“Hmm. Aku tidak akan meminta maaf padamu, Tuan.” Gadis itu tersenyum tipis.

“Aku merasa ada yang janggal saat malam itu di Rumah Sakit. Seperti ada yang ingin kau bicarakan padaku.” Ucapanku sedikit mengejutkannya.

“Iya, tapi aku belum sanggup malam itu. Aku sama sekali tidak mengenalmu. Tapi kata orang, menceritakan suatu hal pada orang yang tidak kenal akan terasa lebih melegakan. Ku harap, itu benar.” Gadis itu mencoba bangun dan duduk secara perlahan. Aku beranjak untuk membantunya.

“Kau bisa menceritakannya padaku.” Aku pun menawarkan diri.

“Malam itu, aku benar-benar tidak tahu harus pergi kemana? Setelah aku di Wisuda dan menjadi Sarjana, aku ingin pergi sejauh-jauhnya dari tempat itu,”

“Tempat apa?” Tanyaku memotong.

“Tempat di mana aku ditinggalkan oleh keluargaku.” Mata gadis itu mulai sedikit berair.

“A–apa, maksudmu?” Aku cukup terkejut dengan apa yang dia ungkapkan.

“Ya, aku sama sekali tidak mempunyai siapapun. Saat aku berusia delapan belas tahun, Perusahaan ayahku mengalami kebangkrutan. Ayah dan ibu memutuskan untuk pergi ke Turki, dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan perusahaan. Mereka meninggalkanku dengan nenekku,” gadis itu terlihat sesekali berusaha menyeka air matanya agar tidak terjatuh.

“Lalu, apa yang terjadi?” Aku yang sedari tadi berdiri, mulai menggeser kursi yang berada tidak cukup jauh dariku. Aku duduk tepat di hadapan gadis itu.

“Saat baru berjalan tiga puluh hari, tepat saat aku diterima di sebuah Kampus pilihanku, ibu meneleponku. Menanyakan kabarku dengan nenekku. Tapi sayang, Takdir tak perpihak padaku. Tiga orang Depkolektor datang menggedor pintu rumahku. Menagih hutang-hutang ayahku. Menyita rumahku beserta isinya. Nenekku...” Air matanya berjatuhan secara bergantian, gadis itu terisak.

“Apa yang terjadi dengan nenekmu, Key?” Reflek. Aku memegang bahunya.

Hiks... Nenekku terkena serangan jantung, beliau meninggal hari itu juga. Dan orang tuaku? aku kehilangan kontak dengan mereka,” Mendengar penjelasannya, aku berusaha semampuku untuk menenangkannya.

“Tenanglah, Key. Kau tidak sendiri. Kita akan mencari Orang tuamu.” Apa yang ku katakan? Tanpa sengaja aku memberikan harapan yang entah akan terwujud atau tidak nantinya.

Key sedikit mendongakkan kepalanya, menatapku tenang. “Apa itu mungkin?” tanyanya.

“Aku tidak bisa memastikannya padamu, aku punya beberapa relasi kerja di Negara itu. Jika kau masih mempunyai informasi lengkap tentang perusahaan ayahmu. Kita masih punya sekitar dua sampai tiga puluh persen harapan untuk bisa menemukannya.” Ada harapan di mata gadis itu. Air matanya mulai surut, seperti ingin tersenyum.

“Apa kau serius, Tuan?” Tanyanya penuh harap.

“Iya.”
“Aku akan menemui Dokter. Jika kau sudah di perbolehkan pulang, Aku dan Aldi akan mengantarmu.” Gadis itu mengangguk, dan kembali berbaring di ranjang pasien.

Aku meninggalkan Key sendiri, berjalan keluar menuju ruang Dokter yang menanganinya.

“Kau mau kemana?” Tanya Aldi yang sedari tadi menungguku di luar ruangan.

“Aku akan menemui Dokter, untuk menanyakan apakah Key sudah boleh dibawa pulang.” Aldi mengangguk, mempersilahkanku pergi menemui dokter.

Tok... Tok... Tok...

“Silahkan masuk!” Ucap seorang dari dalam ruangan.

Aku membuka pintu, memasuki ruangan bercat putih yang tidak cukup besar. Terlihat seorang pria paruh baya berjas putih dengan stetoskop yang dikalungkan di lehernya.

“Ah, Tuan Kenzie. Silahkan duduk!” Dokter itu mempersilahkanku untuk duduk. “Ada yang bisa dibantu, Tuan?”

Aku hanya ingin bertanya, apakah Key sudah diperbolehkan pulang?”

“Nona Lakeysha, ya? Untuk sampai sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tadi dia pingsan karena ada sedikit trauma yang dirasakan. Mungkin, pernah mengalami kecelakaan sebelumnya?” Pria paruh baya itu membuka lembar demi lembar kertas hasil laporan kesehatan Key.

“Iya, dia pernah mengalami kecelakaan belum lama ini.” Jawabku pada Dokter itu.

“Yang penting dia harus mendapat istirahat yang cukup. Kau bisa membawanya pulang hari ini juga.” Mendengar penjelasan Dokter tersebut, aku langsung berdiri dan menyalimi tangannya. Mengucapkan terima kasih tentunya.

Aku keluar dari ruang Dokter, berjalan menuju kembali ke ruang Key dirawat. Mempersiapkan wajah yang penuh dengan kelegaan dan kegembiraan. Menyampaikan kabar baik kepadanya. Hari ini juga.

Clek!

“Key, kau bisa pulang hari ini juga.” Mendengar ucapanku, Key sontak langsung terduduk. Menatapku dengan wajah penuh senyuman kebahagiaan.

“Ah, syukurlah!” Ucap gadis itu.

“Aku akan memanggil suster untuk mempersiapkan dirimu. Aku tunggu di luar, ya” Key mengangguk-anggukkan kepalanya kegirangan. Aku membalasnya dengan kekehan ringan, kemudian pergi ke luar.

⚫⚫⚫⚫

“Biar aku saja yang mendorong.” Ku ambil alih tugas suster yang akan mendorong kursi roda, Key terlihat duduk di sana.

Mendengar ucapanku, Key langsung menoleh ke belakang. “Seharusnya kau tidak perlu serepot ini, Tuan.” Aku mengabaikannya. Langsung mendorong kursi rodanya menuju koridor depan. Aldi lebih dulu menuju parkiran, menyiapkan mobil di pintu masuk Rumah Sakit.

“Pelan-pelan” Aku membantu Key masuk ke mobil.

Kurang lebih 15 menit perjalanan. Kini kami sudah memasuki gang rumah Key.

“Itu, Tuan. Rumah ber-cat biru.” Mendangarnya, Aldi yang menempati kursi kemudi pun mengangguk.

Mobil kami berhenti di halaman rumah itu.

“Aku akan membantumu.” Aku membuka pintu mobil, berniat membantu Key turun dari mobil.

"K–Keeey?!!!” Kami bertiga menoleh bersamaan. Terlihat seorang wanita paruh baya keluar dari rumahnya. Berteriak dan sedikit berlari menuju ke arah kami.

“Bibi–?” Ucapku kompak dengan Aldi.

“Kenzie–? Aldi–?” Wanita itu menatapku dengan Aldi. Tertegun. Pasti cukup mengejutkan baginya, bisa bertemu lagi denganku dan juga Aldi.

⚫⚫⚫⚫

“Jika diizinkan, Aku ingin sekali menebus kesalahan”—Kenzie
.
.
.
S

ee you at next part:) Jangan lupa vote+komennya yaa. Biar lebih semangat😍

#04102017
Revisi.

DESTINY [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang