"Ngapa emang?" Balasnya dengan nada santai. Sukur sukur nih bisa ngendaliin nada., ucapnya dalam hati.
"Tadi di cariin." Jawab Gading. Adinda menaikkan kedua alisnya.
"Oh ya? Sama?" Tanyanya penasaran.
"Sama sama." Ujar kedua cowok itu kemudian melakukan tos. Adinda mendengus sebal.
"Terserah kalian, deh. Gua mau ke kelas dulu. Yuk, Ran." Ajaknya sambil menggandeng tangan Ranti.
Tapi kemudian, gandengan tangan itu terlepas dan digantikan oleh tangan Reksa. Gerakan Reksa yang cepat membuat Adinda tak sempat protes.
"Gua pinjem Adinda bentar." Ucap Reksa sambil menarik Adinda ke lorong kecil dekat situ.
"Kenapa?" Tanya Adinda berusaha setenang mungkin, walau degup jantungnya seakan mampu terdengar sampai keluar.
Reksa maju untuk menutup jarak dengan Adinda yang bersandar pada tembok. Di kuncinya cewek itu dalam kukungan tangannya di samping telinga cewek itu.
"Promise me one thing?" Tanya Reksa yang terdengar... Sendu?
Adinda mengerutkan keningnya. Selama ini nggak pernah dilihatnya cowok itu seperti sekarang. Seakan ingin mati.
"Apa?" Tanyanya dengan suara tercekat.
"Keep save, okay?" Tanya Reksa lagi. Adinda semakin bingung tapi dia hanya mengangguk, menuruti cowok itu.
"Okay."
Reksa tersenyum mendengar jawaban Adinda. Direngkuhnya cewek itu erat erat. Adinda membalas pelukan hangat itu.
"Emangnya kenapa?" Tanyanya masih dalam dekapan Reksa. Reksa memeluk Adinda semakin erat.
"Tawuran. Pulang sekolah ini ada tawuran. Gua minta lo jangan kemana mana, tetep di dalem sekolah apapun yang terjadi. Ya?" Jelas Reksa.
Deg! Seketika Adinda melepaskan pelukan mereka. Ia menatap Reksa dengan terkejut.
"Tawuran?! Lo mau tawuran?!" Tanyanya setengah terpekik. Reksa menyandarkan Adinda kembali ke tembok, menyatukan kening mereka.
Ia mengangguk dalam diam, memejamkan matanya membiarkan cewek di depannya mengatur nafas terlebih dulu.
"Nggak usah, ya?" Ucap Adinda memohon. Hati Reksa terasa terenyuh mendengar suara sendu yang pelan dan sarat akan kekhawatiran dari Adinda.
Mereka mungkin belum jadi apa apa, tapi setidaknya mereka sudah tau perasaan masing masing, kan? Dan kali ini, Adinda memohon padanya.
"Maaf, Din. Maaf. Tapi gua nggak bisa." Jawabnya. Sontak, air mata yang Adinda tahan dari tadi meleleh keluar bersama isak tangisnya.
Reksa mendekapnya lagi, meredam isakannya juga meredam sakit di dadanya mengetahui Adinda menangis, karenanya.
"Kenapa nggak, Sa? Kenapa?! Gua nggak mau lo kenapa napa!" Ucapnya sambil memukul mukul pundak Reksa.
Reksa mencoba memenangkannya, membiarkannya memukuli dirinya sesuka hati sampai tangisannya reda.
"Cukup, Din. Gua lakuin ini demi kita semua. Percaya, oke. Gua janji nggak bakalan kenapa napa." Ucap Reksa mantap. Adinda mengelap sisa tangisnya kemudian menatap Reksa dalam dalam.
"Janji?" Tanyanya.
Reksa tersenyum tenang. "Janji."
* * *
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar empat puluh menit yang lalu tapi masih tersisa banyak sekali murid yang belum beranjak.
Para cowok cowok Pasukan Airlangga—begitu mereka menyebutnya—masih sibuk mengatur strategi bersama Reksa dan ketiga sahabatnya.
Adinda sendiri sedang duduk di aula bersama Ranti, Meigi, dan Tania. Adinda sendari tadi sibuk menggigiti kukunya, pertanda bahwa ia sedang cemas.
"Udah lah, Din. Berhenti gigitin kuku lo dan stop cemas. Mereka nggak akan kenapa napa kok. Udah pada biasa ini. Apalagi Reksa. Santai aja." Bujuk Ranti sambil mengibaskan tangannya.
"Kenapa jadi ke Reksa?! Yang gua takutin di sini itu Gilang. Ngapa jadi ke Reksa?!" Balasnya sok membahas Gilang padahal kekhawatirannya memang betul Reksa.
Seandainya Ranti tau kalau yang Ia cemaskan bukan Gilang, tetapi Reksa. Entah ejekan apa yang akan dilontarkan teman sebangkunya itu.
"Halah. Nggak usah ngeles deh, lo." Ucap Meigi nimbrung. Adinda memutar bola matanya.
"Siapa yang ngeles coba?!" Balasnya kesal. Astaga, dari mana mereka tau?!
"Keliatan Din, kalo lo khawatirnya sama Reksa. Udah, tenang. Percaya aja anak itu bisa lewatin yang beginian. Tawuran mah bukan hal baru buat dia." Ucap Tania yang jadi ikut ikutan. Alih alih tenang, Adinda malah semakin cemas. Perutnya mulas sangking cemasnya.
"Buat dia biasa, buat gua nggak! Ini pertama kalinya gua liat orang yang gua sayang tawuran. Gimana nggak khawatir, coba?" Ucap Adinda yang benar benar sarat akan kecemasan.
Ranti dan yang lainnya sontak diam begitu mendengar kata kata orang yang gua sayang. Mau nggak mau mereka harus menahan senyum bahwa akhirnya Adinda mengakui bahwa sejujurnya ia menyayangi Reksa.
"Percaya sama dia, okay? Dia bisa ngatasin yang beginian. Nanti setelahnya, langsung lo peluk aja." Ucap Ranti. Adinda nggak mau mengurusi ucapan nggak jelas Ranti.
Dia memfokuskan dirinya percaya pada Reksa kali ini.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
Teen FictionKamu adalah luka sekaligus penyembuh yang paling aku suka. © Okt 2017 by Gigihsusu
Khawatir
Mulai dari awal