Arion berlari menuju kotak obat dan mencari plester kompres disana, menempelkannya didahi Caca berharap demam gadis itu akan segera turun.

"Jangan sakit, please," Arion bergumam lirih, ia paling tidak bisa mengendalikan dirinya kala Caca sakit. Bahkan, Arion rela meninggalkan jam kuliahnya hanya untuk menjaga Caca.

Ia membawa kembali Caca kedalam pelukannya, ia tak bisa membayangkan jika esok gadis ini masih demam, akan ada kehebohan berbalut kekhawatiran pastinya.

Paginya,

Pukul setengah enam Arion sudah terbangun dari tidurnya, menempelkan termometer pada ketiak Caca, memeriksa suhu tubuhnya yang sudah mulai menurun hampir mencapai titik normal.

Arion bernafas lega, setidaknya Caca tak menjadi para makhluk rumah sakit hari ini. Ia tak bisa membayangkan jika itu terjadi, Caca yang tidak suka rumah sakit dan dirinya yang benci meminum obat.

Ia bergegas turun membuatkan bubur untuk Caca, sampai didapur ia melihat maminya sedang mempersiapkan sarapan.

"Pagi sayang, mau buat apa?"

Arion membuka bungkus bubur, menuangkan isinya kedalam mangkok dan mengaduknya sampai tercampur rata "Pagi mi, Caca demam. Ion mau buatin bubur buat dia."

Ucapan Arion dapat merubah raut wajah Arina, kekhawatiran tampak jelas disana. Semalam, ia dan Deon pulang telat dan sudah larut malam. Biasa, Jakarta, kata macet sudah sangat akrab dengannya.

"Terus Caca gimana? Mami panggilin dokter ya bang?" Arina sudah siap meninggalkan dapur berniat mengambil ponselnya namun tangan Arion sudah terlebih dahulu mencekal tangan maminya.

"Enggak perlu mi, Caca udah baikan." selesai membuat bubur Arion segera kembali kekamar Caca.

"Mami ikut bang," Arina memanggil bi Nani untuk melanjutkan kegiatan memasaknya.

Arina dan Arion masuk kedalam kamar Caca dengan perlahan, mendekat pada ranjang dan memperhatikan Caca yang meringkuk seperti bayi.

"Bangun dulu sayang," Arina menepuk pelan pipi Caca, ia tau kenapa anak gadisnya ini bisa demam, dari kabar yang diperoleh, Caca kelelahan dan lupa untuk makan. Sudah suatu kebiasaan.

Caca menggeliat dalam tidurnya, mengerjapkan mata dan mencoba untuk bangun dibantu Arion. Rasanya kamarnya ini berputar-putar saat ia mencoba bangun tadi.

"Abang siap-siap kekampus ya, mami tau kamu ada jam pagi," Arina menatap Arion dengan tatapan memerintah.

"Tapikan mi Ca-"

"Kuliah bang," nada tak terbantahkan maminya sudah keluar. Ia menghela nafas dan keluar dari kamar Caca setelah mendaratkan satu kecupan didahi Caca.

"Sekarang kamu makan dulu ya sayang, kamu sudah melewatkan beberapa jam makan kamu." Arina mengarahkan satu sendok bubur didepan mulut Caca, memaksa gadis itu untuk mencerna makanan yang Arion buat.

"Pelan-pelan mi," Caca hampir saja tersedak karna suapa maminya yang terlalu besar dan terburu-buru.

"Maaf sayang, mami terlalu kesal dengan kamu pagi ini." suapan terakhir dari Arina membuat Caca bisa bernafas lega.

Arina menyerahkan beberapa pil obat dan vitamin ditelapak tangan Caca, menyuruh gadis itu untuk meminum obatnya.

"Sekarang kamu istirahat ya." Arina mebimbing Caca untuk merebahkan diri kembali keranjang, menarik selimut hingga sebatas dada gadis itu.

Sebelum keluar dari kamar gadis itu, Arina menyempatkan membuka plester kompres dan menggantinya dengan yang baru saat dirasa tubuh Caca masih hangat.

Kenyamanan yang dihasilkan dari tempat tidurnya membuat Caca lagi-lagi terbawa kealam mimpi.

- - -

Caca terbangun dari tidurnya kala jarum jam sudah mengarah pada angka sebelas siang, ia mengedarkan pandangannya kesekeliling kamarnya, sampai matanya terfokus pada dua benda dimeja riasnya.

Dengan perlahan ia bangun dari tempat tidurnya, duduk sebentar untuk menetralkan rasa pusing yang masih ia rasakan.

Caca mengambil sebucket bunga mawar  dengan note dari papi-nya.

Lalu matanya membulat kala mendapati satu kotak bunga mawar yang membentuk ucapan "Get Well Soon" disana, ia lagi-lagi menggelengkan kepalanya mendapati satu botol aromatherapy dengan merk Tuberose disana. Ia tau, betapa mahalnya hanya untuk satu tetes aromatherapy itu.

Tuangkan itu didalam air mandimu ketika sudah merasa baik nanti. Jangan terlalu lelah, lekas sembuh.

Tertanda,
Keynan.

Caca tak habis pikir bagaimana 'om-om' itu mengetahu jika dirinya sedang demam, dan untuk hadiah-hadiah yang selama ini ia berikan? Keynan memang harus segera memeriksakan otaknya.

Ia kembali menyimpan botol aromatherapy itu kedalam kotaknya, dan segera menuju kamar mandi untuk menghilangkan rasa gerahnya.

- - -

Caca menuruni anak tangga dengan perlahan, memegang erat pegangan disetiap anak tangganya. Takut-takut jika ia terjatuh nanti.

Ia menuju dapur, betapa terkejutnya kala ia melihat beberapa bungkus parcel berisi buah-buahan dan bunga-bunga tersusum diatas meja makannya.

"Bi Nanii!" Caca berteriak memanggil wanita paruh bayah yang sudah mengabdi pada keluarganya sejak ia masih bayi.

"Ada apa non Caca?" ia tergopoh-gopoh menghampiri Caca yang wajahnya sudah ia sembunyikan dilipatan tangan.

Caca menunjuk satu-persatu parcel tersebut "Ini darimana bi?"

Bi Nani kembali mengingat kejadian tadi pagi, dimana Naya datang dengan membawa begitu banyak parcel dan bunga ditangannya.

"Itu tadi dari non Naya,"

Caca menaikan satu alisnya "Naya?"

Bi Nani menganggukan kepalanya "Makasih bi,"

Caca mengambil iPhone-nya dari dalam saku celana, belum sempat membuka aplikasi line, beberapa notif muncul dari instagramnya, decakan kesal keluar dari mulutnya kala tau yang menyebabkan itu semua adalah sahabatnya sendiri, Naya.

Naya membuat snapgram yang berisi screenshot chatting-nya dengan Arion, kala gadis itu menanyakan keadaan dirinya yang tak masuk sekolah dan dijawab Arion dengan jelas, demam.

"She's really troublemaker!"

- - -

to be continue.

Mar,

Marrying Mr. OldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang