"Rey, lusa aku harus pulang ke rumah dan balik ke sekolah kek biasanya. Kamu tau? Aku pengen banget main sama kamu, habisin waktu sama kamu. Tapi kamu malah tidur lama banget kek gini. Rey, ayolah. Kamu biarin aku main sendiri? Aku ngga mau. Ini udah kedua kalinya kamu kek gini karena aku."
****
"Hei, Rey! Balikin ngga barbie punyakuu!" teriakku histeris sambil mengejar anak laki-laki menyebalkan itu.
Ya, Rey. Dia tetanggaku yang menyebalkan. Dia tidak mempunyai teman selain aku. Oleh karena itulah, kami mengatakan bahwa kami adalah sahabat. Tapi dia menyebalkan!
"Ngga mau, wleee." ucap Rey mengejekku.
Aku tak kehabisan cara menghadapi kelakuan Rey ini.
Aku menangis sekencang-kencangnya agar Rey takut dimarahi oleh Mama. Padahal Mama saja sedang di rumahku dan sekarang hanya ada aku dan Rey di rumahnya.
"E-eh eh jangan nangis dong, Syifa. Nih barbie kamu," ucap Rey dengan wajah cemasnya dan memberikan barbie itu padaku.
Aku pun menangis kembali dengan lebih kencang.
"Duuuuuhh, Syifa. Diem dong, ntar aku dimarahin," ucap Rey sambil merayuku.
Setelah beberapa saat, aku pun diam dan mengambil barbieku. Lalu aku berlari, saat cukup jauh aku memanggil Rey.
"Rey! Wleeeee!" ejekku dan berlari ke taman di seberang rumah Rey.
"Awas yaaa, tunggu!" teriak Rey di belakangku.
Dia mengejarku. Namun...
Braakk!
Aku pun menoleh, "REY!" teriakku.
Rey tertabrak mobil saat mengejarku. Saat itu dia tidak memperhatikan keadaan jalan. Dan dia harus dirawat di rumah sakit selama seminggu. Dia juga sempat koma selama dua hari.
Aku sangat menyesal waktu itu. Aku mengurung diriku di kamar. Bahkan, aku berpikir bahwa kedua orang tua Rey marah padaku. Karena dua minggu setelah Rey sembuh, mereka pergi ke Paris.
Aku menutup diri agar tidak memiliki sahabat. Aku takut kejadian serupa akan terjadi lagi.
****
"Rey, besok aku bakal balik lagi ke sini. Aku bakal nungguin kamu sadar," ucapku lesu.
Aku pun beranjak pergi meninggalkan ruangan Rey dan kembali ke ruanganku.
Saat aku di depan, "Sudah sayang?" tanya Mama padaku.
Aku hanya mengangguk lemah.
Mama menghampiriku dan mengusap puncak kepalaku, "Kamu harus sabar, Rey pasti bisa berjuang untuk sadar," ucap Mama lembut.
Sekarang sudah malam dan ini artinya aku harus istirahat agar aku cepat pulih. Sebenarnya enggan untuk meninggalkan Rey dengan alat-alat rumah sakit yang berisik itu, tapi apa boleh buat, toh kondisiku juga masih belum stabil.
"Kamu istirahat dulu ya, sayang. Mama tadi dipanggil sama dokter, obatnya juga diminum ya," ucap Mama saat kami sampai di ruanganku lalu beranjak pergi.
Aku menggerakkan kursi rodaku memasuki ruanganku. Aku meminum obat seperti yang Mama pesankan. Lalu aku pun menuju jendela rumah sakit ini, aku memandangi kondisi jalan di Bandung pada malam hari. Ya, ini cukup membuatku nyaman.
Tak terasa mataku mulai berat dan kesadaranku mulai hilang. Aku terhanyut ke alam mimpi.
****
"Rey?" panggilku.
Rey tak menoleh padaku.
"Kamu mau kemana?" tanyaku melihat Rey yang melangkah ke arah yang berbeda denganku.
Akhirnya Rey menoleh padaku yang berada cukup jauh di belakangnya, "Aku mau pergi, Syifa. Tapi, aku mau kamu jangan sedih. Aku bakal ada di sisi kamu tiap kamu kangen aku. Aku pergi dulu, ya. Jangan nangis karena kepergianku," balas Rey berlalu pergi ke sebuah tempat yang jauh.
Deg!
"REY!" teriakku.
"Sayang, kamu kenapa?" ucap Mama panik.
Aku hanya menoleh ke arah Mama. Lalu Papa dan Bang Rendy pun masuk ke ruanganku.
"Princess, kamu kenapa?" tanya Bang Rendy cemas.
Aku tak menghiraukan pertanyaan mereka. Aku langsung memeluk Mama yang sudah duduk di tepi ranjang rumah sakit ini.
"Ma, Rey ngga pergi kan? Aku tadi liat dia pergi," ucapku sambil menangis di pelukan Mama.
"Tenanglah, sayang. Rey ada di ruangannya, dia ngga kemana-mana," balas Mama sambil mengusap rambutku lembut.
"Syifa, pasti kamu cuma mimpi. Sudahlah, jangan menangis," ucap Papa tak kalah lembut.
Tokk.. Tok..
Bang Rendy segera membukakan pintu ruangan ini dan mempersilahkan orang itu masuk. Ternyata yang datang adalah Devan.
"Ayo masuk, Van," ajak Bang Rendy.
Ekspresi Devan terlihat cemas.
"Tan, Om, Bang ada yang mau aku bilang. Di luar aja ya," ucap Devan membuatku penasaran.
"Baiklah," jawab Papa. Mereka pergi ke luar ruanganku untuk membicarakan sesuatu entah apa itu.
Aku penasaran. Sangat. Oleh karena itu, aku mengikuti mereka tanpa sepengetahuan mereka.
Spesial nih, update hari ini😂 Berhubung hari ini libur, jadi aku update hari ini. Tapi tenang, hari minggu update lagi kok. See you on Sunday.
Oh iya, kira-kira apa ya yang diomongin🙄
-Silva
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Fall But Fly [Completed]
Teen FictionAku pernah diterbangkan setinggi-tingginya. Tapi, aku juga pernah dijatuhkan sesakit-sakitnya. Apakah kamu juga akan begitu padaku?
Chapter 17
Mulai dari awal