

Jihoon tampak berpikir sebentar sebelum menyuarakan keinginannya. "Aku ingin pesan hot chocolate saja, sangat pas dalam suasana yang mendung seperti ini," ucapnya sembari tersenyum manis. Melihat senyuman manis itu membuat Jinyoung tersenyum simpul, kemudian memanggil pelayan.

"Kami pesan dua cup hot chocolate dan satu kotak sedang cheese cake," Jinyoung memberitahukan pesanan mereka kepada pelayan saat pelayan itu datang. Sang pelayan mengangguk dan mencatat pesanan yang disebutkan oleh Jinyoung dan membacakannya ulang.

"Dua cup hot chocolate dan satu kotak sedang cheese cake?" Setelah melihat Jinyoung mengangguk, pelayan tersebut segera bergegas untuk membuatkan pesanan mereka.

"Jinyoungie, ada apa mengajakku bertemu di luar seperti ini? Biasanya kau akan langsung datang ke apartementku?" Jihoon bertanya, memulai pembicaraan di antara mereka berdua.

Jinyoung menolehkan pandangannya kepada sang pemuda manis, tersenyum simpul sebelum menjawab. "Tidak ada, hanya ingin."

"Tapi... Ini tidak seperti biasanya."

Walaupun Jihoon hanya bergumam, tapi Jinyoung dapat mendengarnya dengan baik. Perlahan ia menghela napasnya, memikirkan berbagai macam tanggapan dan ekspresi yang akan Jihoon berikan padanya nanti.

Sesaat sebelum Jihoon kembali membuka suara, seorang pelayan telah datang dan membawa pesanan mereka. "Silahkan dinikmati~" ujar sang pelayan, tak lupa dengan senyuman manisnya. Kemudian ia pergi meninggalkan meja yang di tempati Jinyoung dan Jihoon.

"Ayo makan dulu, nanti kita lanjutkan lagi pembicaraan ini."
.
.
.
.
.
Hujan masih belum reda, walau sekarang tidak sederas tadi. Tapi tetap saja tetesan air itu masih berjatuhan dari langit. Langit juga masih tampak sangat mendung dan siap untuk kembali menumpahkan tangisannya (hujan).

Kini, kedua orang pemuda tadi tengah duduk di taman tempat mereka bertemu tadi. Asik bersenda gurau, sejenak itu mengurangi rasa gundah dalam pikiran seorang Bae Jinyoung.

"Bae..." Panggil Jihoon, ia menatap langit dengan sebuah senyuman teduh yang terpatri di bibir cherrynya.

Jinyoung menolehkan padangannya ke arah Jihoon. Ya, hanya menoleh namun tidak menjawab panggilan itu. Ia terlalu sibuk memandangi wajah manis pemuda di sampingnya.

"Akankah kau meninggalkanku suatu saat nanti?"

Jinyoung terkesiap, pertanyaan itu begitu menohok hatinya. Bagaikan sebuah tamparan yang keras, ia hanya dapat terdiam menundukkan kepalanya, kemudian menghela napas berat.

"Aku tau, itu pasti akan terjadi..." Gumam Jihoon, kepalanya sekarang telah tertunduk. Matanya menatap tanah yang ia pijaki sekarang, "tapi, aku berharap kita bisa selalu bersama, Bae.." lanjutnya dengan suara yang terdengar sedikit bergetar.

Jinyoung semakin gusar, pikirannya telah melayang entah kemana. Hatinya begitu sakit mendengar kalimat yang keluar dari bibir semanis cherry itu. Namun, sebuah takdir dalam kehidupan nyatanya itu tak akan pernah bisa ditepis.

"Mianhae, hyung. Aku tak bisa." Jinyoung berucap pelan, kemudian ia berdiri mengeluarkan sebuah undangan dari dalam tas yang ia bawa tadi. Memberikan undangan itu kepada Jihoon lalu pergi begitu saja.

Ya, ia tak ingin melihatnya. Jinyoung tak ingin melihat Jihoonnya menangis.

Beberapa detik setelah Jinyoung pergi, hujan kembali turun. Bahkan kini semakin deras dirasakan.

Air mata yang sedari tadi tertahan di pelupuk mata indah Jihoon, kini mulai jatuh turun membasahi pipinya. Bahkan tak kalah deras dari air hujan yang jatuh menimpanya. Hatinya sakit, terlalu sakit. Bahkan sekarang ia berharap ini adalah sebuah mimpi buruk dalam tidurnya, namun pada kenyataannya ini adalah sebuah realita dan bukanlah sebuah khayalan.

"Aku pikir, kita 'kan selalu bersama..."

Flashback off.
.
.
.
.
.
Sekarang, harapan tinggalah harapan. Aku tak akan bisa menggapaimu lagi yang telah pergi jauh bersama orang lain.

Tapi, aku ingin kau tahu satu hal. Bahkan setelah hari itu pun aku masih mencintaimu. Sulit bagiku untuk melupakanmu.

Sekarang aku telah berada di balkon apartementku. Perlahan ku hela napasku. Menutup mataku dan menadahkan tanganku untuk menampung air hujan yang sedari tadi tak henti-hentinya jatuh ke bumi.

"Hujan, aku pikir kau mengerti diriku..." gumamku lirih. Sekali lagi, aku menghela napasku pelan kemudian dengab perlahan aku membuka mataku, "aku mencintainya... Sangat mencintainya--"

Suaraku tercekat, air mataku kembali jatuh. Aku tertawa sinis menertawai diriku sendiri yang begitu lemah sekarang. Tapi, aku tak tau harus bagaimana lagi. Tanpa dia, aku tak akan pernah bisa tersenyum secerah dulu.

"Hujan, aku ingin kau membawa pergi semua perasaanku. Biarkan aku menguburnya sedalam mungkin."

Dengan perlahan, aku naik ke atas pembatas balkon. Merentangkan kedua tanganku dan menutup rapat mataku.

"Selamat tinggal, cintaku."

Kemudian menghempaskan tubuhku.

"JIHOON!"

.
.
.
.
.
Fin~ ^^

Ehey, mian yah kalau gantung :'
Saya memang berniat menggantung kalian .gg
Jika banyak permintaan, saya akan membuatkan squelnya, boleh nanti squelnya tetap DeepWink atau PanWink juga boleh kok :'

Oh iya, itu flashback sengaja gak di italic, soalnya kebanyakan ntar jatuhnya jadi aneh. Hehe.

Kalau responnya banyak, saya bakalan sering post di wattpad, hehe. Saya biasanya post di ffn, jadi ini perdana ya^^
Mohon supportnya~

Goodbye, my love (DeepWink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang