L i m a E m p a t

Mulai dari awal
                                    

Will tersenyum tipis, kemudian dia berlalu menuju dimana tempat mobilnya terparkir.

][

"Bisa lebih cepat gak sih?!" "Bangsat!"

"Maaf, Pak."

Gavin mengangkat telpon dari salah satu orang suruhannya.

"Ya?"

"..."

Klik.

"Putar arah, kita ke Tanjung Priok sekarang." Mobil hitam itu melesat cepat memutar arah menuju tempat dimana Pagi berada.

][

Gavin turun dengan cepat dari dalam mobilnya begitu sudah sampai ke lokasi yang diberitahu orangnya. Bisa Gavin lihat sebuah gedung kosong tidak terpakai dengan pencahayaan temaram, entah mengapa langsung membuat jantungnya berdegub tidak biasa.

Belum apa-apa Gavin sudah dihalangi dua orang berpakaian serba hitam. Begitupun kedua bodyguardnya yang sudah lebih dulu diserang orang-orang tidak dikenal itu.

Dia menarik nafasnya dalam, mengumpulkan tenaganya yang dia sendiri tidak yakin akan bertahan lama.

Gavin berhasil mengelak untuk serangan pertamanya, dia melayangkan pukulannya pada seorang yang hendak menangkapnya.

Terjadi baku hantam dua lawan satu, dengan emosi yang memuncak membuat semua tenaganya terkumpul, Gavin berhasil menghabisi kedua orang itu tetapi tenaganya juga habis bersamaan dengan tumbangnya kedua orang itu.

Dibukanya kenop pintu di hadapannya tapi sayang terkunci. Dia bersiap mendobrak pintu tersebut dengan sisa tenaganya, dan dobrakan kedua berhasil merusak engsel pintu tersebut.

Ketiga orang di dalam sana menoleh ke arah Gavin yang terengah-engah. Manik matanya menangkap sosok gadis yang membuatnya berlari ke tempat itu walau harus mempertaruhkan nyawanya. Gadis itu duduk terikat di kursi kayu tua, dengan tangan terikat di belakang dan mulutnya tersumpal.

Detik berikutnya, memori lamanya berputar tanpa perintah memenuhi kepalanya.

Jiwanya kembali terguncang, seperti melihat dirinya sendiri saat melihat Pagi sedang diikat di depan sana.

Dua orang yang menjagai Pagi berjalan mendekati Gavin, Gavin sudah mengambil kuda-kuda tapi tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam tengkuknya. Dia tersungkur, telinganya  semakin berdengung.

Dia masih bisa melihat kedatangan orang-orangnya yang saling hantam dengan orang-orang yang jumlahnya juga semakin banyak.

Dia berusaha untuk bangkit, dan menghalau semua kesakitan yang bermunculan saat trauma masalalu itu ingin mengambil alih kembali Gavin seutuhnya. Matanya yang mengabur terus meneliti Pagi yang meronta-ronta ingin melepaskan diri, Gavin juga bisa melihat mata gadis itu berair.

Dengan tekad yang kuat, akhirnya Dia sudah berhasil bangkit dengan lutut sebagai penyanggah tubuhnya, dia menggeram saat seorang di sana membuka ikatan mulut Pagi dengan kasar, kemudian menampar keras pipi gadis itu.

Deja Vu, begitulah kiranya yang Gavin pikirkan. Sakit yang dia rasakan semakin berkali lipat, gadis yang dia cintai ditampar hingga sudut bibirnya berdarah, dan adegan itu seperti reka ulang hal menyakitkan di hidupnya.

#1 Pagi untuk Gavin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang