1 : Arrived

Mulai dari awal
                                    

Namun jika dipikir-pikir, cocok juga untuk menyeruput segelas teh dikala cuaca hujan seperti ini. Doyoung jadi mempunyai rencana untuk menyeduh teh sesampainya di rumah.

"Aku tak paham sama sekali dengan pertanyaanmu. Tapi yang jelas, kau masih hidup. Dan aku bukan malaikat pencabut nyawa, jenis kita sama. Kita manusia." jelas Doyoung akhirnya.

"Be-benarkah?"

Pria itu nampak sedikit lega. Sekejap kemudian ia mengamatu sekeliling. Hujan masih turun dengan jarang. Sepertinya ia baru sadar dengan keadaan sekitar.

"Lalu kita ada dimana sekarang?"


***


Tidak ada rasa syukur yang bisa ia panjatkan lebih dari ini. Entah keberuntungan apa ini, Taeyong masih bisa bernapas saat ini. Bahkan tidak ada lecet sedikit pun di tubuhnya. Meskipun bersyukur, ia masih terbingung-bingung dengan kondisinya sekarang.

Lebih bingung dengan dimana ia sekarang berada. Aneh. Ia ingat benar terakhir kali sebelum ia kehilangan kesadarannya, ia berada di tengah jalan dan bahkan cuaca saat itu sangat panas. Tapi sekarang, kenapa ia bisa berjalan mengikuti pria yang tak dikenalnya sama sekali. Anehnya lagi, mereka berdua bertemu di tengah hutan.

"Apa kau memiliki rumah?"

"Tempat tinggalku di daerah Seongbuk-gu. Bisakah kau antarkan aku pulang?"

Pria itu menoleh ke arah Taeyong. "Tak ada daerah yang bernama Seongbuk-gu disini."

"Tidak mungkin. Jadi ini bukan di Korea? Sebentar, bagaimana bisa aku tiba-tiba ada di luar negeri seperti ini. Tapi ba-bagaimana mungkin kau bisa berbahasa Korea jika ini bukan di Korea?"

Yah, kepala Taeyong pusing dengan ini semua. Seribu pertanyaan berputar-putar diotaknya yang tak ada satu pun jawaban.

Pria itu memegang pelipisnya seakan pusing. "Lebih baik kita pulang dulu. Aku benar-benar lelah memancing dan ingin berbaring saja sekarang."

"Lalu aku harus pulang kemana?"

"Apa kau mau tinggal di rumahku untuk sementara waktu?"

Sebenarnya Taeyong tak ingin merepotkan siapapun saat ini. Namun tawaran itu tak mungkin ia tolak bukan? Bagaimana caranya ia hidup jika ia bahkan tak tau lokasi kejelasannya sekarang.

"Aku tak punya tempat tinggal. Kalau kau tak keberatan, bolehkah?"

Pria itu lagi-lagi menghela napas berat. Terhitung sudah 3 kali Taeyong melihat pria itu menghela napas beratnya.

"Sebenarnya aku keberatan. Tapi mana mungkin aku menelantarkanmu di tengah hutan seperti tadi? Bagaimana jika manusia secantik kau ini di makan harimau?"

"Maaf. Aku sebenarnya juga tak ingin merepotkan siapapun. Tapi keadaannya...Hanya beberapa hari saja. Izinkan aku tinggal. Aku akan pergi jika aku tau cara untuk pulang."

"Kita pikirkan caramu untuk pulang setelah sampai di rumah. Sekarang ikuti aku. Rumahku sudah tak jauh dari sini."

Taeyong akhirnya diam. Walaupun pertanyaan-pertanyaan di otaknya masih meronta-ronta ingin bertanya lebih jauh. Tapi ia masih mencoba menahannya.

Rupanya benar apa kata pria itu, 15 menit kemudian ia sampai di rumah serba kayu dengan ukuran sangat kecil. Pria itu mempersilahkan Taeyong untuk masuk dan duduk di depan meja kecil.

Taeyong ingat ia membawa ponselnya. Segera ia buka tas ransel yang masih ada dipunggungnya sedari tadi, membuka tasnya dan segera merogoh ke dalam untuk mencari ponselnya.

Ada.

Ia mencoba mengaktifkan ponselnya, siapa tau ia bisa mengecek lokasinya sekarang lewat GPS.

Ponselnya menyala. Namun yang terjadi, tidak ada sinyal sama sekali. Dalam hati, Taeyong benar-benar merutuki nasibnya.

Beberapa saat kemudian, pria itu muncul membawa dua gelas teh panas.

"Tidak. Katamu kau bukan malaikat pencabut nyawa? Kenapa kau memberiku teh. Aku tidak mau minum!"

"Aku sama sekali tak mengerti apa konotasi teh dengan malaikat pencabut nyawa seperti ucapanmu. Apa kau tak kedinginan setelah kehujanan seperti tadi? Minumlah."

Taeyong yang benar-benar parno akibat terlalu sering menonton drama, akhirnya mau menyeruput teh yang dibuat oleh pria itu.

"Jadi namamu siapa?" tanya Taeyong akhirnya.

"Aku Doyoung. Kau?"

"Namaku Lee Taeyong. Panggil saja Taeyong."

Pria yang ia akhirnya tau bernama Doyoung itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Mata Taeyong melihat sekeliling. Rumah Doyoung benar-benar sangat sederhana. Bahkan tak terlihat TV ataupun benda elektronik lainnya. Tempat tidurnya hanya beralaskan kasur tipis. Ia tahu sekarang kenapa pria itu keberatan saat Taeyong ingin tinggal dirumahnya.

"Rumahku sangat sederhana, bukan? Kau tak akan mendapat rumah bagus jika tak ada hubungan apapun dengan kerajaan."

Taeyong memijat pelipisnya. Mendadak ia pusing dengan kata Kerajaan. Ia berpikir, apakah ia melompati waktu ke masa lalu? Hanya itu yang dapat ia pikirkan walaupun kemungkinan itu tidak masuk akal menurutnya.

"Mungkin benar, aku melompati waktu. Jangan katakan kita tidak berada di bumi sekarang. Aku sudah pusing dengan semua ini."

Mata Doyoung terbelalak. Mendengar kata bumi sungguh membuat bulu kuduknya meremang.

"Bu-bumi? Kau makhluk bumi?"

"Jadi kita tidak berada di bumi sekarang?"

Doyoung segera menutup mulut Taeyong dengan tangannya. "Kau jangan keras-keras menyebut kata bumi disini." peringat Doyoung.

Taeyong mengangguk dan segera menjauhkan tangan Doyoung dari mulutnya karena ia mencium bau amis dari tangan Doyoung. Ia menduga, Doyoung telah memegang ikan hasil tangkapannya sebelum membuat teh.

"Benar. Kita bukan di bumi sekarang. Kita ada di planet tiruan bumi."

Tidak ada kata paling tidak masuk akal selain yang sekarang diucapkan oleh Doyoung. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain yang ada di kepalanya benar-benar tak bisa di logika lagi.

"Jadi kau alien?"


***


"Apa yang dilakukan saudaramu akhir-akhir ini?"

Ibu suri menyesap teh chamomile yang disiapkan oleh pelayan. Sudah 5 menit ia berada di kamar Jaehyun.

Jaehyun tersenyum setenang mungkin sebelum menjawab, "Yuta? Yang aku tau, dia sedang meningkatkan kemampuannya."

"Dia masih melakukan ritual anehnya? Pantas saja petir selalu terdengar akhir-akhir ini di wilayah istana."

"Sepertinya ia benar-benar antusias sekarang. Kurasa benar kemampuannya bertambah akhir-akhir ini."

Ibu suri tersenyum. Meletakkan secangkir tehnya sebelum melihat Jaehyun dengan serius.

"Baiklah. Tak perlu mengkhawatirkan saudaramu. Kau harus tetap menjadi pewaris tahta. Fokus dengan tujuanmu."

"Ibu tak usah khawatirkan hal itu."

"Tentu saja ibu khawatir. Kau harus segera menikah, raja pasti senang mendengar kabar pernikahanmu."



***

Bersambung.

Abis ini pasti banyak yang nanya, kok ada ibu suri katanya cuma ada cowok doang. Sabar yeu, ntar di chapter selanjutnya bakal kejawab koq.

Panjang kali chapter ini. Semoga ga capek bacanya. :)))

With love❤Jaejaehj.




Parallel ❥ THE CROWN PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang